Prolog

162K 9.2K 409
                                    

"Aksa Hardiansyah," panggil seorang wanita berpakaian rapi, kira-kira wanita itu berumur 30 tahunan. Aksa segera memasuki ruangan wawancara. Di sana sudah ada empat orang yang duduk menunggu kedatangan Aksa. Sebelum duduk Aksa menjabat tangan mereka satu persatu, kemudian mereka mempersilahkan Aksa duduk.

Ini kali pertama Aksa melakukan wawancara pekerjaan. Aksa memakai setelah putih hitam dengan sepatu hitam tentunya. Rambutnya disisir rapih sama persis seperti fotonya di resume. Sebelum sampai di tahap ini Aksa sudah mengikuti beberapa test, dia berhasil mengalahkan puluhan kandidat. Layaknya pelamar yang lainnya, bukan tiba-tiba langsung muncul di ruang test, Aksa juga mengirim e-mail lamaran kerja.

Aksa di suruh memperkenalkan dirinya. Aksa merasa dirinya yang berada di ruangan ini lebih gugup ketimbang saat dia seminar proposal di kampus. Di hadapannya ada seorang kepala staf rekrutmen, seorang lagi dari bagian rekrutmen atau sumber daya manusia, satu lagi seorang psikolog, dan yang terakhir ada Ayahnya sendiri.

Aksa berusaha rileks, dia memperkenalkan dirinya di hadapan Ayahnya. Lucu sih, tetapi dia takut jika para rekruter itu menilai dirinya kurang bagus. Ayahnya pasti akan meminta pendapat mereka. Aksa berusaha sebaik mungkin melewati wawancara ini. Aksa menjelaskan dia lulus tahun lalu, jurusan teknik sipil di sebuah universitas negeri. Setelah lulus kuliah dia berencana untuk lanjut kuliah di luar negeri dan sudah diterima. Tetapi karena alasan keluarga yang tidak bisa ditinggal dia membatalkan rencananya. Jadi kegiatannya sebelum wawancara ini Aksa menjelaskan kalau dia punya pengalaman bekerja di sebuah proyek pembangunan rumah sakit. Dia punya sertifikasi ahli muda konstruksi. Aksa pikir dia salah satu kandidat yang cukup kuat. Apa bila tidak lulus, dia akan melamar ulang. Apa bila dia lulus, ada sesuatu yang dapat dia banggakan. Dia bangga bisa lulus dengan murni. Apa kata orang jika anak pemilik perusahaan diluluskan walau kualifikasinya di bawah pelamar yang lain? Malunya hingga berganti dia yang duduk di kursi presiden direktur. Tentu saja Aksa sudah menyiapkan senjatanya dengan matang. Apa yang dia jelaskan berikutnya adalah nilai tambah yang dia dapat.

"Apa yang saudara Aksa ketahui tentang perusahaan ini?" seseorang yang duduk di sebelah Ayahnya yang bertanya. Pertanyaan macam apa ini? Aksa berusaha menahan tawanya agar tidak pecah. Dia tahu luar dalam perusahaan ini. Selama dia tinggal bersama Ayahnya, Ayahnya itu sering bercerita tentang apa saja yang terjadi di perusahaan. Aksa anak tunggal, mereka hanya bertiga. Siapa lagi teman curhat Ayahnya kalau bukan dia dan Bundanya.

Layaknya orang yang sedang mendongeng, Aksa menceritakan histori dari perusahaan ini, apa saja proyek yang dikerjakannya, pencapaian apa saja yang perusahaan ini capai, apa saja yang Aksa tahu tentang staf yang bekerja di sini, dari mana rekomendasi yang Aksa dapatkan hingga dia mengajukan lamaran kerja di perusahaan ini.

"Apa yang menjadi alasan saudara Aksa melamar di perusahaan ini?" kali ini Ayahnya yang bertanya. Sebelumnya Aksa sudah pernah memberitahu Ayahnya kalau dia tidak jadi kuliah di luar negeri. Dia berkata akan melamar kerja lewat jalur resmi. Aksa melamar menjadi staf junior di perusahaan, bukan melamar menjadi penerus perusahaan. Ayahnya Aksa bertanya apa alasannya?

"Istri saya hamil. Kami sama-sama anak sematawayang, tidak ada saudara yang bisa mengurus istri saya. Saya butuh pekerjaan untuk menafkahi istri dan anak saya yang akan lahir. Kualifikasi saya memenuhi untuk posisi yang saya lamar, pekerjaan ini juga tidak melarang untuk pria yang sudah menikah. Maka dari itu saya melamar di perusahaan ini."

Pertama kalinya Aksa memberitahu orang tuanya kalau mereka kini akan segera memiliki cucu. Di antara empat orang tersebut, ada satu orang yang reaksinya sangat berbeda. Mata Ayahnya Aksa berkaca-kaca, pria paru baya itu hampir menangis. Aksa pamit pergi begitu wawancara untuknya selesai. Begitu Aksa keluar, pemilik perusahaan itu menandatangi lembar bagian bawah berkas anaknya. Kemudian pria paru baya itu menuliskan satu buah kata di sana.

Lulus.

Same Office with Wife (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang