Hanif datang, Ica makin penasaran. Bukan perihal tentang Hanif yang tiba-tiba ke rumah, tapi tentang apa yang ingin disampaikannya.
Mencium tangan mertua adalah tindakan pertama yang dilakukan Hanif. Dia ingin calon mertuanya itu suka terhadapnya—walau memang sudah menyukainya.
Ica memakai pakaian yang diberikan oleh Hana. Begitu indah pandangan orang-orang, tapi berbeda dengan Ica. Dia justru tak nyaman dengan pakaian ini.
Dress, iya. Salah satu pakaian yang Ica benci. Gak tau dari dulu sampai sekarang dia tidak menyukai itu.
Hanif duduk tepat di hadapan Ica. Begitu getaran terasa amat kencang. Dada Ica serasa ingin terbang. Namun, ia harus bertahan agar tak terlihat oleh siapapun.
"Maaf sebelumnya sudah membuat repot keluarga Ica." Kakinya bergetar hebat, lidahnya mendadak ngilu, ya begitulah kondisi Hanif sekarang.
"Ah, tidak apa-apa. Setiap hari ke sini juga tidak apa," jawab Emak sumringah.
"Jadi, Nak Hanif ada apa toh mampir ke gubuk kami?" tanya Babeh.
Hanif semakin tak karuan. Semua kalimat yang harusnya diucapkan justru hilang tanpa kabar. Semuanya tinggal gemetar.
"Ja...ja...ja...di ha...ha...ri i...i...ni."
"Nak Hanif minum dulu agar tak grogi," potong Babeh. Ica terkekeh melihat tingkah sang pangerannya.
"Bro, santai aja kali," ejek Sandi.
Hanif benar-benar tak tau apa yang terjadi pada dirinya. Ternyata sulit juga mengungkapkan apa yang ada di dalam hati. Ingin rasanya berteriak, tapi malu.
Terdengar suara Adzan berkumandang. Itu mungkin akan menjadi satu kesempatan untuk menenangkan. Dan setelah ini Hanif akan menyampaikan seluruhnya di hadapan keluarga sang pujaan hati.
Setelah menunaikan ibadah, kembali lagi pada kondisi yang menegangkan. Hanif berkeringat. Lidahnya kembali kelu. Matanya melirik sekilas gadis pujaan. Dan dengan sigap Hanif memberanikan diri.
"Bismillah. Maaf sebelumnya tadi Hanif lumayan grogi, tapi sekarang insyaallah sudah lebih baik."
"Jadi, Hari ini saya ingin melamar putri Babeh." Hanif terus saja beristighfar dalam hatinya berupaya untuk siap menahan jawaban yang dikeluarkan.
Semua tertawa. Aneh, itu yang ada dipikiran Hanif. Mereka pikir hanya bercanda dan tidak seserius ini.
"Bro, Lo serius mau ngelamar Ade gue?" tanya Sandi yang tak percaya dengan semua ini.
"Alhamdulillah, saya serius, Bang," ucap Hanif mantap.
"Babeh mah ga percaya aja Nak Hanif mau sama anak Abah yang jelek ini." Tawa pun lepas dalam keluarga itu. Benar-benar keluarga yang aneh.
"Babeh!" sentak Emak. Babeh menunduk takut jikalau nanti Emak justru melempari piring lagi.
Ica yang sedari tadi diam itu kini tersenyum. Tak menyangka pria tampan seperti Hanif mau ngelamar gadis sederhana macam dirinya. Namun, dalam hatinya terbesit untuk menjauh dari Hanif.
Ini kesekian kalinya Ica merasakan hal yang tak seharusnya dipikirkan. Tidak! Tidak seharusnya Ica berpikiran menjauh dari Hanif karena sebentar lagi dia akan menjadi pangeran yang mendampingi hidupnya.
"Bagaimana, Ca? Emak mah terserah sama Lo aja," ucap Emak menyerahkan semua keputusan kepada putrinya.
Ica diam. Dia bimbang. What? Ica bimbang? Padahal, dia adalah wanita beruntung yang dapat memiliki pria tampan seperti Hanif.
"Ica ...."
🌼🌼🌼
Bismillah...
Semoga pada suka🥰👌
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumi dan Bulan
Teen Fiction"Mulai hari ini, Adek jadi pacar Abang." Sebuah kalimat terlontar saja dari pria tampan. Menatap wanita pujaan yang disayang dan selalu dinanti kehadirannya. "Bang, maaf sebelumnya. Adek ini kan jauh dari kata sempurna sedangkan Abang itu lebih dar...