Two

458 122 59
                                    

Fajar pertama bagi seorang Juni bertetangga dengan Rey. Dibukanya jendela kamar seraya melihat suasana bangunan di samping rumahnya itu.

Hening...

"Rasanya tidak jauh beda dengan tahun lalu... sepi," keluh hatinya.

Kriiiiiiiiing!!!!!

"Siapa yang pagi-pagi begini menghubungi telepon rumah?"

"Ya, selamat pagi!" Judes.

"Juniiiii!! Kenapa dari tadi ibu hubungi ponselmu tidak dijawab?" Intonasi tinggi.

"Ibu!? Kenapa tidak ke kamarku saja?" tanya Juni bingung.

"Sekarang ibu ada di bandara menjemput kakakmu. Tadi ibu sudah ketuk pintu kamarmu berkali-kali, kau tau itu!" Amarah sang ibu semakin menjadi-jadi.

"Iya, iya. Terus kenapa ibu menelepon?" tanya Juni, santai.

"Tolong  beli ubi bakar spesial tiga bungkus di Paman Imon. Untuk Naya."

"Ha? Jauh-jauh dari Swedia, kembali ke Indonesia malah cari ubi bakar?"

"Tidak perlu berkomentar. Pergi saja tunggu Paman Imon. Dan ingat, jangan lupa les pagimu."

"Oke, Bu. Geog—,"

"—conghajima," sambung ibunya yang sudah sangat hafal dengan kalimat akhir yang akan diucapkan anaknya itu.

Juni bergegas untuk mandi dan bersiap untuk pergi les sekaligus menunggu Paman Imon. Dan rupanya ia juga telah mengembalikan warna rambutnya kembali menjadi hitam. Terlihat lebih manis dengan rambut hitamnya dan lebih kalem dari sifat aslinya. Ia keluar dari gerbang rumahnya dengan gaya ala Juni yang biasanya. Oversized sweater navy dengan skinny jeans dan sepatu kets putih (📝ga tau deh mereknya apa)

"Paman Imon! Syukurlah. Ubi bakarnya tiga yah."

"Oke, neng Juni."

⌚⌚⌚⌚

"Nah, ini dia!"

Tiba-tiba bersamaan dengan itu, Rey keluar dengan mobil BMWnya.

"Hey tetangga! (Aduh namanya siapa lagi, aku lupa) Mau ubi bakar?" berteriak sambil mengangkat tiga bungkus ubi bakarnya.

Saat itu, Rey keluar dari mobilnya dan melihat kearah Juni, menutup gerbang, lalu pergi. Tanpa respon apapun.

"YA! Songong banget kamu!"

"Sudah, sudah. Bawa saja ubinya ke dalam. Kan mau pergi les lagi. Jangan urus orang neng."

"Iya paman, terima kasih."

Dengan kening yang mengkerut, Juni bergegas mengambil kunci lalu pergi dengan Motor skuter Hijaunya.

"Keterlaluan cowok itu, dia pikir dia siapa? Idol?" gumam hatinya sambil menepuk-nepuk kesal setir motornya. Tiba-tiba...

Bruuuk!!

"Astaga, ya ampun!" Juni tanpa sengaja menambrak bagian belakang mobil yang ada di depannya.

"Mampus aku. Bagaimana kalau dia minta pertanggungjawaban?" runtuk hatinya yang panik.

Pengendara mobil menyadari hal itu. Tak lama kemudian, pemilik mobil pun keluar.

"Sudah, siap-siap saja kklau Juniiii.". Mulai pasrah.

Seorang lelaki keluar dari mobil dan mendekati Juni. Tuk, tuk, tuk! Mengetuk kaca helm Juni yang masih tertutup. Juni tetap dengan posisinya diatas motor. Saat lelaki itu mengalihkan pandangannya pada bagian belakang mobilnya, disaat itu pula...

I'm sorry [Complete ✓️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang