***
Hari berikutnya.
Bangun dengan tubuh pegal karena dipaksa bergerak olah raga, Aki disambut suara riuh dari taman belakang kaget melihat Chris dan Evan berdebat ringan. Meski begitu suara keduanya terdengar keras hingga ruang depan. Dari membahas masalah Aki semalam sampai potongan daging sapi burger tidak rata dan terlalu banyak saus, Evan yang biasanya memasang raut datar kini tampak kesal, kedua alisnya merajut.
"Kau bisa menyusun sandwich tidak sih?! Sini biar aku saja."
"Tch berisik. Kita sudah lama tak bertemu beginikah caramu menyambutku?"
"Menyambut? Aku yang dari jepang seharusnya kau yang menyambut, sialan."
"Anu.. ada yang bisa kubantu?" Suara lembut memecah emosi mereka, spontan keduanya melihat kearah Aki yang masih memakai baju tidur sedikit longgar di bagian dada, rambutnya sedikit berantakan, menatap polos kearah mereka. "Umm.."
"Sudah bangun ya?"
"Sudah bangun ya?"
Evan dan Chris langsung melirik tajam kearah satu sama lain ketika sadar kalimat yang dikeluarkan sama. Di depan mereka, Aki hanya menatap bingung sambil mendekat perlahan. Daging yang sudah berbumbu dimasak lalu ditata kedalam roti burger, menu sarapan kali ini dirasa paling berat hingga pada gigitan ke empat, perut Aki terasa kenyang tak menghabiskan burger. "Buat aku saja ya?" Tanya Chris sambil meraih sisa burger gigitan Aki lalu memakannya dua kali lahap.
"Oi, itu bukan jatahmu."
"Umm.. um, bukan dobel, ini kan sisa." Sahut Chris sambil mengunyah. Lagi-lagi hanya menyimak pertengkaran kecil di depan, Aki lebih banyak diam kali ini.
Sorenya seperti yang dijanjikan sebelumnya, dengan pakaian hangat dan masker perlahan Aki duduk di bangku belakang sepeda berpegangan pada pakaian Evan agar tak terjatuh. Udara tak dingin tak juga panas membuat keduanya merasa nyaman. Evan lebih banyak bicara saat dia sedang senang dan ini saatnya, dari hal tak penting seperti kebiasaan Aki mengerang lalu menendang apapun yang ada didekatnya saat tidur sampai pergantian shift cafe namun di belakang, Aki malah melamun memikirkan hal jauh berbeda dari temannya ini.
"Hei, kau mendengar??"
"I iya, maaf. Udaranya enak jadi agak ngantuk."
"Jangan ketiduran loh, nanti jatuh."
Evan tak akan mengatakan hal manis seperti ini pada orang lain bahkan untuk keluarganya, untuk Chris, dia nyaris tak pernah mengucap dengan nada baik. Saat mengajarpun dia hanya berkata secukupnya dalam arti tak pernah mengingatkan soal tugas, sering marah jika mahasiswanya berbuat kesalahan hingga dijuluki dosen killer. Tapi saat mengajar di kelas Aki, saat menatap langsung ke mata lelaki manis ini, sang dosen killer itu melunak seketika membuat mahasiswa lain penuh tanya. Lagi-lagi gosip menyebar.
Meski begitu tak ada seorangpun yang mampu berpaling dari visual Evan meski dia galak sekalipun. Setiap berjalan di lorong kampus atau jalan seperti ini, setidaknya ada satu dua orang yang rela menghentikan sejenak langkah mereka sekedar menatap Evan yang sama sekali tak peduli.
Disaat-saat seperti inilah Aki berada dalam keraguan. Tak tau harus bangga atau merasa tak pantas, kedua perasaan berbeda itu masih saja bergelut di dalam meski sekian tahun menghabiskan waktu.
"Nah, sampai. Agak lama tak masalah kan? Seingatku kau suka membaca. Ada bahasa jepang juga nanti cari sendiri didalam." Jelas Evan sambil menuntun sepeda mencari tempat di parkiran sebuah perpustakaan lalu masuk diikuti Aki di belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
30DAYS (Complete)
RomanceTentang gay dan demisexual. Dia yang selama ini terlihat tenang namun ternyata terlalu terpacu pada seorang batu bernyawa hingga tanpa sadar ada seseorang yang jauh lebih menyimpan perasaan diluar sana Hanya 30 hari waktu yang mereka habiskan untuk...