Last Goodbye

27 0 0
                                    

Semilir angin menyejukkan badan, semakin merayu tubuh tuk kembali pada zona ternyaman berbalutkan selimut kesayangan. Jalan setapak ini entah mengapa terasa kian memanjang, tak seperti biasanya. Hmm, setan di kala sebelum munculnya fajar memanglah yang terberat.

Dari kejauhan pandang, kudapati ia pun tengah berjalan sendirian di bawah kegelapan penghujung malam. Melawan kantuk yang mendera, berjuang mendirikan sebuah pondasi utama dari agama. Dengan berselubung kain batik merah yang disandingkan dengan sarung hijau kuning.

Tak serasi memang. Malah mengganggu kesejukan pandangan di shubuh hari. Tapi justru dengan itu aku bisa dengan semangat melawan rayuan syaitan yang tadinya berusaha membawaku kembali pada kedalaman dunia mimpi.

Setan-setan itu malah beralih untuk membuatku terus memandanginya dari kejauhan. Menarikku untuk terus berjalan mendekatinya.

Ya Allah,

Dengan hati yang mulai terkotori ini, ku luruskan kembali jalanku untuk beribadah hanya untukkmu.Hilangkanlah segala niat dan pikiran buruk dalam otakku. Kembalikanlah hatiku pada jalanmu, sang pembolak-balik hati.

Buyarlah segala pikiran-pikiran buruk yang menghantuiku. Kembali kuajak hatiku untuk mengingat sang kekasih sejati. Kudirikan dua rakaat yang lebih baik dari dunia dan seisinya dengan segala ketenangan dan kedamaian.

Waktu shubuh adalah waktu yang terberat, namun menyimpan sejuta ketenangan. Waktu yang paling tepat untuk berkencan dengan kalamullah.

Disaat yang lain bersegera kembali ke asrama sehabis shubuh untuk melanjutkan perjalanan mimpi mereka, aku memutuskan untuk mengulang-ulang hafalanku yang telah banyak hilang. Sebuah keputusan yang berat karena saat ini pun aku tengah berjuang melawan kantuk yang kian mendera.

"Yoan, yok balik" ujar salah seorang teman sekamarku.

"Kamu balik aja dulu."

"Mau ngaji?" tanyanya yang melihatku hanya duduk berdiam diri di samping rak Al-Qur'an.

"Iya."

"Yaudah deh, aku balik dulu ya. Jangan kelamaan baliknya, ingat nanti kita goro."

"Hmm."

Setelah keadaan di masjid mulai sepi dan tidak menyesakkan barulah aku mengambil Al-Quran manis bersampul merah mudaku.

Jika di shubuh hari seperti ini, akan lebih nikmat bila kita membaca Al-Quran dengan di suguhi pemandangan sunrise. Jadi aku memilih duduk di bagian teras masjid yang terbuka ini, menghadap kearah yang nantinya akan terbit matahari di ufuk timur.

Terlarut dalam lantunan-lantunan ayat suci ini membuatku terlupa akan waktu hingga aku hampir melewatkan detik-detik perubahan warna langit yang indah.

"Masya Allah." Tanpa sadar aku bergumam. menikmati rasa takjub pada Sang Maha Besar.

Tiba-tiba lewat siluet seorang pemuda berbaju batik merah. Benar. Ia adalah pemuda yang ku pandangi di kala sebelum fajar tadi. Ia adalah pemuda yang mengalihkan rasa kantukku dan keinginan untuk tidur kembali. Ia adalah pemuda yang mengacaukan isi pikiran dan hati.

1 detik, 2 detik, 3 detik, 4 detik, 5 detik

Segera ku palingkan pandanganku. Bukannya menikmati pemandangan sunrise yang indah, aku malah salah fokus terhadapnya. Beruntung ia tak melihat aku yang memandanginya.

Beruntung ia merupakan sosok yang selalu menjaga pandangannya, hingga ia tak akan dapat melihat aku. Aku yang selalu memperhatikannya dari kejauhan. Aku yang selalu mencari keberadaanya dalam kesempitan. Aku yang selalu menunggu kehadirannya di persimpangan jalan.

Last Goodbye | 마지막 안녕Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang