00.21

103 12 0
                                    

Pukul sebelas nanti Allan akan berangkat ke Singapura dan Key sudah di depan rumah Allan pukul sembilan pagi ini.

“Om, Tante, Key minta izin buat ajak Allan sebentar sebelum dia berangkat, apa boleh?” tanya gadis itu takut-takut.

Kedua orang tua itu terdiam, memikirkan sejenak permintaan gadis di depannya ini.

“Key mohon. Satu jam saja. Key janji!” katanya mencoba meyakinkan, menunjukkan jari kelingkingnya.

Setyo menghela napas berat. “Baiklah, kamu boleh ajak Allan pergi. Ingat, jam sepuluh sudah di rumah!”

Key tersenyum, mengangguk semangat. “Terimakasih, Om, Tante,” katanya di angguki kepala oleh kedua orang tua Allan dengan senyuman.

“Udah siap?” tanya Key, melihat Allan menuruni tangga.

Cowok itu mengangguk. Keduanya berpamitan pada Setyo dan Mira sebelum berangkat.

“Kita mau kemana?” tanya Allan penasaran. Pasalnya Key tidak mengatakan akan di ajak kemana.

“Udah lo diem aja. Gue enggak bakal yulik lo, kok. Jadi, santai aja,” jawab gadis itu dengan senyum simpulnya.

Allan hanya mengangguk saja.

Mobil mereka berhenti di sebuah taman rekreasi. Allan mengernyit. “Taman rekreasi?”

Key tersenyum, mengangguk semangat. “Lo bilang enggak pernah ngerasain hidup normal, kan? Lo juga enggak pernah keluar area rumah sakit sama sekolah. Jadi, gue mau kasih kehidupan orang normal sebelum lo ke luar negeri, dan kita bakal kesini lagi kalau lo udah balik,” jawab gadis itu nampak antusias.

“Key ....” panggil cowok itu lirih. Merasa terharu begitu saja.

“Ayo!” ajak key, keluar dari mobil dan masuk ke taman rekreasi.

Allan mengekorinya. “Bagus banget tempatnya. Apa semua orang bakal ke sini?” tanya Allan penasaran. Ia hanya pernah melihat taman ini lewat youtube saja, belum pernah merasakan ke sini langsung.

Orang tuanya sangat protektif, mereka tidak membolehkan dan tidak pernah membawa Allan kemari. Bahkan orang tua Allan sempat memikirkan home schooling agar Allan tidak perlu pergi jauh dari rumah. Tapi, Allan menolak, alih-alih ingin mendapat teman baru di luar, dengan berat hati mereka mengijinkan Allan untuk sekolah di sekolah umum.

“Hm. Kebanyakan mereka ke sini, apalagi waktu liburan kaya gini. Rame banget!” ucap gadis itu menjelaskan dengan semangat menggebunya.

Allan memandang taman rekreasi itu. “Key, itu apa yang berputar dan ada kurungan?” Allan mengernyit melihat bianglala di sisi kirinya sejauh lima puluh meter.

Key mengikuti arah yang di tunjuk Allan. “Itu namanya biang lala. Kita coba itu dulu?” tawar Key dan diangguki antusias oleh Allan. Keduanya mengantre untuk mendapat tiket. Untung di sana belum terlalu ramai, jadi tidak perlu waktu lama bagi mereka untuk menunggu.

Bianglalal berputar perlahan, tepat di paling atas mata Allan berbinar. “Astaga! Indah banget pemandangan di atas sini. Gue bisa lihat seluruh kota!”  seru Allan kagum, matanya menikmati.

Key tersenyum memandangi itu. Allan terlihat lebih ceria sekarang, padahal ada sesuatu yang membahayakan nyawanya di depan sana. Dia seolah tidak memiliki dan tidak memikirkan beban apa pun. Apa Key masih akan melihat tawa ceria cowok itu?

“Mau coba apa lagi?” tanya Key setelah mereka turun.

Allan memandang sekitar, dia melihat roller coaster yang terisi jeritan-jeritan histeris para penumpangnya. Allan tak mungkin main ke sana. Dia memandang ke sebelah kanan, melihat wahana yang tak kalah menyeramkan, tidak mungkin juga dia naik itu.

11.11 (Sebelas kembar) [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang