Antracia merupakan sebuah negeri dimana wizard dan manusia dapat hidup berdampingan dengan damai. Saling bahu membahu dalam kebutuhan, terutama perlindungan dari klan vampir yang dapat menyerang kapan pun.
Malam itu langit tampak cerah dengan lautan bintang yang berkelap-kelip, lampion yang menyala di setiap jalan, dan tenda-tenda jajanan yang dipenuhi anak-anak. Para wizard berdatangan memasuki istana, tentu saja dengan pakaian mereka yang agung menjadi pusat perhatian sekitar.
Anak perempuan bergaun biru itu, menatap kagum para petinggi wizard, "Grey, aku akan menjadi seperti mereka" ucap gadis itu masih mengulum permen lolipopnya.
"Saya harap begitu, putri" jawab Grey anak tunggal dari sang penasihat Antracia.
Aria merupakan anak ke pertama dari selir simpanan raja Antracia. Hanya beberapa orang terdekat raja yang mengetahui latar belakangnya. Merasa senang, Aria pun menunjuk Grey dengan lolipopnya "Dan aku akan menikahimu" ia tertawa riang.
Tak menjawab. Grey tersenyum malu mendengar penuturan dari putri negerinya.
Selang beberapa menit, pemuda-pemudi berbondong-bondong menuju lapangan disebelah timur. Masing-masih dari mereka membawa sebuah lampion. Rasa keingin tahuan Aria sangat tinggi. Ia menarik paksa lengan Grey untuk ikut bersamanya. Anak laki-laki itu kaget, ia tak menyangka Aria yang lebih muda dua tahun darinya ternyata mempunyai tenaga yang kuat seperti anak-anak sepuluh tahun. Lagi-lagi Grey hanya mampu berkata dalam hatinya, tentu saja dia wizard murni. Bodoh sekali aku sampai melupakan hal sepenting itu.
Lamunan Grey buyar ketika Aria melepaskan genggamannya. Ia memandang Grey dengan mata yang berbinar "Grey, mereka melakukan sesuatu"
Grey melihat sekeliling, "Tunggu disini, putri. Saya akan kembali" ucapnya kemudian berlari kebelakang. Meninggalkan sang putri di kerumunan.
Tak butuh waktu lama. Grey kembali membawakan sebuah lampion. "Tulislah harpanmu disini, putri" "Jika sudah, maka terbangkanlah lampionnya bersamaan" pandu Grey.
Ratusan lampion diterbangkan ke langit. Diam-diam Grey memperhatikan Aria yang sedang melihat takjub ke langit. Tanpa dirinya sadari, sebuah senyuman mengiasi wajah Grey.
"Lain kali, sering-seringlah ke luar istana. Anda akan mendapatkan hal menarik yang takan anda dapatkan di istana" tutur Grey mulai melihat ke ratusan lampion itu mengapung dilangit dan berpisah.
"Mari pulang, ini sudah larut malam" tuturnya lagi.
Sementara itu pesta penyambutan putra mahkota itu masih berlangsung meriah. Para petinggi negeri menghampiri sang bayi, dan memberinya sebuah jimat serta menyelipkan beberapa pujian, doa, dan harapan pada bayi yang berusia beberapa minggu itu. Anak laki-laki yang selalu raja damba-dambakan akhirnya terwujud setelah penantian lama.
Di sudut ruangan dekat pintu masuk aula. Beridiri seorang pria paruh baya berkacamata, dia tampak gelisah. Sekali-kali ia melihat ke luar aula seperti sedang menunggu seseorang.
"Ayah" panggil seorang anak dibelakangnya. Pria itu berbalik, Grey anak semata wayangnya tengah berdiri disana. Penasihat raja itu menghampirinya.
"Kenapa ayah berdiri sendirian disini? Ibu kemana?"
Tak menjawab. Pria itu malah balik bertanya "Kau ini, dari mana saja?"
Kepala Aria menyembul dari belakang Grey "Maaf, tadi-"
"Ya ampun, tuan putri anda baik-baik saja?"
Aria mengangguk.
"Firasat ayah malam ini tidak, cepatlah pulang ke rumah" titah pria itu pada Grey. "Tuan putri, anda juga masuklah ke kamar"
Grey bersikeras untuk tetap diistana dan berkilah "Bagaimana dengan para tamunya, ayah dan bagaimana dengan ayah sendiri?"
Pria paruh baya itu melirik Aria. "Cepat masuklah ke kamar, putri"
Penasihat tak pernah salah, Aria menuruti ucapan pria itu.
"Pulanglah lebih dulu, ayah akan menyusul setelah para tamu dipulangkan"
Tak ingin berdebat, Grey menuruti perintah ayahnya. Walaupun ia masih ingin merasakan kemewahan istana.
Pria paruh baya itu menghampiri raja yang tengah menikmati pesta. Penasehat itu berbisik pada raja. Raut muka bahagianya berubah menjadi gusar dalam seketika.
Belum sempat sang raja mengatakan pembubaran pesta. Puluhan klan vampir datang memasuki aula. Seluruh tamu menjadi was-was.
Salah satu vampir melangkah menuju raja "Selamat atas kelahiran anak laki-lakimu raja"
"Dengan masuknya kau ke Antracia telah melanggar aturan" tegas raja di singgasananya.
Vampir berparas cantik itu melihat raja tanpa ekspresi "Lahirnya keturunan memang membahagiakan untukmu, tapi kehancuran untukku" Ia mengibaskan tangannya kesamping "Aku akan melindungi klanku"
Kemudian vampir itu melesat menghampiri sang bayi lalu menghisap darahnya.
"Wow, Serena terbaik" ujar seorang vampir berambut silver itu.
Saat ini aura mencekam tergambar jelas. Para wizard berdiri garis depan melindungi sang raja. "Tak ku biarkan kau hidup" murka raja, lalu menyerah Serena dengan sihirnya.
Begitupun dengan bawahan mereka yang ikut menyerang. Pertempuran tak terelakan, mereka melindungi pemimpinnya masing-masing.
Diperjalanan menuju rumahnya Grey menendang batu kecil ia kesal dengan ayahnya yang menyuruhnya pulang tanpa alasan yang jelas. Batu yang ditendangnya terlemper jauh darinya, namun saat itu juga mata anak itu terbelalak ngeri. Orang-orang terbaring ditanah dengan mulut yang menganga dan tubuh yang kurus, tanpa setetes pun darah.
Satu, dua, tidak ini tak terhitung. Grey segera berlari menuju istana. Setibanya disana Grey amat terkejut orang-orang di aula pun sama halnya seperti mayat diluar sana.
"Ayah, ayah" Grey mencari ayahnya dengan mata yang mulai berair. Ia berharap ayahnya tidak disini.
Selintas ia mendengar suara jeritan dilantai dua. Grey segera berlari, nafasnya terengah-engah.
"Grey" gumam Aria. Membuat vampir berambut silver itu melihat ke belakang.
"Hai Grey namaku Lucas" sapa vampir itu supel. Sebaliknya Grey menatap sinis Lucas "Aku tidak membuat anak ini terluka" belanya.
Aria masih meringis ditepian dinding bercat putih. Grey mengambil benda tajam disekitarnya dan menyerah Lucas dengan penuh keberanian.
"Wah wah ternyata gesit juga kau" puji Lucas sembari memegangi tangannya yang mengeluarkan banyak darah.
Namun vampir itu tak tahu cara memaklumi, Lucas menyerang balik Grey. "Eh, masih bisa berdiri ya" ucap lucas santai.
Sekali lagi Grey berlari tanpa memperdulikan keadaan tubuhnya yang terbalur darah. Ia bergerak dengan gesik sampai benda tajam itu menusuk jantung Lucas.
"LARI CEPAT LARI"
Karena rasa sakit di dadanya. Lucas menusuk tubuh Grey dengan kuku-kuku tajamnya. Sedangkan Aria masih terdiam membeku melihat pemandangan di depannya.
"CEPAT LARI" "Tetaplah hidup untukku, putri"
Aria berlari meninggalkan Grey yang sekarat. Kedua matanya berair dan wajahnya sembab. Masyarakat Antracia tak tersisa satu pun, kecuali dirinya. Meskipun begitu ia harus tetap hidup dan membalaskan dendamnya nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fated (on going)
FantasyAntracia, sebuah negeri yang terletak di sebelah barat negeri para vampir, Oregun. Merupakan negeri para wizard putih, meskipun begitu mereka tetap hidup berdampingan dengan para manusia. Dan melindungi para manusia dari serangan makhluk imortal, s...