Jam menunjukkan pukul dua belas siang, waktu bagi Akio untuk berhenti bekerja dan mencari makan untuk mengisi perut yang kosong. Ia meletakkan pensil di atas meja sembari menghembuskan napas panjang. Dengan hanya ditemani cahaya lampu, pendingin ruangan, serta beberapa benda mati lain yang ada di ruang kerja tentu menjadi pemandangan yang membosankan. Sesuatu yang dapat menghibur Akio mungkin hanyalah kertas-kertas yang berserakan di atas meja dengan gambar desain pakaian yang sudah sempurna.
Akio membuka laci untuk mengambil sebuah kertas.
Gambar figur seorang wanita mengenakan gaun model A-line dengan atasan tanpa tali dan bagian bawah yang mencapai tepat di kaki. Bagian dada dan pinggang terdapat bentuk bordir. Rambut tertata rapi dalam bentuk high bun dengan bando berhiaskan butiran-butiran mutiara untuk menampilkan kesan sederhana namun tetap elegan. Di sudut kiri atas terdapat sebuah inisial——'A. D.'——yang ditulis tegak bersambung. Memperhatikan sketsa kasar itu menghasilkan senyum di wajah Akio.
Ponsel yang bergetar membuat fokus Akio teralihkan. Tanpa melihat nama si pemanggil, ia menerima panggilan dan mendekatkan benda itu ke telinga kanan dengan tangan kiri yang sedang memasukkan kertas tadi ke laci. "Halo, ini Akio Morrison yang berbicara."
[ "Halo, ini Aiko Morrison yang berbicara. Bisa sampaikan pesan pada Tuan Morrison?" ]
Bibir Akio berkedut kala otak mengenali jelas suara yang terdengar dari ponsel. Suara feminim bernada datar, namun Akio bisa juga merasakan ejekan yang tertuju pada dirinya. "Rupanya kau. Katakan apa maumu." Menghilangkan formalitas yang semula hadir, Akio bersandar pada kursi seraya memberikan balasan dengan nada malas.
Di seberang sana Aiko berdecak. [ "Kau harusnya bersyukur aku mau repot-repot menelponmu." ]
"Kau berbicara seperti aku yang lebih muda darimu. Fyi, aku lebih tua satu tahun."
[ "Dan lebih pendek sembilan senti." ]
"... kalau kau menelpon hanya untuk mengejekku, aku akan memutuskan panggilan ini."
Semua orang di seluruh dunia tahu bahwa seorang Akio Morrison sangat sensitif jika tinggi badannya dipermasalahkan. Sebagai pengingat kalau ia memiliki tinggi di bawah rata-rata daripada pria pada umumnya.
Kekehan Aiko menambah rasa jengkel Akio.
[ "Right, back to the topic. Sudah waktunya makan siang, bisa jemput aku?" ]
"Dan mentraktirmu? Tentu saja aku tidak——"
[ "Adele ada bersamaku." ]
"——akan menolak."
[ "Temui kami di lokasi yang akan aku kirim. Love you~" ]
Panggilan terputus.
Akio tidak habis pikir apa yang membuatnya harus mendapatkan adik sekurang ajar Aiko. Apa di kehidupan yang lalu ia melakukan dosa besar? Ia mengacak rambut cokelatnya, memutuskan untuk melupakan pikiran aneh tadi. Diraih duffle coat berwarna hijau tua yang tergantung di sudut ruangan guna melapisi sweater turtleneck putih yang dikenakannya. Syal rajut dan kupluk berwarna biru tua serta kacamata dengan frame clubmaster menyempurnakan penampilannya.
Kunci mobil di atas meja juga tidak lupa untuk dibawa. Perasaan senang hampir tidak bisa membendung mengingat sebentar lagi ia akan bertemu pujaan hati.
***
Adeline Domenique, orang mengenalnya sebagai penulis yang sedang naik daun. Wanita eksentrik dengan kreativitas yang tinggi, namun begitu juga tingkat kemalasannya. Banyak yang berpikir Adeline merupakan wanita yang kewarasannya patut dipertanyakan. Tetap saja keunikan itulah yang membuat Akio tertarik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Side Character
RomantikIni adalah kisah tentangnya. Tentang seorang tokoh sampingan yang jatuh hati pada sang tokoh utama. Takdir pun harus bertindak, menciptakan jurang di antara mereka dan menyadarkan dirinya pada kenyataan. Mungkin ia memang tokoh utama di hidupnya, ta...