LIMA: Dia kembali

351 53 8
                                    

Lydya POV


"Dia kembali" ujar sosok wanita itu.

Tubuhku seketika diserang merinding. Segera saja aku berada dalam posisi duduk, meraih ponsel.

Satu yang terpikir saat ini hanyalah menelpon mas Bayu.

Ratma menggeleng menatapku. Seolah-olah ingin berkata agar aku tidak usah menelpon mas Bayu. Tapi panggilan itu sudah kulakukan.

Tangan Ratma, lebih tepatnya hantu berwajah Ratma, menunjuk lurus ke arah ponselku.

Sshuuuttt....

Bukkk...

Ponselku terlepas dari genggaman, terhempas ke lantai, jauh dariku.

Suara mas Bayu terdengar dari ponselku, panggilanku tersambung. Satu-satunya yang bisa kulakukan hanyalah menjerit, berharap mas Bayu menyadari ada yang tidak beres denganku saat ini.

Aku menjerit sejadi-jadinya. Tubuhku benar-benar menggigil kali ini. Meskipun ini bukan kali pertama, tapi tetap saja rasanya begitu menakutkan. Tak adakah yang bisa menolongku kali ini?

Sesaat aku membeku di pojok tempat tidur. Suara parau karena terlalu lama menjerit. Hingga hanya suara serangga-serangga malam yang terdengar. Seolah malam ikut-ikutan menyembunyikan permintaan tolongku pada dunia.

Ku tutup mataku sekuat mungkin. Hingga rasanya seperti membuat kedua kelopak mataku beradu sengit. Kali ini, aku benar-benar berdo'a jika semuanya benarlah hanya sekedar mimpi belaka. Tak bisakah seseorang segera membangunkanku?

Pelan-pelan setelah sekian menit yang lama ku rasa telah berlalu, ku buka kedua mataku. Tapi tetap saja sama, Ratma tetap berdiri di pojok sana.

"Apa maumu?" Tanyaku parau. Suaraku benar-benar belum pulih.

Ratma masih terdiam di pojok sana. Sejujurnya, wajahnya sama sekali tak terlihat ingin mencekik leherku atau apapun seperti yang biasanya terjadi di film horror.

Ku lirik ponselku yang teronggok di ujung sana. Layar ponsel yang telah mati membuat putus asa-ku menjadi-jadi. Telpon dari Bayu tak tersambung lagi, entah bayu yang mematikan panggilan ini atau justru Ratma lagi pelakunya.

"Bukankah kau yang memintaku menampakkan diri?" Ujar Ratma. Makhluk itu akhirnya bersuara. Tak hanya sekedar berdiri tegak di ujung sana.

Tapi suaranya menggema memenuhi seluruh kamarku. Membuatku memaksa mundur kembali, semakin rapat dengan tembok.

Suaranya tak jauh beda. Hanya saja kenyataan bahwa aku pernah melihat jasad Ratma dan ikut dalam proses pemakamannya membuatku kebingungan.

"Tolong jaga diri kalian berdua, mas adri mengincar kalian lagi" tambah Ratma.

"Bukankah kau bisa melakukannya?" ujarku. "Maksudku, kau hantu saat ini"

"Aku hanya bisa menakut-nakutinya, tapi tak bisa memukulnya" Jelas Ratma. Wajah pucatnya itu kini terlihat berkerut kesal. "Aku tak bisa menggerakkan benda semauku"

"Ponsel itu?" Tanyaku tak percaya. Ia baru saja membuat ponselku kehilangan kesadaran.

"Itu terjadi begitu saja" jawabnya yang tetap saja tak bisa aku percayai.

"Tapi kenapa mas Bayu tak boleh tahu?"

Justu Mas Bayu juga berhak tahu soal ini, menurutku. Apalagi kenyataan bahwa kami berdua pernah hampir mati di tangannya.

Ratma tak menjawab. Ia kembali menjadi seonggok ruh di hadapanku saat ini. Hanya mengganggu pemandangan saja.

"Belum saatnya" akhirnya ia kembali bersuara.

Jujur saja, setiap momen dimana Ratma berhenti berbicara, sekujur tubuhku kembali merinding. Dan begitupun sebaliknya.

"Maksudmu?" Tanyaku tak mengerti.

"Itu....., itu..."

Butuh sekitar sepuluh menit untuk Ratma terus-terusan menggaungkan kata-kata yang semakin terdengar menyebalkan di telingaku. Dan selama itu juga aku butuh waktu untuk akhirnya menyadari arah pembicaraan ini. Tentang alasan Ratma untuk tidak memberitahu mas Bayu soal ini.

"Jangan bilang kau masih menaruh harap ia bisa berubah!" ujarku kesal.

"Tapi, bukankah bisa saja dia bisa berubah?" ujar ratma.

Jujur, aku masih tak habis pikir, bagaimana bisa ada manusia, maksudku roh, entahlah, yang masih bisa teguh pada pendiriannya, bahwa orang yang pernah dikasihinya sejak ia hidup hingga saat ini, sebagai ruh, masih bisa berubah menjadi orang yang lebih baik.

"Hei, jika yang baru saja aku mimpikan itu benar adanya, artinya pak adri yang telah menghabisimu, kan?"

"Bukan!!" ujar Ratma kesal. Suaranya kembali menggema di gendang telingaku. Kuat sekali.

Sosok itu seketika menghilang dari pandanganku. Benar-benar hilang. Bahkan udara dingin ataupun lampu berkedip tak lagi ku alami.

Kenapa begitu saja ia pergi? Apakah ia marah karena aku baru saja menghina pujaan hatinya itu? Ternyata ia tetap sosok yang sama, hanya saja dengan wujud yang berbeda.

Sepertinya, menyebut nama pak Adri dan menyandingkannya dengan gelar pembunuh, adalah kalimat yang dilarang untuk diucapkan bagi Ratma. Wanita ini benar-benar telah dibodohi oleh bapak tua itu.

Drrrrrtttt....Drrrtttttt....

Mataku menatap ke arah layar ponsel yang masih tetap di ujung lantai sana. Layarnya kembali menyala. Dengan sigap seperti monyet yang terlatih, aku langsung meraihnya.

Klik!

"Kau kenapa?" Suara mas Bayu terdengar benar-benar cemas. Mungkin karena posisinya saat ini adalah malam hari, apalagi setelah semua hal aneh yang terjadi sejak di restoran tadi.

"I...itu...mas"

"Kenapa?"

"Tadi ada..." hampir saja aku menyebut nama Rahma. Sejujurnya aku ingin memberitahukan mas Bayu soal apa yang terjadi barusan. Tapi mengingat semua yang dikatakan Rahma tadi, aku tak tega.

"Ada apa?" tanya mas Bayu kesal. "Ngomong yang jelas Lyd"

"Bukan apa-apa hehe"

"Kamu ini, Aku pikir kamu kenapa-napa"

"Maaf mas" ujarku.

"Ya sudah, tidur sana. Sudah jam berapa ini!"

Aku melirik jam di ponselku. Ternyata aku memang mengganggu orang tidur. Ini masih jam 1 malam ternyata. Tapi tak sepenuhnya kesalahanku, Rahma yang salah karena muncul tiba-tiba.

"Iya mas, maaf"

Sesaat tak ada suara dari mas Bayu, hanya seperti suara kontak motor yang dihidupkan. Di waktu yang bersamaan, suara yang sama terdengar dari depan pagar rumahku.

"Mas Bayu?" gumamku kecil.

Sekali lagi aku melompat, kali ini ke arah jendela.

Benar saja, sebuah motor terparkir di depan rumahku mulai bergerak pergi. Aku tersenyum kecil. Entah sejak kapan ia sampai di depan rumahku aku juga tak tahu. Tapi rasanya aku benar-benar merepotkannya kali ini. Ia bahkan harus menempuh malam hingga sampai ke depan rumahku untuk memastikan kalau aku baik-baik saja.

"Sosok kakak yang baik" gumamku kecil.

"Apa?" suara dari ponselku membuatku tersontak, entah ke berapa kalinya hari ini. Ku pikir panggilan dari mas Bayu sudah berakhir dari sejak ia meninggalkan rumahku. Ternyata masih tersambung. Malu sekali rasanya.

"Enggak mas, enggak apa" ucapku.

Klik!

Panggilan itu ku akhiri.

Meskipun semuanya sudah terasa normal lagi, tapi aku masih penasaran. Ada beberapa yang ingin ku tanyakan pada Ratma. Soal pak Adri lebih tepatnya. Informasi Ratma masih seperti potongan puzzle yang tak lengkap.

Satu-satunya hal mengagetkan yang terjadi padaku baru-baru ini justru kemunculan roh Ratma yang tiba-tiba. Itu saja.

Tapi makhluk itu sudah tak muncul lagi nampaknya. Baru kali ini aku tahu kalau hantu bisa merajuk, haha.

*** 

THE STITCHES (Sibling 2nd season)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang