Bab 43

13K 2.1K 77
                                    

Menghadapi Mentari yang tiba-tiba tentrum tidaklah mudah. Melihat siapa yang berada diruangan itu, Hanin tidak bisa menyalahkan keadaan Mentari saat ini. Keengganan anak itu pergi sejak awal, mungkin karena dia sudah punya firasat jika orang yang menyebabkan lukanya ada di sini. Memang tidak ada bukti nyata jika pria bernama Keanu itulah yang menyakiti Mentari. Tapi, melihat bagaimana reaksi Mentari hanya berada di radius dekat dengan pria itu, bahkan belum melihat sudah berreaksi setakut ini. Yang jadi pertanyaan kenapa pria itu bisa berada di ruang rawat Perwira Raksa?

"Masuklah dulu, aku akan mencoba menenangkan Mentari terlebih dahulu." Ucap Hanin menuntun Mentari untuk menjauh dari ruang perawatan Perwira Raksa.

Narendra terlihat ragu, tapi ketika dia sudah bersitatap dengan orang yang berada di dalam ruangan itu, akan aneh jika dia tidak jadi masuk. Narendra memberikan bungkusan kecil dari sakunya pada Hanin.

"Aku harap kamu bisa menenangkannya, tapi jika tidak berhasil minumkan obat ini untuknya." Ucap Narendra.

Sementara Narendra memasuki ruang perawatan Perwira Raksa, Hanin menuntun Mentari untuk duduk di sofa ruang tunggu bangsal VIP itu.

"Mentari..." panggil Hanin pada gadis kecil yang duduk di hadapannya. Meskipun mereka duduk sangat dekat saat ini, tapi anak itu tidak terlihat tertarik untuk menyahut panggilan darinya. Anak itu bergerak-gerak gelisah dengan tatapan mata yang tidak fokus. Hanin harus menggenggam tangan anak itu agar, Mentari tidak mulai menyakiti dirinya sendiri.

"Mentari... kamu bisa mendengarku?" Tanya Hanin lagi, melihat alat bantu dengar Mentari yang jelas terpasang dengan baik di telinganya. Tapi, lagi-lagi Mentari tidak mau menyahut.

Hanin menggenggam kedua tangan Mentari dengan satu tangannya, sementara tangan satunya lagi mengelus pipi Mentari.

"Mentari lihat aku." Pinta Mentari berusaha membuat fokus mata Mentari terarah padanya.

"Mentari...lihat aku..." pintanya lagi. Hanin menghadapkan wajah Mentari berhadapan dengan wajahnya. Butuh beberapa kali percobaan hingga akhirnya Mentari mau bertatapan dengan Hanin.

"Lihat aku...lihat aku, ingat apa yang aku katakan sebelum kita berangkat?" Tanya Hanin dengan ucapan juga bahasa isyarat dengan sebelah tangannya.

"Semua akan baik-baik saja...ingat? Ibu sudah berjanji semua akan baik-baik saja. Kamu ingat janji itu."

Mentari menggelengkan kepala merespon ucapan Hanin, anak itu sepertinya tidak ingin percaya dengan ucapan Hanin.

"Sejak kita bertemu, apa pernah ibu dan ayah membuatmu menghadapi bahaya sendirian?" Tanya Hanin yang dijawab gelengan kepala oleh Mentari.

"Apa pernah ibu meninggalkanmu saat kamu kesakitan? Apa pernah ibu melepas genggaman tangan ibu padamu?" Tanya Hanin yang lagi-lagi di jawab gelengan kepala oleh Mentari.

"Bisakah kamu percaya sekali lagi pada kami? Percayalah padaku, genggam tanganku dan yakinlah semua akan baik-baik saja. Kita hadapi monster itu bersama, ibu akan melindungimu. Tidak akan ada yang berani menyakitimu saat kita bersama" Ucap Hanin meyakinkan Mentari. Lama anak itu hanya diam, lalu air mata menetes dari mata jernih itu. Mentari menangis, menangis dengan isakan halus bukan tangis penuh jeritan kesakitan seperti biasanya. Anak itu sepertinya ingin mengeluarkan beban di hatinya lewat tangisnya. Hanin membawa Mentari kepelukannya mengelus lembut punggung gadis kecil itu dan mengucapakan kata-kata menenangkan untuk putri adiknya itu.

"Aku disini bersamamu...dan aku berjanji akan selalu melindungimu." Ucap Hanin berulang kali.

*************

Jika saja Hanin tidak tahu jika mereka adalah dua orang yang berbeda, mungkin Hanin berpikir Kenan kembali hidup. Secara fisik mereka tidak bisa dibedakan, bahkan cara mereka tersenyum terlihat sama persis.

Can You Hear Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang