Namaku Miftahul Jannah keluargaku sering memanggilku dengan nama Miftah, namun teman-teman memanggilku dengan sebutan Mita. Aku anak pertama dari tiga bersaudara. Ini adalah kisahku, kisah mengenai pertemuanku dengan "Mereka" yang memang tak pernah aku inginkan pertemuan itu.
Semua berawal dari 16 tahun lalu, tepatnya tahun 2004 dan saat itu usiaku masih 9 tahun. Aku mempunyai buyut dari pihak ayah, pada tahun tersebut beliau meninggalkan gemerlapnya dunia yang fana ini kembali ke tempat yang memang sudah di tentukan oleh Sang Ilahi.
Aku adalah salah satu cicit yang begitu disayang oleh buyutku tersebut. Kehilangan sosok yang sangat dekat pasti membuat siapapun akan merasakan hal yang sama denganku. Sedih!
Pada saat itu buyutku tinggal dengan kakek dan nenekku di daerah Bekasi, sedangkan keluargaku di kabupaten Bogor yang merupakan pusat pemerintahan di kabupaten Bogor tersebut.
Semua proses yang harus dilalui saat mengurus jenazah pun selesai dengan lancar, tak ada kejadian apapun yang menghebohkan orang-orang sekitar. Tiba saatnya prosesi pemakaman, kala itu aku ikut mengantar buyutku tersebut hingga ke pemakaman begitu pula dengan sanak saudara yang lainnya. Hingga detik itu Tak ada yang spesial sama sekali, namun ketika tanah merah mulai mengubur jasad buyutku sedikit demi sedikit, aku melihat sesuatu yang aneh untukku saat itu.
Posisiku yang menghadap ke arah pohon besar di tengah pemakaman melihat sesosok makhluk yang menyerupai buyutku tersebut, dia tersenyum dan melambaikan tangan memanggilku untuk mendekat kearahnya. Aku menggelengkan kepala, menolak apa yang ia inginkan.
"Kek, itu ada buyut!" ucapku polos sambil menunjuk ke arah sosok buyutku tersebut.
"Sudah ga usah diliat," titah kakekku dan dengan sigap beliau menutupi pandanganku dari pohon besar itu.
Tak lama akhirnya kami semua kembali ke rumah kakekku. Disana seperti biasa, tak ada kejadian spesial apapun hingga aku serta keluargaku kembali lagi ke rumahku.
Dua hari-tiga hari hingga empat hari setelah kepulangan dari rumah kakek aku tak mengalami apapun, begitupun dengan keluargaku. Semua normal seperti biasanya, namun saat di hari kelima semua itu berubah, berkali-kali aku melihat sosok buyutku, disekolah. Sosok itu hanya menyeringai menampilkan gigi-giginya yang berwarna merah seperti habis menyirih dan memakai baju khas yang selalu ia kenakan tepat di samping papan tulis depan kelas.
Saat itu aku terus menunduk, tak ingin melihat kearah papan tulis karena aku yakin itu hanya halusinasiku saja. Ku coba untuk kembali fokus dengan buku pelajaran yang ada di mejaku. Tanpa ku sadari sosok tersebut telah duduk tepat di bangku sampingku. Aku terus mengacuhkannya sampai ia mengucapkan beberapa kata yang tak pernah aku lupakan hingga saat ini
"Ikut buyut yuk!"
"Ga mau, aku lagi belajar!" ucap ku kala itu.
"Ikut!"Ku gelengkan kepala, menolak permintaannya. Akhirnya ia menghilang entah kemana namun meninggalkan bekas cakaran ditangan kananku. Setelah kejadian itu sosok itu tak pernah muncul lagi. Hanya sesekali ia masuk kedalam mimpiku.
Beberapa minggu kemudian ada suatu kejadian lagi yang begitu membekas di ingatanku sampai detik ini. Kala itu seperti hari-hari biasanya, aku hendak berangkat mengaji dirumah ustadzah yang jaraknya tak jauh dari rumahku, hanya saja rumah ustadzah tersebut berada di tengah-tengah sawah dan kebun kopi, serta belakang rumah itu ada sebuah kandang sapi milik suami ustadzah.
Kebiasaan ku ketika sebelum berangkat mengaji adalah mengajak saudara-saudaraku yang memang mengaji di tempat yang sama denganku untuk berangkat bersama, karena memang jam kami mengaji adalah ba'da magrib mamaku menyuruhku untuk berangkat bersama-sama. Suasana semakin gelap, matahari mulai terbenam, shalawat mulai terdengar dari speaker masjid. Adzan magrib hampir berkumandang ketika saudaraku yang bernama ka Maya serta adiknya Ria keluar dari dalam rumahnya.
Saat itu, aku, ka Maya, Ria dan satu orang tetangga bernama Ina berjalan beriringan menuju rumah ustadzah ku itu. Untuk sampai ke rumah ustadzah tersebut dari rumah, aku dan saudara-saudaraku harus menuruni dua tanjakan dan belok ke arah kanan setelah tanjakan kedua, sedangkan kearah kiri dari tanjakan adalah kebun kopi yang sangat gelap dan hanya ada 1 rumah saja, serta jalanan yang lurus adalah jalanan untuk keluar dari kampung kami.
Tepat saat kami hendak menuruni tanjakan kedua terdengar suara adzan magrib menggema, tak terpikirkan apapun saat itu karena kami memang terbiasa berangkat saat jam segitu.
Entah mengapa saat itu suara adzan magrib saling bersahutan dengan suara burung hantu yang berpusat di sebuah pohon buah kecapi di ujung tanjakan sebelah kanan sebelum jalan rumah ustadzah.
Berberapa detik kemudia saat adzan selesai, burung hantu tersebut mengeluarkan suara yang semakin kencang. Hingga sesosok perempuan berbaju putih, berambut hitam panjang hingga sebetis jalan di hadapan kami. Suara burung hantu berhenti ketika sosok itu muncul, kami berempat hanya bisa terpana melihat apa yang ada di hadapan kami.
Meski kami berada di ujung tanjakan bagian atas tapi itu terlihat jelas sekali dengan mata kami. Sosok itu berenti tepat di tengah-tengah jalan untuk beberapa saat, cukup lama hingga akhirnya kemudian ia menolehkan kepalanya kearah kami, dan saat itu mataku menatap matanya dengan begitu jelas. Matanya yang tertutup oleh sebagian rambutnya, namun dengan jelas aku melihat tatapan menakutkan itu.
Mulut kami tak bisa berteriak meski ingin berteriak, waktupun berjalan begitu lama. Sekitar satu menit aku dan sosok itu bertatap-tatapan akhirnya ia pergi ke arah kebun kopi, tak seperti di film suzana yang menggambarkan sosok itu terbang dan menghilang. Tapi yang kami berempat saksikan sosok tersebut berjalan seperti menaiki skateboard dan menghilang dalam kebun kopi. Saat sosok itu berjalan suara burung hantu kembali berbunyi, kami mulai bisa menggerakkan bibir dan membaca surat-surat pendek yang kami bisa.
Bodohnya kami setelah sosok itu menghilang di kebun kopi, kami berempat mengikuti arah sosok tersebut hanya untuk memastikan jika sosok itu memang bukanlah orang. Ternyata memang bukan orang melainkan makhluk halus yang berbentuk wanita. Kami berlari sekencang-kencangnya menuju rumah ustadzah kami dengan deraian air mata dan gemetaran seluruh badan.
Hingga tepat di depan rumah ustadzah kami mengetuk pintu dengan cepat agar segera di bukakan pintu. Ustadzah kami bertanya kenapa lari-larian. Kami ceritakan semua yang kami lihat kepada beliau dan beliau hanya berkata
"Oh dia, emang udah biasa kemarin malam saja ada yang lihat dia main ayun-ayunan di pohon kopi depan rumah," ucap ustadzah
Kami semua diam, masih terasa merinding dan takut untuk kembali lewat jalan itu ketika pulang.
"Ya udah nanti pulang diantar sama mas Slamet aja ya, biar ga takut. Sebenarnya sih ga usah takut, karena kita itu derajatnya lebih tinggi dari.mereka."
Semenjak bertatapan itu mataku menjadi sedikit lebih peka terhadap mereka, hampir semua makhluk pernah ku lihat namun aku bukanlah anak indigo hanya saja sial yang berkepanjangan saat melihat hal tersebut.
Tbc.
Nahhh....
Kali ini author ingin menceritakan kisah yg author alami sendiri setelah didesak oleh beberapa orang untuk membagikan kisah-kisah horor yg ga biasa itu.So.. buat kalian yg punya cerita horor boleh lho sharing ke nomor ini 0858-8690-7053, dan akan author masukkan kedalam kumpulan true story "paranormal experience" kalian.
Terima kasih...
KAMU SEDANG MEMBACA
True Story
HorrorKumpulan cerita-cerita horor yang ku alami sendiri dari semenjak kecil hingga saat ini Jangan lupa di follow ya biar bisa up terus Biasakan tinggalkan jejak dengan cara vote dan commen di setiap partnya Author : Mita Jannah Ig : @mita_miftahul_janna...