Prolog

11 1 1
                                    

Should I?

Shall we?

"Perlukah?" Wanita bertubuh langsing sambil menggenggam kedua pedangnya di tangan kirinya itu menaikan alis kepada seorang pria di depannya.

"Tentu. Kau akan membutuhkannya," pria itu melemparkan sekantung penuh uang emas kepada tangan kanan wanita itu, seraya memberikan perintah selanjutnya.

"Kupikir kamu tidak akan perlu memberiku uang sebanyak ini," ucap wanita setelah mencoba menimbang berapa banyak uang emas itu.

"Kamu akan perlu, percayalah. Lawanmu kali ini tidak akan takhluk hanya dengan pedang nagamu itu. Aku inginkan dia. Bawa kepalanya kepadaku, akan kuhadiahi kamu 100 keping uang emas."

Wanita berambut biru keunguan itu hanya menyunggingkan senyumannya sinis, "Kita lihat saja, apakah benar dia lawan yang tangguh."

Suara nyaring ketukan sepatu di tanah saat wanita itu selangkah demi selangkah mendekat ke arah pria yang memberinya uang, seolah menjadi pertanda bahaya bagi makhluk di sekelilingnya, dan berhenti tepat wanita itu mencondongkan tubuhnya.
Bibir berwarna merah itu bergerak pelan, mengeluarkan suara cukup lantang untuk didengar oleh satu gudang peninggalan kerajaan sebelumnya.

"Jangan pernah memerintahku, atau mungkin kamu yang harus merasakan pedangku ini. Kebetulan dia sedikit berkarat," pria itu tidak bergeming.

"Jangan juga kamu mengancamku, nyawamu di tanganku," pria dengan rambut perak terurai sampai bahu itu menepuk pelan pundak wanita itu, seraya melangkah melewatinya dan bersiul kencang, memanggil kudanya.

"Aku tunggu kepala musuhmu itu, Hayate. Berikan kepadaku dalam waktu satu minggu, atau," setelah mengucapkan katanya, bahu wanita itu bersinar dan wanita itu berteriak kencang.

"Akh!" Pekiknya menahan perih dan panas dari bahunya.

"....kamu tau akibatnya. Bahu kananmu, yah, cukup jauh juga dengan jantungmu. Perlu satu minggu bagi mantra itu untuk merambat. Jadi pergunakaan sebaik-baiknya, atau kamu akan tinggal nama, Airi The Blood Blade."

Mata tajam berwarna ungu itu menatap pria yang menyunggingkan senyum sinisnya. Dengan menunggang kuda berzirah merah, pria itu membuka dimensi lain dan hilang, meninggalkan Airi, sang wanita terkenal dengan Blood Blade, sendirian.

Baju merahnya sedikit terbakar dan meninggalkan tanda Lokheim, tanda kebesaran sang Raja kegelapan.

Bibir tipis berwarna ungu itu beradu. Secepat angin malam berhembus, Airi meninggalkan gudang itu dalam kesunyian, pergi ke tempat sang Ghost Walker, Hayate.

-----------------------

Lanjut?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 06, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Place of ConfessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang