Lotre

9 0 0
                                    

SEJUK sekali cuaca hari ini. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul dua belas siang. Tampak tidak terlihat sang mentari hadir di hari ini. Mungkin ia sedang berlabuh di belahan dunia lain, lalu kembali di esok hari. Seperti hal nya merpati kemana pun ia pergi dia selalu kembali untuk pasangannya. Karena merpati tak pernah ingkar janji. Tapi ntah dengan manusia.

Rian mengajakku ke sebuah tempat permainan lotre. Dia membeli 10 koin dan memberikanku 5 koin yang nantinya digunakan untuk memenangkan permainan ini.

Aku bersiap. Mataku menatap mantap gelas-gelas yang ada di depanku. "Ready goo". Sial. Tembakkan ku semuanya meleset. Aku menunduk lemas. Rian menatap ke arahku sambil tersenyum, lalu matanya langsung fokus menatap gelas-gelas yang ada di depan.

"Yes." Rian mengepalkan tangannya, menatap ke arahku sambil tersenyum. Lalu mengambil boneka yang di berikan penjaga lotre.

"Hah?" ucapku kaget.

"Udah ini ambil, jangan lupa dipeluk kalo lagi kangen sama aku, cielah hahaha." ucap Rian.

Setelah tadi Rian mengajakku bermain lotre. Sekarang gantian, aku mengajaknya ke sebuah toko yang menjual pernak pernik.

"Liat deh bagus-bagus bandonya." ucapku.

"Engga ah biasa aja." ucap Rian. Aku menatapnya sinis.

"Hehehe iya bagus-bagus." Ia menoleh ke arahku sambil tersenyum.

"Aduhh, aku ke toilet dulu ya bentar, kamu jagain punya yang ini, jangan sampe diambil orang." ucapku lalu pergi menuju toilet.

"Kamu mau kemana?"

"Kebelet." aku teriak.

Rian yang sedang melihat pernak-pernik sambil menunggu Dania kembali. Tiba-tiba ada perempuan yang menepuk menutup matanya dari belakang.

"Hey." ucap seorang perempuan sambil menutup mata Rian. Rian hanya diam kebingungan, siapa yang menutup matanya. Perempuan itu membuka tangannya. Rian menoleh ke belakang. Ia langsung memeluk perempuan itu. Saat itu pula aku melihat dari kejauhan, saat Rian memeluk wanita itu. Aku hanya diam, Merasakan seperti ada jarum yang perlahan menusuk hatiku saat melihat mereka berdua berpelukan. Pikiranku kemana-mana, apa aku sudah jatuh hati dengannya?

"Tania?" ucap Rian sambil memeluk Tania.

Tania adalah sahabat Rian semenjak ia masih tinggal di Tangerang. Mereka berdua selalu pergi kemana-mana berdua, terlebih lagi rumah mereka berdekatan, serta orang tua mereka yang sudah akrab satu sama lain, membuat orang tua Tania meminta Rian untuk menjaganya. Namun saat masuk SMA orang tua Tania memutuskan untuk pindah ke Bandung karena pekerjaan ayahnya.

"Apa kabar? "

"Alhamdulillah baik, lo apa kabar? Kok bisa ada disini?" tanya Tania kegirangan.

"Gue pindah ke Bandung sekarang." jawab Rian.

"Ohh gitu."

"Ga nyangka bisa ketemu lo lagi." ucap Tania.

"Iya sama gue juga."

"Lo kesini sendirian?" tanya Tania.

"Engga kok, sama temen, dia lagi ke toilet." ucap Rian.

Aku yang sebenarnya ragu untuk kembali, akhirnya memutuskan menemui mereka berdua. Dengan wajahnya yang aku buat ceria agar tidak terlihat kebohongan ku. Aku berjalan menuju mereka.

"Hai." ucapku menatap mereka berdua.

"Oiya Dania kenalin ini sahabat aku Tania, Tania ini Dania." ucap Rian.

"Ohh Hai, kenalin gue Tania, sahabatnya Rian." Tania menjabat tanganku.

"Ohh iya, gue Dania." balasku.

"Kirain pacarnya Rian." goda Tania.

"Emang cocok? " tanya Rian sambil tersenyum.

"Cocok, asalkan kalo lo sering mandi." jawab Tania sambil tertawa.

"Lo sendiri kesini sama siapa?" tanya Rian.

"Sama keluarga, tuh mereka di sana, yaudah ya gue duluan." ucap Tania.

"Kenapa buru-buru sih."

"Udah ditungguin soalnya, oiya gue minta nomor HP kalian dong biar bisa kontekan." ucap Tania sambil mengeluarkan hpnya dari dalam tas.

"Yaudah kalo gitu, gue duluan ya." Tania menatap ke arahku dan Rian, lalu pergi meninggalkan kami.

Aku yang sebelumnya merasakan sakit ketika melihat mereka berdua berpelukan. Seketika semuanya hilang saat aku tau Tania hanya sahabat dari Rian. Melihat dari kedekatan mereka berdua, memang tidak ada yang harus di cemburukan.

"Jadi mau beli yang mana." tanya Rian.

"Emm, yang ini aja,kucu soalnya kaya kamu hahaha." ucapku tertawa saat memilih bando berkuping monyet. Seketika Rian langsung bertingkah seperti layaknya monyet. Aku hanya tertawa.

Di perjalanan pulang aku ingin menanyakan soal perempuan tadi, tapi tidak jadi, karena aku pikir itu bukan hak ku untuk menanyakan itu. Namun sepertinya Rian tau kalo aku ingin menanyakan itu.

"Perempuan tadi itu sahabat aku." ucap Rian saat melihatku terdiam.

"Hah?" ucapku kaget.

"Kamu pasti pengen nanyain perempuan tadi kan?" Rian menatap ke arahku. Aku diam.

"Kamu itu mudah ditebak Dania." Rian tertawa.

"Dia itu sahabat aku dari kecil, orang tua kami emang udah deket saat kami masih kecil, dia udah aku anggap seperti adik aku sendiri, tapi semenjak masuk SMA orang tua Tania mutusin untuk pindah ke Bandung karena rumahnya yang di bandung ga ada yang nempatin semenjak kakek dan neneknya meninggal." tegas Rian. Aku hanya diam menatap ke arahnya.

"Kenapa? Kamu cemburu?" ucap Rian sambil tersenyum.

"Eh enggak kok, lagian aku juga ga ada hak buat cemburu." kataku

"Kalo ada hak gimana?" tanyanya Tersenyum ke arahku.

"Aku nanya dulu ke guru PKn." kataku tersenyum seperti mengelak.

"Kalo di jawab berarti benar."

"Orang ga di jawab sih."

"Tau dari mana kamu?" tanya Rian.

"Kan aku nanyanya dalam hati." Rian ketawa mendengar candaan ku.

Akhirnya aku bisa membuatnya tertawa dengan candaan ku. Mungkin selama ini dia selalu tersenyum hanya karena melihat senyuman ku. Bukannya sombong, tapi kata sahabatku, Sinta, senyuman ku membuat laki-laki di sekolah senang ketika melihat itu. Aku harap kalian paham maksudku.

Satu JarakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang