Bagian 4-revisi

2.6K 121 1
                                    

Dahulu hiduplah seorang gadis yang terkenal ayu. Ia kerap memakai kebaya kuning serta sanggul di kepala. Tutur katanya halus, adabnya sopan, dan ayahnya adalah orang penting di Kampung Tanjung. Nama gadis itu ialah Ninik Susilawati. Pesona Ninik bukan hanya dari tindak-tanduk saja, siapa pun pria yang mendengar suara dan menatap matanya yang indah itu, niscaya mereka akan tersihir. Tak heran para jawara masa-masa itu berlomba-lomba demi mendapatkan hatinya.

Sayangnya, Ninik tidak pernah terpikat kehebatan maupun ketampanan para jawara-jawara itu. Ia telah menolak puluhan lamaran, tetapi lamaran-lamaran lain silih berganti menghampirinya. Acap kali orang yang sama berulang-ulang datang. Mereka membujuk Ninik supaya mau menikah. Namun, Ninik tidak sedikit pun termakan rayuan itu dan dengan sopan ia menolak setiap lamaran yang datang. Mereka tidak tahu bahwa di hati wanita itu sudah tertulis nama orang lain, pemuda biasa yang tak lain seorang putra pembantunya.

Hubungan sang gadis dan anak oembantu itu tak diketahui oleh siapa pun sama sekali. Ayah sang gadis sangat berhati-hati dalam menentukan pasangan anaknya. Dia selalu berharap Ninik menikah setidaknya dengan keluarga hartawan atau minimal orang penting.

Cinta sang gadis harus kandas tatkala kabar menyedihkan datang. Sang pemuda yang dicintainya itu mati tanpa sebab yang jelas. Padahal, ketika itu Ninik sedang mengandung anaknya. Demi menutupi aib, akhirnya Ninik mencoba meluruhkan janinnya. Ia meminum segala jenis racun, mendatangi dukun, tetapi tak satu pun membuahkan hasil. Jabang bayi itu tetap hidup di perutnya. Suatu hari  ia mendapatkan wangsit lewat mimpi: cara membunuh jabang bayi itu yaitu dengan bertirakat di sebuah pohon beringin besar di tepi kuburan. Akhirnya, ia menjalankan wangsit itu. Bertahun-tahun lamanya Ninik menghilang. Setelah ia selesai bertapa lalu kembali ke kampung. Kehidupan sudah berubah. Orang-orang di kampung tidak mengenalnya lagi. Mereka mengira wanita itu sudah lama mati.

Menyesal karena telah lama bertapa hanya karena ingin menggugurkan bayinya, Ninik pun memutuskan menetap selamanya di hutan, ia membangun pondok kecil di dekat pohon beringin tempat ia biasa bersemedi. Di masa lalu, orang-orang kampung sering kali melihat Ninik duduk di bawah pohon rimbun seperti menimang bayi. Dari sanalah cerita bahwa Ninik menjadi dukun beranak genderuwo berasal. Mereka pun mulai memanggilnya dengan julukan Nyai Jontro.

"Padahal Ninik dan Nyai Jontro adalah orang yang berbeda," cerita Nek Iroh.

Aku terhenyak mendengar kisah yang diceritakan Nek Iroh. Aku baru tahu bahwa Nyai Jontro dan Ninik ternyata bukan hantu atau orang jahat seperti yang banyak orang ceritakan selama ini. Dia juga bukan dukun beranak. Nasibnya tidak berbeda jauh denganku. Hanya aku tak pernah terpikir sedikit pun ingin menggugurkan kandunganku.

Yang membuatku lebih terkejut lagi, ternyata wanita yang selama ini menolongku adalah Nek Iroh. Orang yang kukira hantu Nyai Jontro.

Nek Iroh bercerita. Malam itu, pada saat ia sedang membersihkan tubuh salah satu putraku. Dari balik semak-semak, ia melihat dua orang datang menyeret tubuhku ke atas makam Nyai Jontro. Setelah melakukan itu mereka kemudian langsung kabur membawa seorang bayiku pergi.

Aku memandangi wajah Nek Iroh. Ia  membuatku teringat kepada Emak. Cara bicara yang lembut dan senyum yang menyembunyikan kerut-kerut berjajar di mukanya itu begitu mirip. Meski Nek Iroh sudah berusia lanjut, tapi ia masih terlihat lincah.

"Nek, jika tidak keberatan, aku mau mengajak Nenek ikut ke rumahku. Aman pasti senang berkenalan dengan nenek.

"Atau Nenek boleh tidak di rumah kami, aku tidak keberatan Nenek menemaniku dan Aman. Aku ingin membalas kebaikan Nek Iroh sembilan tahun yang lalu," ucapku. 

"Ah, nenek tak mau merepotkanmu. Biarlah nenek tinggal di gubuk reyot ini."

"Ayolah, Nek. Aku ingin membalas budi. Alangkah bahagianya aku jika punya satu orang keluarga lagi."

Nek Iroh mengambil tanganku dan mengelusnya. "Kau orang baik."

"Jadi Nenek mau ikut aku ke rumah?" tanyaku.

"Baiklah. Nenek akan ikut kamu malam ini saja. Nenek ingin bertemu dengan Aman."

"Kenapa cuma semalam? Kenapa tidak selamanya, Nek?"

"Tidak, Sri. Nenek tak bisa berlama-lama meninggalkan gubuk ini. Walaupun gubuk ini reyot, nenek ingin tetap menjaganya."

"Baiklah, Nek."

Anak GenderuwoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang