Sinning

524 43 35
                                    

This story content explicit words and gore and the mention of blood.

If you don't like this kind of stuff please don't read it.

Aku mengerang bebas ketika pria yang sedang mencengkram pinggangku itu menyentuh titik terdalamku. Giginya menancap di bahuku, memaksa sebuah desahan lepas dari bilah bibirku ketika gigi milik pria itu merobek kulitku, mengotori tubuhku dengan warna merah. Aku tidak dapat melihat wajah pria yang berlutut di belakangku itu tapi aku yakin dia sedang menyeringgai sekarang. Membayangkannya menyeringgai dengan darah merah segar menghias ekspresinya membuatku mencapai puncakku. Namun, bahkan ketika udara seakan menolak kuhirup, rasanya belum cukup. Aku ingin lebih dan pria itu akan memberikanku lebih. Whether he likes it or not.

---------------------------

Erangan kembali menggema di ruangan yang kini pengap itu. Sosok tubuh pucat dengan luka berdarah dan memar menghiasi tubuhnya sedang terduduk diatas perut seorang pria yang sedang menyeringgai. Lidahnya bermain di leher pria itu, membisikkan kalimat berdosa. Geraman yang dalam mengudara ketika si pucat bergerak turun, meninggalkan kecupan basah seiring dengan gerakannya hingga bibirnya telak mengecup pusat gairah pria itu.

Si pucat melebarkan mulutnya dan turun, secara perlahan memasukkan benda itu ke dalam mulutnya, mengulum perlahan dan menelan. Tindakannya membuat pria itu menarik tangannya yang terikat dan menghentakkan pinggulnya ke atas, membuat si pucat tersedak. Tapi, sebuah jeritan merobek ketenangan yang sensual. Dengan bibir yang dikotori darah si pucat menyeringgai, membuat sang pria mengumpat kasar dan mulai memberontak.

"Let's play something more fun, yeah?" Suara yang serak terdengar membisik, sementara si pucat merangkak naik untuk kembali duduk di perut pria yang masih mengumpat.

---------------------------

Aku mendecih pelan ketika melihat berita. Para polisi bangsat itu menjelekkan-jelekkan pekerjaanku. Tidak bisakah mereka melihat seniku? Tidak bisakah mereka melihat usahaku? Kurasa aku memang tidak terlalu berusaha, setidaknya mereka tidak membaca melewati tindakanku itu. Dengan sebal aku keluar dari ruang kantorku. Sudah berapa jam sejak aku terakhir kali berjalan-jalan keluar? Seminggu? Dua minggu? Kurasa aku akan mencoba keluar hari ini.

Salah satu pelayanku memberikanku jaket yang biasa kupakai tapi kurasa udara siang ini terlalu panas untuk menggunakan jaket. Dengan sebuah senyuman kutolak jaket itu dan lebih memilih keluar dengan kaus lengan panjang dan celana jeans yang sedang kupakai.

Udara di luar terasa menyegarkan ketika kau terperangkap di ruanganmu selama dua minggu, walaupun pastinya banyak polusi, mengingat jumlah mobil yang berlalu lalang dan sedikitnya tanaman. Menyadari hal-hal seperti ini membuatku merasa prihatin dan keinginan untuk merubah keadaan semakin kuat. Tentu saja, aku tidak hanya berpikir, aku sudah membuat charity dan mengumpulkan miliaran untuk dana penanaman pohon massal. Ah, rasa bangga menghinggapi batinku ketika aku mengingat hal tersebut.

Aku memasuki sebuah bakery dan segera mencium aroma manis roti yang baru di panggang. Kurasa tempat ini baru dibuka karena aku tidak pernah melihat tempat ini sebelumnya.

"Selamat datang!" sebuah suara yang jika harus kudeskripsikan seperti madu yang manis menyapa gendang telingaku, membuatku menoleh.

Sesosok pemuda yang, damn, menggemaskan sedang tersenyum lebar hingga matanya menyipit ke arahku. Jantungku seakan berhenti berdetak untuk sedetik. Aku merasakan pipiku menghangat ketika sosok itu mendekatiku dan aku berani bersumpah dia tercium seperti kue kering yang baru selesai dipanggang. Begitu manis, begitu menggoda.

"Tuan? Apa ada yang bisa saya bantu?" Suara itu menyadarkanku dari lamunanku.

f-fuck, apa dia berbicara tadi? Aku tersenyum canggung dan mengangguk,

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 09, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang