Ini adalah hari ketujuh dari perjalananku. Hari ini kami akan berkeliling dan mengunjungi tempat-tempat yang sangat direkomendasikan oleh Jack.
Kami mengantarkan Anastasia ke sekolahnya terlebih dahulu. Setelah itu kami berkendara menuju Volendam.
Volendam nggak terlalu jauh dari Amsterdam, cuma perlu dua puluh sembilan menit perjalanan dengan menggunakan mobil pribadi kami sudah sampai di Volendam. Kalau menggunakan transportasi umum seperti kereta mungkin perlu waktu lima puluh menit sampai satu jam dan harus beberapa kali berganti kereta.
Aku merasa beruntung sekali karena Jack bersedia menemani kami selama di sini. Selain menghemat pengeluaran, kami juga bisa menjadikan waktu dua hari kami di Belanda menjadi lebih efisien. Jadi kami bisa menyusun lebih banyak itinerary tempat-temat yang akan kami kunjungi.
"Bagaimana keadaanmu, Dude?" Suara Jack memecah keheningan dalam mobil.
Jack menatap Gavin dari kaca spion tengah, aku berpaling ke belakang untuk menatap Gavin secara langsung.
"Sudah lebih baik," jawab Gavin datar tanpa menatapku.
Aku tetap menatap kearahnya sampai dia merasa risih sendiri dan akhirnya balas menatap ke arahku.
Aku memelototinya dengan alis terangkat sebelah, semoga dia mengerti kalau ekspresi ini adalah ekspresi sebuah pertanyaan yang aku tujukan padanya.
Dia membasahi bibirnya, dan mulai menarik nafas. Sama seperti sebelum-sebelumnya, kupikir dia pengin ngomong, tapi ternyata dia hanya menggeleng selepas menghembuskan nafas secara kasar.
Aku sudah seperti hapal bahasa tubuhnya, kalau dia seperti itu, artinya dia nggak mau bicara lebih banyak. Jujur aku agak kesal setiap dia berekspresi seperti itu.
"Dia kenapa?" tanyaku pada Jack akhirnya.
"Hhmm ... Kurasa tadi malam dia minum terlalu banyak," kata Jack sambil melirik Gavin lewat spion tengah, "dia jadi sangat mabuk."
Aku menatap Jack dan Gavin bergantian, menuntut lebih banyak penjelasan.
"Dia hampir muntah di kasurku, untung aku sempat menyeretnya ke kamar mandi," lanjut Jack sambil diiringi gelak tawa.
Aku nggak ikut tertawa, menurutku ini nggak lucu sama sekali. Aku berpaling ke belakang dan menatap Gavin dengan tajam.
"Apa?!" tanya Gavin dengan nada sedikit membentak.
"Tolong jelasin!"
"Apa sih, Fee! Biasa aja kali."
"Biasa apanya?"
"Ya, biasa! Kayak nggak pernah liat cowok mabuk aja!"
"Tapi nggak di rumah orang juga kali! Dasar ...," aku memukul lututnya keras, "kamu tuh bikin repot orang, belum juga dua puluh empat jam kita numpang di rumah mereka!" gerutuku kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Month to Remember
Narrativa generaleFee memutuskan resign dari tempat kerjanya dan menguras habis semua isi tabungannya untuk pergi travelling ke Benua Eropa. Ini bukan perjalan biasa, ini adalah pelarian. Pelarian dari konyolnya hidup yang dijalanani Fee selama ini. Fee berkenalan...