18 : Salah Sasaran

11.8K 1.7K 143
                                    

Gue belum pernah masuk ke kelab malam, diskotik, dan sebagainya karena dua hal. Satu karena gue nggak suka suasana hingar bingar yang pasti bikin gue pusing. Dan kedua, karena gue selalu dilihat sebagai anak di bawah umur yang nggak diperbolehkan masuk ke sana meskipun gue memperlihatkan id card gue.

"Abang pergi dulu, kamu nggak apa-apa ditinggal dirumah sendiri?"

Bang David pamit ketika gue masih bergelung di sofa ruang tengah. Dengan selimut, camilan, dan softdrink yang memenuhi meja di depan gue. Di televisi, Harry Potter And The Prisoner Azkaban sedang berputar dan hampir selesai. Harry yang masih remaja berhasil membebaskan Sirius Black dan itu masih saja membuat gue terharu.

"Nggak usah nangis lagi. Nanti cantiknya luntur." Bang David mencubit pipi gue. Membuat gue memekik dan air mata karena rasa haru nggak jadi meluncur bebas.

"Apaan sih Bang. Siapa yang nangis, ih! Kay lagi terharu loh ini." Gue mencibir. Bangkit dan mengantar Bang David ke depan rumah. Supir sudah menunggu dengan Mercy yang sangat jarang digunakan. Setelan Bang David yang menggunakan jas pas badan juga menambah sempurna penampilannya. 

"Abang Kay ganteng banget sih." Puji gue.

"Iya. Tapi Abang jadi jomlo gara-gara kamu nggak mau diajak pergi."

Gue mengibaskan tangan. "Mata Kay bengkak karena nangis. Mana boleh Kay pergi dalam keadaan nggak sempurna seperti ini."

Bang David tertawa. Sekali lagi berpesan agar gue baik-baik saja karena mungkin saja acara yang akan Bang David datangi selesai larut malam. Yah, wajar saja sih. Jam sembilan saja Bang David baru pergi ke acara ulang tahun rekanan kerjanya. Bisa saja nanti dia balik dini hari.

Gue kembali masuk ke dalam. Televisi sudah menampilkan layar gelap dan berakhir sudah film ketiga serial Harry Potter. Harusnya gue memutar seri ke empat dan melupakan semua yang buat gue kesal dan sedih. Bang David juga setia menemani gue dan menjadi salah satu sebab gue bisa lupa dengan Genta dan Syakira.

Tetapi ketika rumah menjadi sepi, gue tiba-tiba merasa sepi dan ingin keramaian.

Otak gue rasanya bersinar ketika tempo lalu Cecep mengatakan nama salah satu club yang sering dia datangi. Apa gue ke sana aja ya?

***

Sepertinya gue memang harus menarik ucapan gue mengenai club yang akan penuh sesak oleh manusia berbau nggak jelas. Dragonfly, tempat yang sering Cecep kunjungi memang nggak seperti itu. Dengan lampu berwarna ungu, malah membuat club itu menjadi terlihat mewah. Apalagi musik yang terdengar cukup bisa gue nikmatin. 

Satu hal yang sangat gue syukuri adalah, bahwa akhirnya gue diperbolehkan masuk ke dalam club! W

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Satu hal yang sangat gue syukuri adalah, bahwa akhirnya gue diperbolehkan masuk ke dalam club! W. O. W kan?

Musik yang asik ditelinga terdengar. Badan gue juga ikut-ikutan bergerak tanpa gue komando. Ketika melihat banyak orang-orang yang kemudian turun ke lantai dansa, gue jadi ikutan dan berjingkrak-jingkrak senang. Ya ampun, senang banget gue hari ini. Ternyata ini ya yang buat Cecep sering bolak-balik nongkrong di Dragonfly.

RUMBLINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang