Dimensi Waktu

11 2 0
                                    

Pagi itu aku terbangun. Kepala ku terasa pusing untuk beberapa saat, hingga aku tersadar ada beberapa orang yang mengilingi sekitar tubuh ku.

Menatap ku dengan pandangan yang sulit di artikan. Was was barangkali mereka berniat jahat pada ku, sontak aku menjerit. Rupanya mereka tak kalah terkejut seperti aku kala itu.

"Syukurlah akhirnya kamu sadar juga" ucap salah satu wanita tua di samping ku.

Aku tak bergeming, masih menatap heran orang-orang itu dan banyak sekali pertanyaan yang berkecamuk di pikiranku.

"Dimana aku?" Kini aku memberanikan diri untuk bertanya walau sebenarnya aku tahu sekarang ini berada di Rumah Sakit.

"Ini Rumah Sakit, semalam kamu sempat tertabrak mobil. Kebetulan ayah ku sedang betugas disana jadi kamu dibawa kesini olehnya," sahut si gadis berkepang dua,

"Mana ayah mu sekarang?," tanya ku lagi-lagi meragukan jawabannya.

"Ayah lagi menindak lanjut kecelakaan itu, makanya dia menyuruh kita kesini untuk menemani mu"

Apa?! Jadi semalam aku mengalami kecelakaan?

Mengapa aku sama sekali tak mengingat apapun, bahkan luka yang terdapat di tubuh pun tak terasa walau hanya sedikit mengalami pusing. Lalu siapa mereka? Kalau diteliti wajah mereka sangat familiar seperti orang yang ku kenal tapi aku tak tahu jelas siapa.

***

Kliiik.

Pintu terbuka menampilkan sosok pria berbadan tegap dengan banyak atribut di seragamnya.

"AYAAHHH" teriak gadis tersebut,

"Lho Mir gak sekolah?," tanya Ayah

"Kata Ibu ada gadis sepantaran Mira kecelakaan, yaudah Mira sekalian mau jenguk. Gapapa kan yah?," bujuk Mira dengan wajah melasnya.

Ayah tampak berfikir sejenak untuk mengamati pertanyaan yang baru saja Mira katakan, Dan tak lama kemudian Ayah menjawab dengan tenang,

"Yasudah gapapa, lain kali kamu harus izin dulu ke sekolah. Kalau seperti ini namanya kamu bolos. Ngerti?," tegasnya

"Siap ngerti," jawab Mira dengan senyum seulas dan tangan memberi hormat.

Perempuan yang sepertinya ibu dari gadis ini hanya menatap suami dan anaknya itu dengan gelengan kepala.

Kini paman itu menatap ke arah ku. Tunggu, melihat wajahnya dengan jarak dekat seperti ini sungguh sangat amat familiar sekali.

Siapa dia?! Seperti tahu namun aku tak mengenalnya. Arrgh, kepala ku terasa pusing memikirkan hal aneh seperti ini.

"Nak, siapa nama mu?," tanya si Paman membuyarkan lamunan ku.

"Shey—" belum sempat Aku menyebut nama, lagi-lagi aku dibuat tercengang dengan name tag yang tertera di baju si Paman tersebut.

Teguh Winata. Itu kan nama Kakek!

Oh astaga! Apa-apaan ini?! Aku baru mengenalnya. Wajahnya? Persis Kakek, mirip sekali. Paman ini polisi? Tepat seperti Kakek. Nama? tidak salah lagi.

Lalu, Ibu ini? Aku ingat. Dia Nenek ku. Iya aku sempat melihat foto-foto Nenek dan Kakek selagi muda.

Perlahan aku mulai mengedarkan pandangan ke arah gadis berkepang dua yang memakai seragam putih abu - abu dan kelihatannya seumuran dengan ku. Aku mulai menerka - nerka siapa gadis ini. Jika diamati wajahnya tampak mirip dengan ku, siapa dia?

Tunggu, bukankah tadi Kakek sempat memanggil namanya Mira?

"Apa kamu masih merasa sakit?," pertanyaan gadis itu lagi-lagi membuyarkan lamunanku,

"Mamah?," ucap ku pelan terlihat tak percaya dengan semua yang terjadi di sekitar ku.

Merasa heran dengan ucapan ku barusan, mungkin dalam hati mereka bertanya; apa maksudnya?

Shock. Seketika Aku pingsan mendadak. Membuat yang lain dibuat panik dengan keadaan ku. Terlihat jelas kekhawatiran mereka yang segera memanggil dokter untuk memeriksa keadaan ku.

***

Perlahan Aku mulai membuka mata. Secercah cahaya di langit - langit ruangan itu mulai kembali menerangi penglihatan ku.

Dimana mereka?! pikir ku dalam hati.

"Eh kamu udah bangun?," gadis berkepang dua itu ternyata sedang membaca majalah di sofa.

Bukan menjawab. Aku malah kebingungan sendiri. Memikirkan keadaan ku sekarang, ini benar-benar seperti mimpi. Ah iya, mungkin saja ini hanya mimpi. Begitulah pikir ku.

"Hei siapa nama mu? Sedari tadi kamu hanya melamun lalu pingsan huh yaampun" kesalnya.

"Aku Sheyna, mah. Masa mamah gatau," tentu saja aku menyebutnya mamah dengan santai, toh mungkin saja mimpi ini akan berakhir.

"Hahaha, apa yang kamu bilang barusan?," tawa gadis itu pecah sesaat,
"Aku ini seumur dengan mu. Nama ku Mira dan aku bukan mamah mu,"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 22, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Back To 90s?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang