⭐⭐HappyReding⭐⭐-Tak pernah kenal jadi tak saling mengenal-
Flashback ONN...
"Rumah lo disini?" Wendy mengangguk, "emang nya kenapa kak?"
"lo tetangga gue gila?!" pekiknya tak percaya.
"Siapa yang gila sih kak?" Vero tersenyum lebar, "kayanya lo gila deh Wend? Lo tau nggak? gue tinggal didepan rumah lo!" Wendy menggeleng. Bukan nya yang tinggal didepan rumah nya itu si kembar lalu kok kak Vero mengada-ngada.
"Ralat bukan depan rumah lo, dua rumah samping si kembar."
Wendy mengangguk paham, "ohh, terus kenapa kak?" Vero menghembuskan nafas lelah.
"nggak papa Wend, udah sana lo masuk!" perintah Vero yang langsung dilaksanakan oleh Wendy. Ia terus memikirkan Wendy yang tinggal disatu komplek yang sama tapi tak saling mengenal. Padahal ia sudah dua tahun yang lalu disini. Ntah lah?
Seperti biasa Wendy akan menghabiskan waktunya dengan jalan sore dikomplek nya. Dirumah pun tak ada gunanya. Hanya ada kesepian yang melanda dirinya. Orang tua nya selalu sibuk dengan pekerjaan, bahkan mereka bisa tidak pulang selama satu minggu. Sedangkan dia sendiri anak tunggal jadi Wendy benar-benar kesepian. Terakhir kali mereka liburan bersama itu sekitar dua minggu yang lalu. Itupun akibat Wendy menangis tersedu saat memintanya. Jika tidak maka tidak akan terjadi.
Wendy seperti anak kecil, memang seperti itu sifat nya. Jadi maklumi, karena setiap orang akan berubah jika orang itu menemukan jati diri yang sebenarnya. Dan tentu nya butuh waktu guys, untuk merubahnya.
Wendy menngunakan baju sweater gantung kuning se pusar dengan celana hitam sepaha. Ditambah rambut pirang pendekya membuat kesan canti jika memandangnya. Bukan style untuk olahraga sih, tapi itu membuat nyaman Wendy.
"Woy bocah?! Mau kemana?" teriakan dari salah satu si anak yang Wendy kenal, teriakaan nya membuat Wendy menoleh. Wendy memicingkan matanya, "Wendy bukan bocah kak Mixel."
"Sama aja?"
"Beda."
"Serah lo! Mau kemana?"
"Mau jalan-jalan aja"
"Mau ikut?" tawar Wendy. Mixel menggeleng.
Rata-rata anak-anak di komplek ini bersekolah di SMa Dirgauna. Kak mixel sendiri teman dari Kak Vero dkk.
Wendy mengangguk mengerti, "okeyy.Wendy duluan kak."
"hati-hati." Wendy hanya tersenyum.
Wendy berjalan di trotoar, tak ada tujuan sebenarnya. Tapi seperti nya, ia sudah mempunyai tujuan untuk pergi ke Alfamart depan komplek. Ia ingin eskream. Dan beberapa cemilan.
Ia melangkah masuk ke Alfamart, ia mengambil beberapa cemilan dan dua buah es kream rasa coklat.
Ia merogoh uang di saku nya, "gila nggak sih. Wendy nggak bawa uang, astaga!" ia merutuk pada diri nya sendiri. Ia terlalu ceroboh, dan ini akibatnya.
Ia menggigit bibir bawah nya panik, "di sini boleh ngambil dulu, baru bayar nggak?" pikir nya bingung. Keadaan pun tengah ramai kali ini. Jika Wendy bicara seperti itu maka Wendy sendiri yang akan malu. Jadi lebih baik dia menunggu dulu sebentar. Ia duduk di pojok sambil mengenggam belanjaan nya. Bodo amat padangan orang. Sampai akhirnya, seseorang menepuk pundak nya pelan. Ia mendongak perlahan.
"sejak kapan lo disini?" Wendy terkekeh.
"Yes, ada kak Vero!"
"Bayarin belanjaan Wendy ya ka! soal nya Wendy nggak bawa uang," Pinta nya sambil menatap Vero dengan pupy eyes nya.
"Kenapa lo ngga telepon gue?"
"Karena Wendy nggak punya nomor kak Vero." jawabnya jujur. Vero meringis, "Pinter jawab nya."
"Ayo pulang!?" ajak nya.
"ish kak, bayarin dulu belanjaan nya!" gerutu Wendy menatap sebal Vero.
"Iya. Wendy di kasir bayar nya." Greget Vero.
Mereka berjalan menuju kasir. "ini aja kak?" Tanya kasir itu.
Mereka mengangguk bersama.
"Kak, nanti Wendy harus ganti?" bisik Wendy tepat ditelinga Vero.
Vero mengeluarkan uang pas, lalu mengambil belanjaan itu.
"Harus lah, nama nya utang." Jawab Vero.
Vero sendiri menggunakan sepeda kesini, "Lo mau naik sepeda?" tawar Vero. Wendy berpikir sudah lama juga ia tak menggunakan sepeda. "boleh, tapi kak Vero nya?"
"ya lo nya jangan ngebut."
"okee" Wendy mengambil sepeda milik Vero. Tak henti-henti nya Wendy tersenyum saat mengayuh sepeda, ia mengingat masa lalu nya ketika ia masih bisa dekat dengan kedua orang tua nya. Ayah nyalah yang mengajari Wendy sepeda dengan roda empat. Suara teriakan ayah nya sangat ia ingat betul. Ketika ia meringis sakit akibat terjatuh dari sepeda, ayah nya lah yang panik. Wendy rindu kebersamaan itu. Bolehkah ia berharap, bisa bermain itu lagi dengan ayah nya. Walau fakta bahwa sudah jelas mengatakan tidak pun. Ini hanya sebatas harapan.
BUGH..
Dibelokan Wendy terjatuh dari sepeda.
"Kak Vero sakitttttt!" Rengek Wendy ketika melihat kedua lutut nya memar, bahkan mengeluarkan darah segar.
Bukan nya menolong Vero malah tertawa sampai keluar air mata.
ia mendekati Wendy, "tar dulu Wend biar gue foto lo dulu."
Wendy sendiri malah pose kearah kamera.
"ish, kak Vero sakitt?!" Gerutu Wendy sampai tak sadar ia mengeluarkan air mata.
"Lebay banget sih jadi orang?!" ejekan Vero membuat Wendy makin menangis.
"udah-udah! Sini gue gendong." Sepeda nya dibiarkan tergeletak begitu saja dipinggir jalan. Sedangkan Vero menggendong Wendy.
Wendy memeluk Vero dari belakang. "berapa berat badan lo Wend? Berat banget sumpeh?!" ucapan Vero langsung dihadiahi oleh jambakan dari Wendy.
"Setau Wendy, berat badan Wendy itu nggak lebih dari 50 kg kok,"
"Ini mah kak Vero aja yang kerempeng!"Vero membulatkan mata nya saat mendengar penuturan dari Wendy.
"Maaf ya, lo nggak liat perut gue kotak-kotak."
Wendy berpikir lalu, "emang ada perut kotak-kotak kak?"Vero menghembuskan nafas nya lelah lalu merunkan Wendy didepan rumah nya.
"Ya adalah contohnya gue." Menunjuk diri nya sendiri dengan bangga.
"Wow.. berarti perut segitiga juga ada kak?"
Vero menepuk jidat sendiri pusing, "gue nggak tau. Sekarang lo masuk dan bersihin tu luka!" Wendy hanya meringis saja.
Setelah memastikan Wendy masuk kedalam rumah ia langsung mengambil sepada nya ditempat tadi.
tgl up: Kamis, 060220
djie 💚
KAMU SEDANG MEMBACA
B A D - P A R T N E R || wendy's || END || ✔
Novela JuvenilCover by: @kaishe_ Wendy duduk meringkuk disamping tempat tidur nya, siaran langusng nya telah selesai 10 menit yang lalu. Dia sudah berbicara banyak dengan pengemar nya, tiba-tiba satu pertanyaannya muncul dipikiran, apakah dia pantas untuk menjadi...