1. Lelaki Misterius

145 8 16
                                    

Sudah beberapa hari ini selera makanku menurun drastis. Berbagai macam makanan lezat di sepanjang jalan pun seolah tak menarik lagi. Padahal biasanya hampir setiap hari aku membeli aneka jajanan atau pun lauk untuk menu makan sehari-hari. Ayam goreng kremes dan capcay adalah makanan yang paling sering kubeli.

Namun kali ini, sepiring nasi dengan lauk ayam goreng kremes itu tak juga kusentuh. Masih tetap berada di atas meja kecil berwarna cokelat yang terletak di sudut kamar. Nasinya sudah mulai dingin dan ayamnya pun sudah tak kremes lagi.

Aku masih terpaku dengan banyaknya coretan pada  proposal penelitianku. Dosen pembimbingku bilang latar belakang penelitianku belum kuat, belum dapat benang merah permasalahannya. Begitu pun pada bab selanjutnya, tinjauan pustaka milikku belum lengkap, masih banyak yang perlu di tambah. Huufft... Pusing sekali rasanya. Harus merombak lagi susunan kata-kata tersebut.

Perut yang mulai terasa pedih memaksaku untuk makan. Kuambil piring berisi nasi dan lauk serta segelas air mineral. "Aku harus bisa menyelesaikan revisian ini sesegera mungkin," gumamku sambil menyendok nasi dengan malas.

***

Hari sudah menunjukkan pukul 07.10 WIB ketika aku baru saja tiba di parkiran perpustakaan fakultas. Aku sengaja datang jam segini karena biasanya perpustakaan baru dibuka. Pasti suasana di dalam masih sepi dan lebih leluasa untuk mencari bahan revisian.

Aku berjalan menuju pintu perpustakaan seorang diri. Ketika sampai di depan pintu, kulihat sepasang sepatu cowok sudah tersusun rapi di rak. Ya,  kita harus melepas alas kaki jika mau memasuki perpustakaan. Hmm ternyata aku kalah cepat dari orang ini, batinku.

Aku membuka pintu perpustakaan. Ngeeek.... Pintu terbuka perlahan. Terlihat ruangan masih sangat sepi. Hanya ada seorang petugas yang duduk di depan meja. Aku menghampirinya sembari tersenyum dan memberikan kartu anggota perpustakaan padanya sebagai akses masuk. 

Langkah kakiku menuju loker tempat penyimpanan barang untuk menaruh tas ransel yang sedari tadi digendong, kemudian barulah menuju rak buku yang terletak di sudut kiri, terdapat berbagai macam judul skripsi di sana. Ada yang dari angkatan tahun 2000 sampai angkatan tahun ini, juga skripsi beberapa jurusan yang ada di fakultas, semua lengkap.

Mataku terus bergerak menelusuri tiap judul skripsi yang sekiranya berkaitan dengan judulku, ini diperlukan sebagai bahan acuan tentunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Mataku terus bergerak menelusuri tiap judul skripsi yang sekiranya berkaitan dengan judulku, ini diperlukan sebagai bahan acuan tentunya. Menyebalkan sekali sebenarnya harus mencari secara manual begini, tapi mau bagaimana lagi, perangkat komputer sedang rusak. Aku memulai pencarian dari paling bawah, karena rak buku ini tinggi jadi tidak mungkin aku mencari dari yang atas. Setengah jam berlalu dan belum kutemukan juga, mungkin aku harus melihat bagian atas. Dengan sedikit jinjit aku melihat satu per satu skripsi yang tertata rapi itu.

Seseorang tiba-tiba saja datang dan berdiri tepat di sebelahku, seolah-olah sedang melihat-lihat skripsi, sama sepertiku. Ia mengenakan masker hitam, sorot matanya tajam, membuatku takut dan sedikit menjauh darinya. Kuteruskan lagi kegiatanku sampai akhirnya aku temukan juga skripsi senior yang kucari. "Haaah, mengapa sulit sekali mengambilnya, letaknya terlalu tinggi," gerutuku.

Aku terus menggapai-gapaikan tangan ke arah skripsi itu sambil jinjit. "Sedikit lagi berhasil," kataku pelan. Tanpa kuduga, skripsi tersebut malah oleng dan bergerak meluncur ke arah mukaku. Di saat yang tepat, lelaki bermasker itu menangkapnya. Untunglah, kalau tidak mukaku yang jadi korban.

Skripsi bersampul cokelat itu kini berada dalam genggaman lelaki bermasker. Ia tepat berdiri di hadapanku dengan sorot mata tajam dan dingin. Jujur, aku sedikit takut.

"Ehm.. terima kasih, mm bolehkan aku meminta skripsi itu?" tanyaku padanya.

Tak ada jawaban apa pun yang keluar dari mulutnya. Tatapan  matanya kemudian menyipit, menandakan sedang tersenyum. Senyum yang aneh menurutku. Ia kemudian menyodorkan skripsi di tangannya padaku dan berlalu ke bagian rak buku lainnya.

Tidak seperti biasanya, perpustakaan hari ini sepi sekali. Hanya ada beberapa mahasiswa yang berkunjung. Aku jadi bebas memilih duduk di mana saja sambil membaca skripsi ini. Kuambil laptop dan buku catatan dari dalam tas ransel yang kusimpan di loker tadi. Lalu duduk di bagian pojok dekat jendela. Kupelajari tiap kalimat yang ada di dalam skripsi itu, mencatat hal-hal penting seperti metode dan formulasi penelitian, hingga ke cara kerjanya. Setelah itu aku mencari bahan pendukung untuk proposal penelitianku di internet.

Saking asyiknya menyelami dunia internet, aku baru sadar jika lelaki bermasker hitam tadi duduk berhadapan denganku. Jarak kami hanya di batasi oleh dua buah meja. Aku bergidik ngeri. Mengapa dia memilih duduk di hadapanku? Padahal perpustakaan sedang lengang, ia bisa memilih di bagian mana saja, asal tidak di dekatku. Konsentrasiku menjadi buyar. Aku tidak nyaman dengan keadaan ini.

Saqilla & Alva Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang