Renjun menarik tubuh Rania ke pelukannya. Ia mendekap erat tubuhnya, terasa hangat dan menenangkan. Detak jantung mereka terasa seirama. Renjun sendiri mulai mengantuk namun sejak tadi ia menahannya. Dia masih ingin mengamati Rania yang terlihat sangat cantik ketika tidur.
"Harusnya aku ketemu kamu lebih dulu, jadi aku nggak perlu buang-buang waktu sama Bela." gumamnya.
Berpacaran dengan Bela hanya sekedar iseng, dia hanya ingin mencobanya. Karena selama ini Renjun tak pernah punya hubungan lebih selain cinta satu malamnya dengn wanita-wanita itu. Ternyata Bela membosankan menurutnya, dan juga sombong. Renjun tahu orang tua Bela adalah pebisnis yang lumayan terkenal. Namun Bela membanggakan semua itu di depan Renjun sambil mengangkat kepalanya.
Renjun benci melihat itu, karena faktanya kesombongan Bela itu bisa ia hancurkan sesaat. Iya, sesaat ketika Renjun menyeretnya ke ruang lukis itu. Bela berhenti menegakan kepala seperti biasanya. Dia tahu pasti perempuan seperti itu akan susah diatur.
Lain lagi dengan Rania, meski perempuan itu terkadang terlihat seperti preman ia lebih banyak menundukan kepala. Kasihan sekali pikir Renjun, perempuan itu harus hidup sebatang kara dengan seorang temannya yang sombong bernama Bela. Padahal Rania sangat penurut.
"Kamu beda dari yang lain, Rania..."
Renjun tidak banyak mencari tahu tentang Rania. Hanya yang ia tahu, Rania itu anak yatim piatu dan saat ia datang ke rumahnya untuk pertama kali, perempuan itu baru saja kehilangan tempat tinggalnya. Maka itu Renjun memintanya untuk jadi pelayan, dengan begitu Rania pun tidak perlu jadi gelandangan.
Ah, Renjun belum terlalu banyak cari tahu tentang Kevin. Nama itu selalu muncul di notifikasi ponsel Rania. Apa itu pacar Rania? Atau mantan mungkin. Sepertinya menarik untuk dicari tahu.
"Kenapa wajah kamu... Wajah kita mirip..."
Renjun mengelus pelan pipi Rania.
"Eng—" Rania tiba-tiba terbangun. Ini masih jam 3 pagi, kenapa ia terbangun?
"Ren..."
"Iya, Ran?" sahut Renjun reflek. Sedetik setelahnya ia sadar sesuatu. Ada yang tidak asing dengan panggilan itu.
Rania yang setengah sadar menatap lurus lelaki itu. Sesekali matanya terpejam cukup lama. Sangat menggemaskan saat Rania hanya menghembuskan napas karena mengantuk jadi terasa sulit untuk bicara.
Yang ditatap ikut terdiam, namun tangannya tak lepas dari pipi Rania. Dengan mengelus pipinya saja membuat Renjun sangat nyaman. Rasa aneh apa ini? batinnya. Rasa nyaman yang aneh. Sesuatu membuatnya tergerak untuk melihat wajah Rania semakin dekat, amat dekat hingga hidungnya menyentuh pipi perempuan itu. Renjun menarik pelan dagu Rania untuk mendekat.
Ya, Renjun mempertemukan bibir keduanya. Entah apa yang membuat Renjun berpikir untuk mencium pelayannya. Dalam beberapa detik Renjun hanya sekedar menempelkan bibirnya, setelah dirasa tidak ada penolakan dari Rania ia pun memberanikan diri untuk melumatnya pelan, bergantian atas dan bawah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bloody Fear | Renjun✔
Fanfiction❝Kenapa harus kamu, perempuan yang pernah berbagi rahim denganku❞ -Renjun. Ini tentang si pelukis berdarah. Yang punya sejuta misteri mengerikan dan masa lalu kelam. Usia ke-21 tahun, di mana seharusnya ia mati, justru dia bertemu dengan perempuan y...