"Surat Dari Velya"

511 0 0
                                    

Judul : Surat Dari Velya.

Ditulis Oleh : Ingrid Jiu/Yuvina.

24 Desember.

Pemakaman Gereja St. Yohanes.

"Ibu Cecill, ibu harus tabah! Tuhan akan memberkati Ibu sekeluarga! Atas nama Bapa, dan Putra, dan Roh kudus, Amin." Pastor Gilbert mengakhiri kata-katanya sambil tersenyum kepadaku, bahkan kurasakan ia sempat menatapku dengan tatapan iba. Sesaat ia kembali tersenyum, lalu melangkah pergi dengan diikuti beberapa bruder menuju gereja yang tidak jauh dari tempat di mana kami berada.

"Terima kasih, Father!" Jawabku sambil memaksa diri untuk tersenyum walaupun terasa sangatlah sulit. Sementara sayup-sayup terdengar lagu natal dinyanyikan dari gedung gereja. Maklum hari ini tanggal 24 Desember, besok adalah hari natal. Putra-putri altar tengah latihan menyanyikan lagu-lagu natal yang akan ditampilkan pada misa nanti malam.

"Mom, mari kita pulang!" Ajak Shania, putriku yang pertama. Bisa kurasakan ia tengah menggenggam tanganku dengan erat.

"Mmhh... ia sama sekali tidak meneteskan setetes air mata pun untuk Velya!" Kataku pelan dengan nada penuh geram walaupun kacamata dan topi hitam tengah menghiasi mata dan kepalaku.

"Mom, mari kita pulang! Mommy harus istirahat untuk menenangkan hati dan pikiran. Kami tahu ini sangatlah berat, tetapi kami semua juga memiliki perasaan yang sama, Mom!" Sambung Joseph, putraku yang bungsu.

Aku melepaskan kacamata hitamku, kemudian menghapus air mata dengan tissue yang disodorkan oleh putra keduaku, Bill. Sementara kulihat orang-orang satu per satu telah pergi dan meninggalkan pemakaman. Aku sempat melihat John sekilas, ia sendirian dan tampaknya ia buru-buru meninggalkan pemakaman usai upacara dilaksanakan. Suasana perkuburan kini hanya tinggal kami berlima, yaitu aku dan keempat anakku.

"Anak-anakku, kalian pulang saja dulu! Mommy ingin sendiri, nanti Mommy akan pulang dengan taksi saja!" Kataku tegas.

"Tetapi, Mom?" Shania terdengar keberatan.

"Apakah Mommy yakin?" Tanya Edrick, putraku yang sulung dengan nada khawatir. Aku mengangguk dengan yakin tanpa banyak bicara.

"Mom?" Kuhardik Joseph dengan tanganku untuk tidak melanjutkan kata-katanya.

"Okey, kita pulang dulu!" Ajak Edrick kepada saudara-saudaranya.

"Hati-hati, Mom! I love you!" Bisik Joseph yang mencium keningku dan diikuti oleh ketiga saudara lainnya.

Aku memandang keempat anakku sambil masih berlinangkan air mata, kutarik nafas yang sangat panjang dan memandangi mobil Nissan Extrail berwarna hitam yang membawa mereka pergi dan menghilang dari pandanganku.

Kini tinggallah aku sendirian di perkuburan yang terletak sekitar 300m di belakang gereja St. Yohanes. Pohon-pohon di sekitarnya telah dihias dengan berbagai macam hiasan natal berupa gantungan bola, Santa Claus, kaos kaki, kereta salju dan lainnya. Sambil berdiri di hadapan sebuah gundukan tanah yang tengah bertaburkan penuh dengan bunga. Gundukan yang telah dibalok semen berbentuk segi empat dan di tengahnya telah ditancapkan dengan gagah sebuah tiang salib. Aku kembali menangis. Air mataku bercucuran deras tanpa bisa kubendung lagi.

"Honey, seandainya kau ada di sini! Mungkin aku tidak akan seperti ini." Desahku lirih.

"Aku tidak bisa menerima bagaimana perlakuan mereka terhadap putri kita?" Lanjutku kembali terisak.

"Bahkan tidak setetes air mata pun yang keluar dari mata si keparat itu. Dan tidak ada satu pun anggota dari pihak keluarga mereka yang menghadiri pemakaman." Bisikku lagi dengan penuh amarah. Aku mencoba untuk diam dan menenangkan diri. Kuraih beberapa helai tissue dari tas tangan dan mengusap wajahku perlahan. Hatiku tengah dirundung sendu dan malang telah menimpaku, dan kini kesedihan yang datang menghampiri, sementara tangisan dengan setia menemaniku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 18, 2010 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

"Surat Dari Velya"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang