R E A S O N

485 50 7
                                    

Aku pertama kali bertemu dengannya pada saat pertunjukan tarian daerah di desa Shingashina. Desa yang menjadi prioritas utama ibukota Sina karena sama sekali belum dijajah oleh negara lain.

Oleh karena itu penjagaan di perbatasan daerah Shingashina sangat ketat.

Awalnya aku tidak suka dengan pertunjukan semacam itu, karena itu bisa membuatku cepat bosan, membuat kakiku gemas untuk melangkah pulang.

Begitu dia nampil, aku seolah terpaku pada tempat duduk. Mataku terus mengobservasi gerakannya yang begitu indah di atas panggung.

Pantas saja orang-orang menyukai dirinya.

Aku menebak, kisaran umurnya antara 17-19 tahun. Jika itu memang benar, maka aku akan dicap gila karena sudah menyukai seseorang dengan umur yang masih sangat muda.

Aku tidak akan mengatakan umurku berapa, silahkan kalian membuat sugesti sendiri.

Dia memiliki rambut coklat sebahu, iris mata seindah permata hijau, dan juga senyuman yang manis saat dia tampil di panggung. Memakai yukata berwarna merah muda polos, wajahnya terlihat tidak memakai riasan apapun.

Membuktikan bahwa dia sudah dilahirkan untuk menjadi cantik.

Begitu pertunjukan selesai, aku langsung bergegas kembali ke barak. Aku berjalan duluan, meninggalkan ketiga rekanku di belakang.

Saat berjalan melewati sebuah gang kecil, aku mendengar suara percakapan di dalam sana. Sepertinya antara perempuan dan laki-laki.

Entah apa yang aku pikirkan, aku langsung bersembunyi di sisi dinding. Lalu mendengarkan dengan seksama sambil mencari kesempatan untuk melihat ke dalam.

Beruntung di dalam gang tersebut masih kebagian pencahayaan alami dari sang rembulan di atas sana, sehingga itu memudahkanku untuk mengetahui siapa kedua orang tersebut.

"Kumohon lepaskan." Suara pertama memohon, sepertinya dia masih remaja.

"Ayolah, bermain bersamaku, kau akan mendapatkan uang yang lebih banyak." Suara yang kedua terdengar menuntut, ku tebak umurnya sekitar tiga puluhan.

Tindakan asusila di gang? Bukan hal yang baru, tentu saja.

Aku mengintip perlahan, perempuan itu memiliki surai coklat dan memakai yukata berwarna merah muda tanpa corak.

Perempuan yang sama dengan yang aku lihat dipertunjukan tadi. Perempuan yang telah berhasil menarik perhatianku.

Kesal, itu lah yang kurasakan saat ini. Sangat kesal hingga membuatku ingin menarik pedang yang ku bawa lalu mencincangnya hingga kecil.

Aku segera berlari ke dalam saat tangannya dicegat dan tubuhnya dipojokkan di dinding. Melayangkan pukulan keras di pipi makhluk bejat yang lebih memalukan dibanding hewan pada musim kawin.

Begitu pria dengan tubuh besar tersebut menjauh, aku lantas segera berdiri di depan sang penari. Membarikade dia dari pria tersebut.

"Ck, kau siapa hah!"

Dia begitu murka, menyentuh pipinya yang membiru bekas pukulanku. Aku tidak menjawab, masih berdiri di depan perempuan tersebut.

Tidak bisakah aku membunuh dia? Rasa kesal itu masih ada sampai sekarang.

"Tidak ada untungnya bagiku untuk memperkenalkan nama pada makhluk hina sepertimu."

Dia terpancing dengan provokasi ku, bagus sekali. Dengan begini, aku bisa mengalahkannya dengan mudah.

"Mundurlah, aku akan menghabisinya," ucapku pada perempuan bersurai coklat, dia mengangguk pelan lalu bergerak menjauh ke sisi gang yang lebih terang.

Reason | Riren [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang