"Kayara bolo-bolo! Lo ke mana aja?!" Cecep, dengan suara menggelegar as always berhasil membuat seluruh perhatian lobby gedung nomor satu FEB beralih ke arahnya. Tubuhnya, yang gue akui sudah lebih kurus daripada sebelumnya menyeruak keramaian sehingga dia berdiri di samping gue. Tote bag bergambar harimau sumatra mewarnai penampilannya hari ini yang menggunakan celana hitam, kaos putih, dan kemeja belang-belang mirip macam.
Duh, bisa nggak sih gaya Cecep nggak lebih norak dari ini?
"Mau tahu aja apa mau tahu banget?" Gue berdecak. Memilih mengabaikannya dan mulai membereskan tas dan segera pulang. Setelah konsultasi dengan Pak Pri mengenai mata kuliah yang sebaiknya gue ambil karena keterbatasan otak gue, gue merasa menjadi makhluk paling bodoh sejagat raya. Meski begitu, Pak Pri dengan sabar dan telaten mendukung gue dan mengatakan bahwa mahasiswi dengan IPK pas-pasan, bisa memiliki masa depan yang cerah.
Gue menghargai pesan-pesannya. Meskipun ilmu akuntansi yang gue peroleh nggak bakalan dipergunakan dengan maksimal. Gue nggak mau bekerja menjadi akuntan ataupun audit di manapun, terutama di keluarga gue yang mana bisa saja gue melakukan kesalahan dan membuat rugi. Bisa hilang sumber kekayaan dan kenyamanan hidup princess. Mending gue merawat diri dan mempercantik rohani dan jasmani gue untuk menemukan pangeran yang sesungguhnya. Setelahnya, gue nggak bakalan susah payah untuk kerja dan bisa mendatangi satu pesta ke pesta lainnya ataupun arisan sosialita seperti yang biasanya Mami lakukan. Membesarkan anak-anak yang lucu dan menggemaskan juga masuk ke dalam rencana hidup gue.
"Lo mau ke mana sih Ceu, buru-buru amat." Cecep nggak menyerah. Dia menyamakan langkahnya dengan gue.
Gue masih berjalan cepat. Siaga melihat kanan dan kiri karena khawatir adanya iblis yang belakangan mendatangi fakultas gue untuk memburu gue.
"Tadi gue lihat Genta ada di kantin. Lo nggak mau nyamperin dia?"
Gue berhenti melangkah yang diikuti oleh Cecep. Gue melihatnya ngeri dan menggeleng keras. "Jangan sampai gue ketemu dia."
Gue lalu menyeret Cecep. Memberikan perintah agar dia masuk ke mobil Toyota Rush gue dan melaju pergi.
Cecep bersiul ketika menyadari bahwa kendaraan gue telah berganti. "Enak banget ya anak sultan. Mobil mogok aja langsung ganti baru."
Gue mendengkus. "Nggak usah ngeledek. Paling lo bakalan sering minjem mobil gue kalau nanti ada perlu."
"Bisa aja lo Ceu." Cecep tertawa membenarkan. "Lo seriusan nggak mau ketemu sama Genta? Kalian nggak lagi berantem kan?" Tanyanya penuh selidik.
Gue bungkam dengan dalih bahwa gue harus berkonsentrasi menyupir. "Beberapa hari belakangan dia lebih sering nongkrong dan nanyain lo ke anak-anak yang dia kenal. Lo tahu circle pergaulan dia luas banget. Dia bisa jadi preman banget, tetapi dia juga bisa jadi orang paling supel yang lo temui."
"Kenapa dari awal lo bilang kalau Genta itu preman? Memangnya dia suka malak anak baru?" Tanya gue penasaran. Dia nggak kelihatan seperti parasit FEB yang memiliki tubuh gempal seperti Cecep dengan wajah sengak nggak tahu malu dan kelihatan sering malak si klenting kuning dadakan yang mendadak terkenal karena skandalnya bersama Ken.
Enggak enggak. Genta bahkan nggak ada seper-sepuluhribunya dari si parasit bernama Bambam itu.
Cecep memutar bola matanya. Tangannya mulai membuka dashboard mobil dan berteriak girang ketika menemukan aneka camilan sehat yang memang selalu dikondisikan penuh oleh pembantu gue. Katanya untuk keadaan darurat dan teman jika Jakarta mulai macet.
"Kan gue pernah cerita kalau dia pernah bikin anak orang keluar dari kampus."
"Cuma itu?"
Cecep mengedikkan bahunya nggak peduli. "Lo nggak tahu parahnya anak fakultas seni kalau ospek. Bisa nangis darah mereka. Dan yang lebih parah, Genta selalu jadi barisan terdepan untuk bikin para maba nangis darah dan berharap nggak pernah dilahirkan."
"Masa sih?"
"Gue nggak percaya pada awalnya. Tetapi kenalan gue yang hidup di fakultas sebelah memang mengatakan hal yang sama. Lo nggak tahu kan mereka bakalan bikin gundukan tanah dengan nisan atas nama lo kalau lo berani untuk mangkir dalam acara ospek mereka."
"Dan pihak fakultas mengizinkan?"
Cecep mengedikkan bahunya. "Faktanya mereka oke-oke aja sampai saat ini," Cecep membuka bungkus fitbar kedua. "Yah. Balik lagi ke Genta." Gue langsung memasang atensi penuh gue ke Cecep. "Gue mungkin berlebihan mengatakan dia preman kampus. Tetapi setahu gue, dia bisa jadi sangat memaksa kalau ada hal yang dia inginkan dan dia incar."
Gue menggigit bibir. Menepikan mobil di tempat parkir kafe pertama yang gue lihat di daerah kuningan.
"Menurut lo, berapa persen kesempatan untuk lepas dari inceran dia?"
Cecep memasang wajah kasihan. "Nol persen princess." Dia membuka pintu mobil. Menyeret gue masuk ke dalam kafe dan memesan beberapa makanan sementara otak gue masih mencerna.
"Gue denger apa yang terjadi di Dragonfly lusa lalu dari Mada. Dari cara lo yang menganggap Gio sebagai Genta dan ngomel-ngomel seperti itu, gue duga kalau lo sedang mencari cara buat lepas dari dia."
Gue mengangguk.
"Sayangnya, itu nggak akan bisa terjadi kecuali lo pindah ke Amazon dan berteman dengan ikan piranha di sana."
Gue menabok lengannya. "Bisa serius sedikit enggak sih?"
Cecep tertawa puas. "Awalnya gue memang ngakak banget pas Mada cerita ke gue. Salah gue karena lo jadi cupu dan nggak kenal mahasiswa populer di fakultas. Seenggaknya, lo harus manfaatin gue yang punya banyak relasi untuk kenal orang-orang penting di sini. Elgio Irene aja lo nggak kenal sampai bisa salah sasaran gitu. Payah banget! Padahal fakultas kita kan salah satu sarang cowok dan cewek populer di Satria."
"Boleh gue bilang, kalau gue nggak begitu peduli?"
Cecep kembali memutar bola matanya. Meminum jus sunkist yang baru saja pelayan antarkan. "Karena mereka semua nggak ada yang masuk dalam standart pangeran idaman lo?" Dia mencibir. "Intinya adalah, gue mulai kasihan sama lo karena menurut Mada, Genta beneran nggak akan melepas lo apapun yang terjadi. Gue nggak tahu ada masalah apa lo sama dia karena Genta jarang banget bersikap seperti ini. Lo juga masih belum terbuka sama gue gimana awalnya lo resmi jadian sama Genta. Gue kira awalnya lo cuma main klaim dan Genta cuma bikin lo jadi hiburannya semata. Tetapi dari ilmu penerawangan gue, kayaknya nggak sesimpel itu yang terjadi. Sebagai temen satu-satunya yang lo punya di satria, gue cuma berpesan satu hal," matanya menyipit serius dan gue mulai ketar-ketir dengan yang Cecep katakan selanjutnya. "Lo harus siapin mental dan tenaga lo mulai sekarang."
***
Berang-berang Alaska, after dan before.
Lunas ya.
Gue balik ngeburuh dan kembali ngeburuh tulisan buat kalian.
Perasaan Genta memang masih abu-abu, biarkan mengalir dan sedikit demi sedikit terkuak.
Selain perasaan Genta yang katanya tulus nggak tulus, apalagi yang bikin kalian penasaran di Rumbling?Oh iya, 200 komentar dan 750 vote untuk lanjut.
Lama juga nggak apa-apa biar gue bisa sedikit beristirahat.
Hahahahaha.Cek Twirling dan Rocking!
See ya...30.01.2020
KAMU SEDANG MEMBACA
RUMBLING
ChickLitKayara tipikal anak manja dengan parfum Les Exclusifs De Chanel. Percaya dengan fairy tale dan cinta pada pandangan pertama. Kayara telah menunggu moment love at first sight seumur hidupnya. Merasa berdebar-debar dan terbang melayang ketika melihat...