Vol 3 Chapter 3 "Petunjuk Satu-Satunya"

45 6 5
                                    

Aluna Vein
Vol 3 Chapter 3 “Petunjuk Satu-Satunya”

"Begitu rupanya..." ucap sang Ratu setelah mendengarkan cerita dari Natia.
"Dengan kata lain, nona tidak mengingat apapun selain kejadiaan sebelum peristiwa penculikan itu terjadi?"

"Benar yang mulia." respon Natia mengiyakan.

"Ini merepotkan, karena informasi mengenai bertukarnya jiwa kalian menjadi semakin lebih rumit."

Melihat sang Ratu yang tengah kebingungan, Jeannie pun lantas menuangkan teh yang telah disiapkannya dari tadi sambil berusaha untuk mencari solusi dari masalah tersebut.
"Yang Mulia, boleh kah hamba ikut berpendapat?"

"Tentu Jeannie." titah sang Ratu sambil meminum air teh yang ia tuangkan.

"Mungkin sesuatu dalam tubuh tuan Zen lah yang dapat memberikan jawabannya."

Mendadak semua pandangan pun tertuju padaku, kecuali Difara yang tengah tidur di pangkuan Natia.
Aku pun sontak melirik ke arah wajah gadis-gadis ini.
Jeannie, Ratu Eldea, Natia, dan Difara.
Memang benar informasi mengenai bertukarnya jiwaku ini tidaklah banyak, hal itu membuat pembicaraan kami di taman istana mengalami jalur buntu untuk menemukan solusi permasalahan.
Dengan kata lain, jawaban dari Jeannie tersebut kemungkinan besar adalah petunjuk satu-satunya yang kami miliki saat ini.

"K-kalau begitu.... Brrrrrrrrrt~"

Belum sempat aku menyelesaikan ucapanku, perutku tiba-tiba berbunyi pertanda aku butuh asupan energi.

Sudah hampir 2hari aku hanya mengisi perutku ini dengan air, tanpa makan, menyebabkan suara yang kucoba tahan mulai melonjak secara otomatis.

Sang Ratu pun menyuruh jeannie untuk mengambilkan sesuatu untuk menjadi menu sarapan kami semua.
Karena masalah demi masalah terus saja menghantui perjalananku dan Natia dari awal kami datang, sampai-sampai membuat kami terjaga dari petang sampai subuh begini.

"...."
Tiba-tiba saja sang Ratu terlihat tengah fokus memandangi meja tempat kami semula duduk.
Karena hal itu membuatku risau, tanpa pikir panjang aku pun bertanya mengenai hal apa yang membuat wajah sang Ratu terlihat begitu serius.

Namun, tanpa detail yang jelas sang Ratu hanya menjawab...
"Benar-benar hari yang melelahkan..."

"Eh?"

Sambil berdiri dari kursinya, sang Ratu pun menuju ke arah pohon putih raksasa di tengah-tengah taman dan meninggalkan teh yang sempat ia minum.
Kemudian, setelah menyentuh batang dari pohon tersebut, sang Ratu menoleh ke arah kami berdua.

"Tuan Zen, nona Natia. Mohon maaf karena aku harus mengurus sesuatu yang tengah melanda negeriku saat ini.
Maafkan aku, sebagai tuan rumah apakah kalian tidak keberatan bila selepas ini aku berikan sebuah tugas untuk kalian berdua? Terutama untuk mu tuan Zen."

"aaaaa iya?...."
Aku sempat bengong sesaat karena kali pertamanya aku diberikan tugas langsung dari seorang Ratu.

Tak berselang lama setelah kami selesai sarapan dengan makanan kelas tinggi berupa salad buah dan daging panggang bersauskan madu, kami pun bergegas pergi mengunjungi ruang penjara bawah tanah istana, di sana tengah berdiri algojo-algojo berbadan kekar dengan baju besi dan senjata tombak yang tengah menjaga pintu masuk tiap-tiap jeruji besi tahanan.

"Gadis... Ada gadis cantik.. Ada gadis cantik..."
Ujar para tahanan dari masing-masing sel pria memandangi kami (lebih tepatnya Natia) yang tengah lewat melewati jeruji besi sel mereka.

Mereka semua diikat oleh rantai besi yang terhubung dengan tembok dan masing-masing dari rantai itu mengekang satu kaki atau tangan mereka, bahkan sempat kulihat pula ada pria yang dikekang lehernya dan kedua tangannya di lilit oleh besi yang panjang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 11, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aluna VeinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang