Tidak ada yang berubah. Charis masih menjemputnya. Pesan yang dia terima pun seperti tidak pernah dia baca. Toh sejak awal, hubungan ini akan selesai. Entah itu berlanjut untuk menjadi hubungan yang lebih serius. Atau selesai dalam artian benar-benar selesai tanpa berbekas.
Wanda sudah menyiapkan hatinya. Meskipun sebuah hubungan menyatukan dua hal yang berbeda. Tapi tidak ada perbedaan semencolok dirinya dan Charis. Jadi Wanda sudah tahu kemana hubungan ini akan pergi.
Wanda hanya ingin menikmatinya hari ini. Yang mungkin akan menjadi mustahil di masa depan.
"Kalau kamu mau tanya aku udah sarapa apa belum. Jawabannya belum, dan kebetulan lagi nggak pengen sarapan," kata Wanda tanpa melirik ke arah Charis. Seolah tahu apa yang dikatakan oleh lelaki itu. Tapi, memang betul, setelah menjalani rutinitas pagi setiap hari dengan Charis, kalimat yang selalu dipertanyakan pertama kali adalah, kamu udah sarapan?
Tapi pagi ini, Wanda benar-benar sedang tidak bermaksud untuk sarapan. Dia sedang tidak ingin makan atau apapun yang biasanya dimanfaatkan oleh Charis untuk mengulur waktu. Jadi biarlah dia yang mengawali bahwa dia sedang tidak ingin sarapan.
Charis mengangguk. Sejak awal dirinya melajukan mobil, ada sebuah keraguan. Mengingat Wanda tidak membalas pesannya. Padahal dia ingin tahu seperti apa tanggapan gadis itu terhadap situasi ini. Apakah marah. Apakah kecewa. Atau hal-hal lainnya.
Tapi Wanda sulit ditebak. Dia tidak mengatakan apapun, bahkan pagi ini. Dia pikir Wanda akan melakukan berbagai drama untuk tidak berakhir di dalam mobil yang sama. Tapi tidak. Wanda ada di sampingnya. Seolah tidak ada yang terjadi di antara mereka.
"Kamu nggak baca pesan aku semalam?" Charis memandang Wanda sebentar. Sebelum dia kembali fokus ke jalan yang terhampar di hadapannya.
Wanda mengerukutkan bibirnya dulu sebelum menjawab. Ragu. Dia takut percakapan ini akan berakhir di titik yang tidak dia inginkan. Misalnya, jika kenyataannya bahwa Charis memang hanya membuatnya mengisi kekosongan yang dia miliki. Sementara kebenarannya, lelaki itu memiliki perempuan lain.
Buruknya, Wanda sedang tidak ingin mengakhiri hubungan ini sekarang. Dia masih menikmati perhatian demi perhatian yang lelaki itu berikan. Jadi, tidak bisakah mereka berhenti untuk membahas situasi yang sangat memungkinkan dirinya kembali merasa kehilangan?
Tapi, Charis menunggunya. Menunggunya untuk membahas apa yang terjadi.
"Baca kok," balas Wanda pelan. Berharap Charis tidak mendengarnya saja.
Charis tidak tahu apa yang sekarang ada di pikiran Wanda saat ini. Dan dia juga tidak ingin menebak apapun. Jadi, dia menyematkan jemarinya di tengah jemari Wanda. Memberikan keberanian untuk menjanjikan sesuatu yang dia juga tidak tahu. Apakah dirinya bisa menepatinya nanti.
"Aku memilih kamu. Bukan orang lain. Aku nggak mau kamu gamang dengan hubungan ini. Aku tahu ini agak sedikit berlebihan. Tapi, aku yakin aku bisa lewatin situasi ini."
Dalam hati, Wanda ingin berdesis. Dia tidak bisa mempercayai apapun yang dikatakan lelaki itu sekarang. Semenjak dirinya menerjunkan diri pada organisasi, dia sering menemukan permasalahan seperti ini. Lelaki yang punya kekuatan dan kekuasaan. Selalu menjadi pemenang di antara mereka. Dan Wanda merasa, bahwa Charis sudah selangkah lebih depan.
Wanda menarik genggaman tangannya pada Charis. Tiba-tiba saja moodnya memburuk. Kemudian, "Sejujurnya, aku juga nggak tahu harus percaya apa nggak. Kamu tahu, ini terlalu baru buat aku. Dan aku harap kamu juga tahu jika apapun keputusannya tidak akan menguntungkan buat aku."
Charis menggeleng. Hubungan ini dia yakin bukan untuk menguntungkan siapapun. Tidak ada yang mau duduk dan menghadapi situasi yang dia alami saat ini. Semuanya terlalu berbahaya. Dan tidak ada yang tidak menyakiti Wanda.
YOU ARE READING
A Midsummer Nights Dream ✔
FanfictionWanda hanya tidak percaya pada cinta. Dia memilih melakukan apapun sendirian. Lalu Charis datang. Membuktikan cinta itu punya kekuatan magis. Tapi Wanda tidak pernah percaya. Bagi Wanda, cinta sangat menyakitkan. Bagi Wanda, cinta hanya membawanya p...