💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖💖
Nabila terjaga saat telingganya mendengar suara azan pertanda waktu Subuh menggema. Dia menggeser tangan kekar Ravael yang memeluk perutnya.
Perempuan itu merasakan sekujur tubuhnya sangat letih. Tulang-belulangnya terasa ngilu bagai dilolosi. Dipandangi wajah suaminya. Hidung mancung, bibir kemerahan dan rahang yang kokoh. Sangat sempurna ciptaan Allah ini.
Terbayang apa yang telah terjadi semalam membuat hatinya menghangat. Perlahan Nabila menggeser tubuh lelakinya. Dia berusaha bangun walaupun sesuatu membuatnya tidak nyaman.
Baru kakinya akan melangkah, tangan kekar suaminya mencekal.
“Jangan pergi!”
Reflek Nabila membalikkan wajah, menatap wajah lelaki halalnya yang masih terpejam. Dia tersenyum, rupanya Ravael hanya mengigau.
Perlahan dia goyang pundak atletis itu, sang pemilik mengerjap membuka mata. Mata itu belum terbuka sempurna, tetapi mampu menyadari apa yang sudah terjadi. Buru-buru dia memakai celana jinsnya.
“Jam berapa sekarang?” tanya Ravael.
“Jam lima, Mas. A-ku mau ke kamar mandi dulu,” jawab Nabila terbata tanpa berani menatap wajah suaminya.
Wajahnya memerah menahan malu. Teringat malam tadi dia yang lebih dulu merayu suaminya karena terbakar api cemburu.
Sementara Ravael masih bergeming di atas kasur. Perlahan lelaki itu menyibak selimut yang menutup seluruh badannya. Bercak merah di sprai menjadi saksi apa yang telah mereka lakukan.
Ravael memijit pelipisnya yang tiba-tiba terasa pening. Mengapa dia bisa kelepasan kendali? Lelaki itu mendengkus kesal seraya mengusap kasar wajahnya.
Seharusnya dia bisa menahan diri seperti saat malam kemarin, ketika Oma memberinya jamu. Ravael memilih menguyur tubuhnya di bawah shower untuk menetralisir keinginannya. Benar-benar sial, rutuk Ravael mengingat kecerobohannya.
“Bodoh!” Ravael mengumpat. Tidak seharusnya dia terbuai, meskipun tak dapat dipungkiri nalurinya juga menginginkan. Dalam lubuk hatinya, Ameralah wanita yang ingin dia sentuh untuk pertama kalinya, bukan Nabila.
Ingin dia menikahi kekasih hatinya setelah deadline bersama Nabila usai. Tetapi sekarang semuanya kacau. Tiba-tiba Ravael takut, bagaimana seandainya perbuatannya membuahkan hasil?
Jika Nabila hamil, lalu bagaimana nasib hubungannya dengan Amera? Sekali lagi Ravael merutuki kebodohannya. Seharusnya dia lebih bisa mengendalikan diri.
Sapaan Nabila membuyarkan lamunanya.
“Mas, lekas bersihkan diri. Kita salat berjamaah,” ucap Nabila lembut.
Wanita ini menghampiri suaminya hanya memakai baju handuk, dibiarkan rambut basahnya tergerai ke pundak. Sesekali dia mengeringkannya dengan handuk.
Ravael yang memandang istrinya hanya memakai handuk, menelan salivanya. Terbayang lagi apa yang terjadi pada mereka semalam. Ravael buru-buru bangkit. Tidak ingin dia terjebak perasaan yang sama lagi. Terbuai dengan pesona Nabila.
Lama Ravael berada di kamar mandi. Sedangkan Nabila sudah berganti dengan piyama tidur selutut. Dia terlihat menawan dengan rambut panjang yang tergerai. Suaminya akhirnya keluar sudah memakai celana pendek dan kaos oblong. Penampilan Ravael yang berbeda dari biasanya, membuat dia terlihat lebih tampan.
“Ayo kita berjamah, Mas.” Nabila membentangkan sajadah untuk Ravael tepat di depan sajadahnya.
Ravael tergagap, tetapi akhirnya mengangguk. Untuk pertama kalinya mereka salat berjamah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deadline Cinta Nabila
RomanceNabila Puspitasari, gadis sholehah yang sudah yatim piatu terpaksa menerima tawaran pernikahan seratus hari dari bosnya. Setidaknya itu lebih baik dari pada nikah kontrak. Dia pasrah walaupun kelak harus diceraikan dalam waktu seratus hari. Tetapi b...