15, 16, 17, 18+

6.9K 237 8
                                    

Peringatan!
Ada unsur dewasa dichapter ini.
Bagi yang merasa tidak menyukainya, dimohon untuk tidak membaca bab ini.
.
.
Bagi yang dibawah umur, dimohon untuk tidak menjadikan cerita ini sebagai contoh, karena sesungguhnya cerita orang lain lebih bisa dijadikan contoh. wkwk, engga, bercanda.
(Serius! Jangan dijadikan contoh ya adik adik, karna resiko dan setan tidak akan mau bertanggung jawab dengan apa yang terjadi setelahnya, apalagi saya.)
.
.
Hope you like it! And Happy Reading^^


_____________________________________________


Hari ini ada tugas kelompok untuk Lidya. Mereka--Lidya dan dua teman perempuannya-- sepakat untuk mengerjakan di kos kedua teman Lidya, namanya Risa dan Gina.

Mereka tidak begitu berteman dekat, tapi tidak begitu canggung seperti teman jauh. Risa dan Gina termasuk anak yang senang berbicara, tidak seperti Lidya yang lebih banyak mendengarkan.

Tugas yang mereka kerjakan hari ini hampir selesai ketika jam menunjukkan pukul 9 malam. Dan sejak tadi ponsel Lidya sudah berdering. "Gue angkat dulu ya." katanya pada dua temennya dan bangkit menjauh dari sana.

"Halo?"

"Belum rapi? Telepon aku kenapa gak diangkat dari tadi? Padahal chat aku, kamu baca."

"Tanggung, tinggal bagian akhir. Kamu mau jemput ya? Aku masih sedikit agak lama sih, kalo kamu ngantuk tidur aja, nanti aku naik ojek online."

"GAK! Aku tunggu disana deh, kirimin alamatnya aja, 10 sampai 15 menit lagi aku berangkat kesana."

Lidya menghela nafas, "Yaudah terserah kamu, nanti aku share location. Kamu hati-hati, udah malem gak perlu ngebut."

"Iya. Perlu bawa cemilan buat temen-temen kamu gak?"

Berpikir sejenak, Lidya setuju. "Boleh deh, aku titip martabak manis ya."

"Oke sayang. Dah."

Panggilan ditutup, Lidya kembali pada lingkaran meja yang penuh dengan buku, kertas dan alat tulis juga laptop, setelah mengirimkan pesan pada Zandy lokasi dia berada.

"Zandy ya?" tanya Risa saat Lidya baru saja duduk.

Gadis itu mengangguk. "Eh Dya, gue penasaran deh, lo sama Zandy pacaran udah ngapain aja?" tanya Gina tanpa merasa tidak enak, Lidya terlihat bingung, lebih tepatnya dia tidak menyangka ada pertanyaan itu diantara mereka.

"Iya ya, kalo gak salah kalian dari jaman SMA kan? Wah selama itu udah ngapain aja?" sambut Risa.

Mengercit jelas, gadis itu bertanya balik agak sedikit ragu. "Ngapain.... aja. Maksudnya?"

"Itu loh, kontak fisiknya udah sejauh mana? Gue sama cowo gue baru berani cuddling manja aja dikamar." jawab Risa.

Gina merespon heboh, "Gue udah pernah hampir masuk tau, tapi takut, gak jadi deh. Tapi cuddle tuh paling nikmat ya, apa lagi dijam jam segini terus hujan."

Lidya mengerjap, sesungguhnya dia tidak begitu mengerti percakapan ini, tapi otaknya menangkap maksud dari pertanyaan itu. Lidya tidak sepenuhnya gadis polos, dia memiliki otak, mata dan telinga. Dari 3 organ itu apa yang di dengar dan di lihat atau baca akan di proses dengan otaknya yang cukup dengan wawasan yang seharusnya sudah dia tau.

Tapi dia buta dengan istilah-istilah itu, dan dia juga tidak tau harus merespon bagaimana, karena dia tidak pernah melebihi ciuman. Selain karena takut, Zandy juga tidak terlihat menginginkan hal lebih, begitupun dia yang tidak tau banyak.

Sweet Moment (Oneshoot) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang