Chapter 38

420 29 5
                                    

Jangan lupa vote dan komen ya..

Bacanya pelan-pelan..

~•~

Sembari menyetir, sesekali cowok itu menoleh ke arah cewek di sampingnya yang sedang termenung diam, sambil menatap jalan tanpa mengedip.

"Lo gak pa-pa? Tenang aja, bentar lagi nyampe rumah lo kok." ucap cowok itu menenangkan.

"Jangan pulang, Ngga," balas gadis itu pada akhirnya, dengan suara pelan.

Angga merengut. "Loh kenapa?"

Gadis itu terdiam, lalu kembali mendongak. "Nanti aja pulangnya," tutur Putri ragu.

Sedetik kemudian cowok itu terkekeh paham. "Oh pasti lo takut sama bokap lo ya kalo gue yang nganterin?" tanya Angga yakin.

Putri terdiam, sementara Angga mengangguk paham karena tahu jawabannya apa.

"Lagian gue udah bilang kok kalo gue pacar lo, tenang aja my princess," goda cowok itu seraya melirik Putri yang membuang mukanya.

"Apaan sih?" sahut Putri melengos.

Sementara Angga terkikik lucu. "Hahaha."

Beberapa detik terasa sunyi, hanya ada suara mesin mobil yang terdengar samar, dan juga sesekali cahaya matahari masuk menerobos jendela—menerangi wajah Putri.

Putri melirik Angga diam-diam, lalu dia mendekatkan dirinya. "Hmm, makasih," singkatnya.

Angga setengah terkejut, lalu menoleh ke arahnya. "Hm? Haha sama-sama cantik, tumben banget."

"Emang gak boleh ngomong 'makasih'?" ketus gadis itu.

Angga tertawa. "Boleh, gue seneng malah," ujarnya jujur.

Putri mengangguk tak acuh, lalu tak sengaja dirinya mengeratkan jaket milik Angga di badannya dan baru tersadar sesuatu.

"Lo juga tumben, gak bau ketek," tutur Putri tiba-tiba seraya perlahan mengangkat sudut bibirnya.

Angga mengangkat alisnya. "Enak aja 'tumben', gue tuh emang gak bau ketek!" balasnya lalu kembali menatap jalan.

"Bohong," celetuk gadis itu, membuat Angga tertawa renyah.

"Hmm, oh iya, cowok tipe lo tuh yang kayak gimana sih?" tanya Angga terang-terangan.

Putri mengangkat kedua bahunya. "Yang pendiem, gak bawel, dan yang gak kayak lo," jawab gadis itu menohok kemudian menyenderkan kepalanya ke jendela.

Alih-alih cemberut, Angga malah mengangguk lalu tertawa senang mendengarnya. "Baguslah, biasanya nih ya, kalo cewek ngomong gini tuh berarti kebalikannya," ungkapnya lalu terbahak bangga.

Mendengar itu, Putri merengut tidak bisa berkata-kata. Entah Angga ini terlalu cerdik atau apa, tetapi dirinya selalu dibuat bungkam olehnya.

Tiba-tiba Angga menoel hidungnya. "Tuh kan diem, berarti 'iya'!" ucapnya lagi.

Gadis itu menyingkirkan tangan Angga dari hidungnya lalu memukul bahu cowok itu. "Ihh diem gak?!" pekiknya sewot.

Bukannya diam, Angga malah semakin tertawa ledek karena semakin puas melihat reaksi Putri yang terus-terusan memukul bahunya.

Beberapa menit, mobil berwarna biru lembut itu berhenti di depan rumah minimalis dengan tumbuhan yang terurus indah di depannya. Putri membuka save belt-nya, begitu pun juga Angga.

Mereka keluar mobil bersamaan kemudian ketika Putri sudah sampai di terasnya, dia berbalik—menatap Angga bingung. Sementara cowok itu mengutak-ngatik ponselnya.

MATSA [ Tamat ] 𝗿𝗲𝗸𝗼𝗺𝗲𝗻𝗱𝗮𝘀𝗶Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang