Rahasia Yang Terkuak

36 11 0
                                    

"Eh lo kemaren gimana sama Karin? kata lo Karin nginep di rumah lo?" desak Tomi yang begitu penasaran melihat kemajuan sahabatnya.

"Gue kalo sama Karin bawaannya ketawa terus Tom. Dari dulu Karin enggak pernah berubah, nyokap gue nyuruh Karin sering-sering main nemenim dia. Malah suruh nginep ke rumah gue," sahut Reivan melanjutkan skipping rope.

"Kemajuan pesat dong berarti," tebak Tomi demikian. Meskipun bukan dirinya yang merasakan, tapi dia ikut bahagia. Selama ini Tomi yang menjadi teman curhat Reivan. Semua curhatannya all about Karin.

"Ya gitu."

Pandangan Tomi kali ini berbeda. Baginya terasa aneh saja, ketika ada kemajuan sedikit mulutnya berkowar-kowar untuk bercerita kepadanya. Hingga dirinya sendiri pun bosan dengan cerita itu-itu saja. Dan kini kejadian dan hatinya tidak menunjukkan hal yang sama. Dia coba enyahkan, mungkin itu hanya perasaannya saja.

"Tapi lo seneng kan?" tanya Tomi sekali lagi untuk memastikan.

"Karin udah punya cowok Tom," jawab Reivan dengan begitu santai.

Ucapan Rangga membuat seketika Tomi terkejut. Namun dia tak memungkirinya, itu semua kesalahan Reivan sendiri. Tak pernah mau mengungkapkan perasaan sebenarnya.

"Terus lo santai gitu engga bertindak?!!! Van dulu lo yang menggebu-gebu pengen ketemu Karin, lo yang cerita lo enggak sabar gimana Karin sekarang. Terus lo enggak ada usaha sama sekali buat ngerebut Karin!!!" Tomi mulai mengangkat barbelnya tampak heran dengan sikap Reivan selama ini.

"Karin kayaknya udah bahagia sama itu cowok. Gue sebagai teman kecilnya cuman turut seneng aja. Biar Tuhan yang tahu kalo rasa yang ku pendam ini bener-bener tulus."

"Bener-bener deh gue, enggak ngerti sama jalan pikiran lo Van."

Tiba-tiba terdengar suara kaki berjalan melewati lorong. Langkah kakinya tak berat. Mereka yang begitu penasaran siapa yang datang begitu pagi-pagi di tempat latihannya. Terlihat dari bawah kaki kaki kecil putih menggunakan sneaker biru tua dan legging abu-abu 7/8. Tomi sungguh terkejut dengan kehadiran Karin, tak terkecuali Reivan yang sejak tadi membicarakannya.

"Van, gue enggak ganggu kan. Udah lama gue enggak olahraga," Karin kemudian meletakkan tasnya di loker.

"Enggak, gabung aja Rin. Eh lo inget sama Tomi enggak?" Reivan yang masih terkejut dengan kedatangan Karin, mencoba santai dan merubah ekspresinya. Dia langsung menarik tangan Karin ke dalam arena.

"Tomi? bukannya lo Tomi yang dulu biasanya bareng sama Reivan. Gue sampe pangling, gila masih awet aja lo sama Reivan," mereka berdua saling berjabat tangan.

"Reivan aja yang enggak mau kehilangan gue. Dia aja sampe nyamperin balik gue disini beberapa tahun lalu," curhat Tomi melanjutkan angkat barbelnya. Tomi berharap semoga Karin mendengar perdebatannya dengan Reivan tadi. Sudah lelah Tomi menasehati Reivan dengan berbagai alasannya yang malah membuat hatinya sakit semakin lama menahan.

"Loh Van kok lo enggak cerita sih dulu pernah balik kesini, kalo lo kesini kan lo bisa maen ke rumah gue," pukul kecil Karin seakan ia tidak terima karena Reivan tidak pernah menghubunginya.

"Gue enggak enak sama lo Rin, takutnya lo lupa sama gue. Terus gue juga udah lama enggak ketemu sama lo," sejenak Reivan memalingkan pandangannya dari Karin. "Lo juga punya kehidupan sendiri, kalo tiba-tiba muncul gue ngerasa takut ngeganggu. Lagian cuman bentar doang."

Ledek Tomi "Malu kok dipiara Van...Van."

Ucapnya pelan "Kan gue juga kangen sama lo Van.." tanpa sadar Karin sedikit memandang lirih Reivan. Namun Reivan tak menyadari perkataan Karin, begitupun dengan Tomi.

Dia Datang,., [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang