"Alaika"
Alaika menoleh dan mendapati sosok Abram yang menatapnya dengan senyuman yang begitu menenangkan, membuat Alaika tidak mempercayai bahwa yang ia lihat adalah Abram yang nyata. Ilusi yang terlalu indah untuk dilihat.
Alaika terdiam dan Abram mengambil langkah pasti menghampirinya.
"Sedang apa dikampus?"
"Revisi skripsi" jawab Alaika sambil menggigit bibir bawahnya untuk mengusir rasa canggung yang tiba-tiba menyergapnya.
"Resepsi udah?" goda Abram dengan senyum jahilnya.
"Apa?" tanya Alaika bingung.
"Gimana? Setelah berpisah satu semester. Apakah Alaika bisa menemukan pria sehebat abang dalam mencintai dan memperjuangkan kamu?"
Alaika tertunduk dengan pipinya yang merona.
"Mau jalan?" ajak Abram.
"Kenapa kita nggak berhenti?" tanya Alaika dan Abram paham maksud ucapan Alaika.
"Kita memang sedang berhenti bukan? Kenapa juga kita harus berhenti jika melangkah bersama-sama akan lebih menyenangkan" ucap Abram yang menggenggam tangan Alaika dan membawa Alaika menuju motornya di parkiran kampus.
Alaika duduk diboncengan motor Abram sambil menatap jalanan dan Alaika menyadari kemana Abram membawanya. Pantai tempat mereka melakukan ospek himpunan.
"Mau lihat sunset?" tanya Alaika sambil turun dari motor Abram dan melepas helmnya.
"Silahkan. Tapi abang disini ingin melihat kamu meskipun dalam temaram sunset pada akhirnya kamu akan selalu jadi bayangan yang menghantui hidup abang" ucap Abram sambil berjalan mencari gazebo terujung. Pantai ini selalu sepi jika bukan hari weekend.
Alaika mengekori Abram sambil menatap punggung Abram. Alaika mendesah melihat pada akhirnya ia kembali lagi pada pria itu.
"Jadi kenapa?" tanya Abram dengan posisi duduknya menatap debur ombak pantai yang cukup tenang.
"Jadi bagaimana?" tanya Alaika balik.
"Apanya?" tanya Abram tak mengerti arah pembicaraan Alaika.
Alaika menghela napasnya dan terdiam. Alaika sendiri saja tidak paham pada kegamangan jiwanya. Disatu sisi ia merasa tidak akan bisa mencintai Abram, disisi lain ia merasa Abram telah merasuk dalam jiwanya.
"Kita bagaimana?" tanya Alaika dengan tertunduk.
Abram tersenyum dan meraih tangan Alaika.
"Apa yang membuat kamu meragukan abang?"
Alaika menggeleng. "Bukan abang yang Alaika ragukan" ucap Alaika dengan wajahnya yang terangkat dan mulai menatap wajah Abram dengan lekat.
"Tapi Alaika meragukan diri Alaika sendiri"
Abram tersenyum. "Mungkin kamu tidak akan percaya bahwa abang jauh lebih mengenal Alaika dari pada Alaika sendiri"
"Berhentilah mengabaikan rindu yang menggelitik malu-malu dikala sunyi. Dengarkan saja bisik cinta yang melirih syahdu ditengah sendu. Tanpa kata, kamu tau bahwa debar jantung berderik menghempas sepi"
Alaika menatap Abram.
"Coba katakan, dimana salahnya ucapan abang yang barusan?" tanya Abram dan Alaika terdiam.
"Tidak ada bukan?" ucap Abram sambil tertawa pelan.
"Kita itu pasangan serasi tau.Kamu nggak tau kan? Abang sih udah tau dari lama" ucap Abram dengan pedenya dan Alaika tertawa.
"Abang nggak marah?"
"Tentang?"
"Menghilang tanpa kabar" ucap Alaika lalu berdiri dan berjalan mendekati pantai. Membiarkan telapak kakinya yang telanjang diterpa ombak. Abram mengikuti langkah Alaika.
Abram tersenyum. "Tau nggak La? Kamu adalah satu-satunya hilang yang akan selalu abang cari dan kita akan selalu dipertemukan oleh semesta karena Alaika dan Abram ditakdirkan bersama bahkan sebelum kita diciptakan" gombal Abram. Alaika membalikan badannya dan menatap Abram dengan senyumnya yang begitu manis bagi Abram.
"Makin pandai modus ya" timpal Alaika.
"Eits...siapa bilang abang hanya modal dusta. Abang udah kerja ya jadi sekarang bisa modal materil juga" ucap Abram lalu mengeluarkan kotak kecil beludru berwarna putih, warna favorite Alaika.
"Sebelum kamu menjadi bayang dalam naungan sunset. Alaika, mau kah kamu menikah dengan saya dan bersama-sama kita mengarungi arus kehidupan? Saya berjanji akan melindungi dan bersama dengan kamu hingga maut memisahkan kita" ucap Abram sambil membuka kotak cincin tersebut.
Alaika menahan napasnya melihat cincin sederhana namun luar biasa indahnya. Terlebih Alaika bisa melihat ketulusan Abram yang lebih mahal dan lebih berharga dari perhiasan mana pun yang ada dimuka bumi ini.
"Memangnya Alaika boleh nolak?" tanya Alaika.
"Tentu saja tidak boleh. Pilihan kamu cuma satu, yaitu menjadi Nyonya Rajaswara" jawab Abram sambil menyelipkan cincin tersebut dijari Alaika.
"Mulai detik ini, Abram Rajaswara akan mengabdikan hidupnya hanya untuk Alaika Prihapdipto" ucap Abram sambil tersenyum cerah menatap senyum manis Alaika.
"Mulai detik ini, Alaika Prihapdipto adalah milik Abram Rajaswara seorang" lanjut Abram sambil mencubit hidung Alaika yang mancung.
"Matahari menjadi saksi bahwa Abram Rajaswara adalah milik Alaika Prihapdipto" timpal Alaika.
Abram membawa Alaika dalam pelukannya. Akhirnya, ia bisa membawa wanita keras kepala itu dalam dekapnya.
Alaika membalas dekapan Abram sambil menengadah menatap langit. Duhai semesta, aku sudah mengambil keputusan yang tepat bukan?
. . . Kisah Terakhir Kita Telah Berakhir Sampai Disini . . .
KAMU SEDANG MEMBACA
SAVE OUR LAST STORY (SELESAI)
RomantizmTidak ada yang seabadi aksara dalam menyimpan sebuah cerita. Bahkan ketika ingatan mulai berkarat dihujani sang waktu... Bahkan ketika hati membeku setelah jutaan purnama berlalu... Kisah terakhir kita akan tersimpan dalam untaian kata. Kita kan sel...