Spicy Kiss [Hokuto/Kazuma]

433 33 10
                                    

YOU & I ©Kz
.
.
Spicy Kiss
[Hokuto/Kazuma]
.
.

Hokuto duduk santai di sofa sambil memainkan ponselnya dengan sebuah kaus putih lengan pendek dan sepotong celana pendek longgar selutut. Bermain sosial media di pagi hari sambil menunggu Kazuma bukanlah hal yang buruk.

Belum ada lima menit Hokuto duduk, Kazuma melewatinya tanpa bersuara dengan telinga memerah. "Kazuma?"

Kazuma tampak terkejut dengan panggilan Hokuto, ia berbalik takut-takut. "Apa?"

"Kenapa?"

"Hah?" Alis Kazuma bertaut dengan pertanyaan tidak jelas Hokuto. Pemuda itu yang memanggilnya dan dia juga yang bertanya kenapa.

"Kau kenapa?"

Hokuto beranjak dari tempatnya duduk dan menghampiri Kazuma, menghapus jarak diantara mereka hingga ujung kaki mereka saling bersentuhan. Hokuto meraih kedua lengan Kazuma dan wajah sang empu semakin memerah, "Kau demam?" Tanya Hokuto khawatir. Salah satu tangannya ia gunakan untuk mengukur suhu tubuh Kazuma "Kau demam karena menjemputku semalam?"

Kazuma mundur demi menciptakan jarak antara dirinya dan Hokuto. Ia menggunakan punggung tangan kanannya untuk menutup separuh wajahnya dari hidung hingga bibir. "Aku tidak demam, Hokuto."

"Suhu tubuhmu tinggi, wajahmu memerah hingga telinga. Apa kata yang tepat jika bukan demam?" Hokuto menduga asal.

"A-aku hanya butuh makan sesuatu yang pedas. Ayo kita makan di luar," Ya, mungkin hanya makanan pedas yang bisa membuatnya melupakan sejenak pernyataan cinta Hokuto tadi malam. Ia bingung apa yang harus ia katakan jika Hokuto menagih jawabannya. Ia akan menganggap Hokuto mabuk jika memang pemuda itu melupakan apa yang terjadi semalam.

"Kau serius? Tidak apa-apa jika kita keluar? Jika kau tidak kuat, katakan saja padaku. Jangan memaksakan diri," Hokuto memastikan.

"Iya, cerewet. Bawel sekali," Kazuma meraih pergelangan tangan Hokuto dan menariknya.

"Tunggu," Hokuto menahan tangannya, membuat Kazuma hampir terjengkang ke belakang saking kuatnya ia menarik tangan Hokuto. Begitu pula Hokuto yang menahan tangannya dengan tak kalah kuatnya.

"Kenapa lagi?"

"Bukankah aku butuh untuk mengganti pakaianku?"

Deretan menu pedas dipesan oleh Kazuma tanpa ragu, mengabaikan Hokuto yang menatapnya tak percaya. Hokuto tahu jika porsi makan Kazuma memang besar, pemuda itu juga sangat menyukai makanan pedas, tapi hey, jangan samakan porsi makannya dengan Hokuto!

"Kazuma, kau marah?" tanya Hokuto tiba-tiba. Ia berpikir, apakah Kazuma marah padanya sehingga pemuda itu ingin membunuhnya dengan makanan pedas?

Kazuma meneguk air mineral, membasahi kerongkongannya yang mulai mengering. Sejujurnya ia takut jika tiba-tiba Hokuto membahas persoalan semalam. "Untuk apa?"

"Karena aku mengatakan bahwa aku menyukaimu?"

Kazuma tersedak. Tidak, tidak, tidak. Kazuma tidak mau Hokuto membahas ini, ia tidak tahu apa yang harus dilakukan di posisi seperti ini.

Cukup lama Kazuma hanya terdiam setelah pertanyaan Hokuto, hingga semua menu yang ia pesan sudah terhidang di atas meja. Syukurlah.

"Kazuma, kau yakin?" dengan ragu Hokuto menatap semua pesanan Kazuma, menghirup aroma yang menguar saja hampir membuatnya tersedak.

"Ya, aku yakin."

"Kau yakin menyuruhku memakan makanan ini?" Hokuto kembali meyakinkan.

"Kenapa tidak? Coba saja, itu tidak sepedas yang mereka bilang," Hokuto bukan lagi objek yang harus ia tatap sekarang, dan Kazuma bersyukur untuk itu. Semua makanan ini adalah pengalih perhatian terbaik.

Hokuto mulai menyendokkan kuah sup dari ramennya, "Kau ingin membunuhku?"

"Jika aku ingin membunuhmu, aku akan lakukan dengan tanganku sendiri." dengan lahap Kazuma menyuapkan ramen ke dalam mulutnya, tidak ada reaksi seperti terbakar dari rautnya. Benar-benar.

Setelah berkali-kali meyakinkan diri bahwa apa yang Kazuma katakan itu benar, Hokuto mulai menyeruput kuah sup yang mulai mendingin di dalam sendok. "A-akh-! Ka- pedas! Kazuma, ini pedas sekali!" Hokuto menahan diri agar tidak tersedak, dan itu sangat menyakitkan.

"Benarkah?"

Hokuto terbatuk sambil memegangi lehernya, tenggorokannya terasa panas. Bibir dan wajahnya memerah akibat pedas. Oh, sepertinya Kazuma berlebihan.

"Kita ke toilet," Kazuma menuntun Hokuto yang kepedasan ke arah toilet. Sesampainya di toilet, Hokuto sibuk bercumbu mesra dengan wastafel —bukan, Hokuto membasuh wajahnya berkali-kali dan sesekali berkumur dengan air keran.

Kazuma menepuk bahu Hokuto dan membuat pemuda itu berbalik dengan wajah basah, bulir-bulir air menetes membasahi pakaiannya. Hokuto terus mengibaskan tangannya di depan wajah, "Aku akan meringankan rasa pedasnya," bisik Kazuma sebelum meraup bibir penuh Hokuto, mengecap sisa-sisa rasa pedas dari bibirnya.

Hokuto mendorong Kazuma sekuat tenaga, wajahnya semakin memerah hingga ia merasakan kepalanya mendidih.

"Kenapa?" tanya Kazuma tanpa rasa bersalah.

"KAU BENAR-BENAR INGIN MEMBUNUHKU YA?!" Hokuto sudah seperti orang kesetanan karena pedas. Wajahnya merah padam, kepalanya serasa ingin meledak.

"Apa yang salah?"

"Kau bukan meringankan pedasnya, kau membuatnya semakin terasa panas! Aaaah!"

YOU & ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang