Life Companion 12

1.1K 60 13
                                    

Disinilah daniel sekarang berdiri, di halaman rumah megah bertingkat dua. Sudah setengah jam dia duduk di dalam mobil keluar sebentar dan lalu masuk kembali, ia sebenarnya masih mengumpulkan niat atau pun keberaniannya untuk masuk ke dalam rumah tersebut , sungguh entah mengapa dia menjadi panas dingin, perasaan ini muncul dengan begitu mudahnya hingga menghancurkan niat awalnya.

"huh! kali ini kau harus bisa daniel!" ucapnya yg tengah mempersiapkan diri untuk mengetuk pintu

tok...tok...tok...

baru saja ia mengetuk pintu jantungnya sudah berdetak dengan kuat bagaimana jika nanti ia berhadapan dengan jihyo? coba bayangkan dan rasakan  (ogah! malesin, kalian jangan mau 😂)

melirik kiri kanan, tak ada seorang pun disana

tok...tok...tok...
daniel kembali mengetuk

"rumahnya lumayan bagus tapi kenapa tidak ada bel ?" kesal daniel, ayolah siapa pun pasti pernah merasakan hal seperti daniel bukan ? bertamu ketempat seseorang lalu mengetuk pintu namun tak ada yg menyahut ataupun membuka pintu pasti rasanya mengesalkan!

"ya ampun apa kali ini aku harus pergi?" tanya nya pada dirinya sendiri

daniel pun kini mulai berniat melangkahkan kakinya pergi namun sebelum itu pintu terbuka, ia berpaling

dilihatnya jihyo saat ini berdiri dengan menggunakan daster dan jangan lupakan kepalanya tengah dililit dengan handuk kecil berwarna pink

keduanya saling memandang tanpa ada niat menyapa, mereka sama-sama bingung.

Daniel terus saja memandangi tubuh jihyo, terlihat perubahan yg jelas pada perut wanita itu, ya perutnya kini sudah lumayan besar maklum ini memasuki enam bulan kehamilannya

meneguk salivanya sebentar daniel pun kini mulai memberanikan diri untuk mendekat

"jihyo" ucapnya yg hanya dibalas jihyo dengan sebuah tatapan, tidak ada tatapan tajam, dingin atau apalah itu sangat sulit untuk menggambarkannya

"bisa aku bicara padamu ?" tanya daniel

"memangnya tadi kau tak bicara ? " jawab jihyo dengan wajah polosnya

"ah itu  hm.. maksudku" daniel jadi bingung sendiri, astaga kenapa wanita dihadapannya ini begitu.... ah daniel jadi sulit untuk mengatakannya

"bicaralah" sahut jihyo yg mengerti akan raut wajah daniel, jujur sebenarnya saat ini ingin ia menangis dan memeluk pria ini namun entah kenapa ia mencoba menahan diri

"jihyo bagaimana denganmu, apa kau baik-baik saja?" rasanya daniel ingin mengumpat, bagaimana ia berbasa-basi seperti itu, memalukan!

"aku tidak tahu" jawabnya seraya menunduk, rasanya ia ingin menangis sekarang juga. Percayalah dia sangat merindukan pria ini

daniel meneguk salivanya susah payah, jujur ia bingung dengan reaksi jihyo sekarang ingin bertanya tapi rasa takut itu muncul kembali memenuhi hatinya

"aku membencimu bodoh!" jihyo malah terisak membuat daniel terpaku ditempatnya

"kau pria hiks.. menyebalkan mati saja sana!" jihyo mencoba mendorong dada bidang daniel walau tubuh itu sama sekali tak bergeming

"jihyo maafkan aku" daniel tiba-tiba saja meraih jihyo ke dalam pelukannya, sangat erat hingga jihyo tak bisa bergerak

"kenapa menemuiku hah! bukannya kau membenciku ?" jihyo masih terisak namun suaranya teredam karena berada di pelukan pria itu

"maaf sayang, aku mohon maaf kan aku. Aku mencintaimu, sungguh!" katanya lalu mengecup pelipis jihyo bertubi-tubi

Short Story With JihyoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang