Nyala di Jantungku

21 0 0
                                    

-untuk seseorang yang lahir dengan nama Salmantyo Ashrizky Priadi.

Sal, nama bekenmu pertama kali ku lihat di playlist Youtube temanku yang sangat menyukai musik 'indie'.
Waktu itu views-mu baru mencapai 8000sekian-sekian. Kau nyanyi di Ubud. Sambil ngudud. Suaramu serak. Ku sangka kau akan tersedak. Sebaliknya aku yang hatinya kau acak-acak. Aku menangis waktu mendengar lagu dari video berjudul 'Ubud Live Session'. Indah sekali Sal. Tepatnya kekejaman yang indah. Mati yang indah. Retak yang indah. Bahkan aku bisa membayangkan birunya jantung yang patah hingga darahpun enggan memecah.
Bagaimana sanggup kita bermain dendam dengan seseorang yang denyut nadinya berdentum lebih dekat dari urat leher sendiri?
Bagaimana bisa kita marah pada seseorang yang setiap paginya selalu menjadi alasan kita memulas tawa yang renyah?
Bagaimana bisa kita membalas perbuatan yang sekalipun keji namun di lakukan oleh seseorang yang bulir darahnya kita yakini telah tertoreh nama kita dalam kultusan, lauhul mahfuz, genesis dan serat-serat?
Ya Sal. Menjadi jantungnya. Lalu berhenti semau kita. Biar dia tahu rasanya hampir mati. Ditikam karat hatinya sendiri.
Terima kasih Sal.
Cara balas dendam terindah ini sempat ku lakukan pada seseorang yang pernah ku hujani dengan maaf-maaf setelah sulut apinya membakar hati. Kini ia berada di kota hujan. Nun jauh di sana bersama setengah hati yang kosong bekas kebakaran hebat Desember lalu. Syukurlah. Apinya telah padam. Tapi Sal. Aku merindukan nyala itu. Aku ingin mendiangkan tangan di depannya. Aku ingin. Sekali lagi. Merasakan hati yang hangat.
Dua tahun sejak 'lagu Ubud Live Session' yang tak juga ku ketahui judul aslinya (padahal telah ku unduh dan menjadi salah satu mantra tidur ajaib), kini kau datang lagi Sal.
Dengan wajah yang lebih terang. Dengan kemeja yang lebih bermerk. Dengan cincin sepasang dengan Sarah Desitha.
Dengan label 'penyanyi yang ngaminin sesuatu dengan serius'.
Membawa Nyala.
Sal, sekarang aku mendengar Nyala sambil kesemsem bukan nangis heboh dan nyalahin nasib lagi.
Aku ingin jadi detak jantung seseorang yang tinggal di kota paling panas di Indonesia.
Aku ingin jadi setitik nyala api bagi malamnya yang sepi dan dingin.
Aku ingin. Sekali lagi. Dalam hidupku. Membakar malam. Menyulut renjana di tempat tidur. Lalu, lebur. Dan paginya aku ingin sekali lagi tersenyum dengan peluh yang berbaur lewat sprei yang berantakan, rambut awut-awutan, dan tentunya dia yang mendengkur lirih.
Terima kasih Sal.
Nyala itu memang senyala-nyala di hati.
Nyala itu pernah garang dan radang.
Nyala itu pun lentera di tengah belantara.
Nyala itu.
Selamanya abadi seperti kata Coldplay dalam lagu Everglow.
Atau seperti kompor abang tukang nasi goreng yang tahan 24 jam dan membunuh rasa lapar.
Dan atau seperti permen letup yang meledak di lidah. Geli. Namun selalu ingin ku coba lagi dan lagi.

31.01.20.12.22

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 31, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jurnal Absurditas Buah JerukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang