7. I am Sterdam

540 90 18
                                    

Besoknya, tepatnya hari keenam, kami melanjutkan perjalanan menuju Amsterdam dengan menggunakan pesawat dari Edinburg.

Kali ini, Gavin yang duduk di samping jendela. Gavin sepertinya kelelahan karena kemarin dia full mengayuh sepeda sambil memboncengku, terus turun naik bukit juga. Dia tertidur bersender pada sisi jendela.

Matahari pagi menjelang siang itu cukup terik dari atas sini. Cahaya yang masuk dari kaca jendela menerpa wajah lelah Gavin. Aku memperhatikannya, rambutnya terlihat menjadi lebih terang karena terpaan sinar matahari. Brewoknya juga tumbuh sedikit lebih lebat dari pertama kali aku bertemunya. Terapan sinar matahari membuat kulit wajahnya menjadi coklat berkilauan. Bagus sekali.

Aku menggeleng mencoba menyadarkan diriku atas kekaguman yang tercipta dalam kepalaku.

Dia menggeliat lalu mengeluarkan suara lucu. Aku tersenyum kecil melihatnya. Dari wajahnya, aku mengira-ngira mungkin umurnya sekitar dua puluh tujuh atau dua puluh delapan tahun. Entahlah, aku tidak pernah menanyakan umurnya. Dia juga tidak pernah menanyakan umurku.

Sebentar lagi aku ulang tahun, sebelum berangkat aku sudah berniat untuk mentraktir makan teman perjalananku nanti pas hari ulang tahunku. Aku akan mentraktir Gavin nanti. Kalau kuhitung-hitung sepertinya kami akan berada di Berlin atau Praha saat hari ulang tahunku.

Setelah satu jam setengah di udara, kami transit di Heathrow Airport sebelum kembali melanjutkan perjalanan ke Amsterdam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah satu jam setengah di udara, kami transit di Heathrow Airport sebelum kembali melanjutkan perjalanan ke Amsterdam.

"Aku sudah menghubungi Jack kalau kita akan segera tiba di Amsterdam. Dia bilang, dia akan menjemput kita di Bandara," kataku, saat kami duduk santai di ruang tunggu.

"Jack?"

"Iya. Kita akan tinggal di rumahnya selama di Belanda. Lumayankan kita tidak perlu mengeluarkan dana untuk menyewa hotel," tambahku sambil terus sibuk dengan ponselku, berbalas pesan dengan Jack.

"Jack siapa?"

Aku berpaling pada Gavin. "Temanku. Hhmm ... Teman di dunia maya. Aku belum pernah bertemu dengannya secara langsung." Aku kembali menatap ponselku.

"Laki-laki?"

Aku berpaling lagi padanya dan berdecak kesal. "Ccckk ... Tentu saja! Memangnya ada wanita bernama Jackson Van Skelton." Aku mengarahkan layar ponselku yang menpilkan Foto Jack pada Gavin.

"Oh.." responnya datar.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
A Month to RememberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang