Dua Puluh Enam

275 49 16
                                    

Jangan lupa vote terlebih dahulu ya ♡

🎈🎈🎈

Bel pulang telah berbunyi. Afat dan geng The Alpana telah bersiap untuk keluar dari kelas. Ketika melihat lorong koridor, suasana sangat ramai. Para siswa serta siswi masih ada yang asik bercengrama dengan teman-temannya.

Dan beberapa siswa dengan sengaja usil berlari dan mendorong siswi yang menghalangi jalan mereka untuk segera keluar dari sekolah. Para siswi yang merasa murka, karena hampir terjatuh pun tidak segan-segan untuk berteriak bahkan mengejar.

Disisi lain, suara deru motor saling beradu membuat telinga terasa riuh. Mahera mempercepat laju motornya. Berkali-kali juga ia melihat kaca spion, memastikan jika Denar beserta geng-nya tidak mengejar. Sedangkan Fanessia terus memilin jaket hoodie yang Mahera gunakan.

"Maher, cepetan ngebut!"

Fanessia memerintah Mahera dengan seenaknya. Bukan tanpa sebab. Pasalnya mereka sedari tadi diikuti oleh Denar beserta geng-nya dengan motor sport.

"Iya.. Iya, ini gua udah ngebut."

Lebih kencang lagi. Mereka makin dekat. Mahera melirik sekilas pada kaca spion. Terlihat motor sport berwarna merah hampir mendekat.  Mahera dengan sigap menancap gas motornya agar semakin cepat.

Upaya yang dilakukan Mahera gagal. Musuh bebuyutan dari SMA Bintang dengan cepat menghadang Mahera. Mau tidak mau, Mahera segera memberhentikan laju motornya.
Mahera turun dari motor, diikuti oleh Fanessia.

"Lo, tetep di belakang, gua," pungkas Mahera.

Mahera berusaha untuk melindungi Fanessia. Sedangkan Fanessia, menuruti perintah Mahera. Fanessia memegang kain jaket yang Mahera kenakan.

"Mau apa lo semua! Kalau berani satu lawan satu, jangan jadi banci!" teriak Mahera.

Denar yang mendengar ucapan Mahera menyungingkan bibirnya dengan tatapan yang meremehkan.

"BACOT LO!"

Tanpa aba-aba Denar langsung memukul perut Mahera. Membuat Mahera meringis sakit, tetapi rasa sakit itu ia tahan. Teman-teman Denar tidak tinggal diam. Mereka mengamankan Fanessia. Agar cewek itu tidak bisa menolong Mahera yang nantinya akan menganggu Denar. Arhan dan David menarik pergelangan tangan Fanessia berjalan menjauh dari Mahera.

"Eh, lepasin. Apa-apaan lo semua!" protes Fanessia.

Fanessia mencoba berontak, namun usahanya tidak sebanding dengan kekuatan dua orang cowok ini. Raut wajah serta perasaan Fanessia semakin khawatir melihat Mahera dari kejauhan.

Mahera menarik kerah baju Denar. Ia tidak terima dengan perlakuan Mahera terhadap dirinya. Tangan yang sudah terkepal kencang itu,  melayangkan tinju tepat pada sudut bibir Denar. Denar terjatuh di aspal, sudut bibirnya pun perlahan mengeluarkan darah segar.

"Lo, kenapa sih selalu gangguin gua. Lo, ada dendam apa sama gua, ha?!"

Teriakan Mahera terdengar mengelegar. Ia berteriak hingga urat pada lehernya tercetak jelas. Usai mengatakan itu, napas Mahera terasa berat. Denar mengusap sudut bibir yang kini terasa perih sekaligus asin. Dengan tenaga yang masih tersisa Denar berusaha berdiri. Kedua teman Denar tiba-tiba saja menarik lengan Mahera. Mereka membantu Denar untuk mengeroyok Mahera.

"Woy, bangsat lo semua!" kelakar Mahera.

Mahera mengerakkan tubuh berusaha melepas. Denar menatap Mahera sinis. Ia tidak peduli dengan racauan Mahera. Yang terpenting baginya sekarang adalah, ia bisa dengan puas memukul Mahera.

Lukisan Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang