Tik tok tik tok
Denting jam yang seolah mengejekku yang tenggelam dalam sepi.
Aku tidak lagi mengingat sejak kapan kesepian ini memenjarakanku, atau berapa lama aku tak berinteraksi dengan dunia luar.
Aku bahkan mampu menghitung berapa kali pintu flatku terbuka dalam satu bulan.
empat kali.
Dan tak lebih dari tiga menit.
dua menit memasukan belanjaan yang ku pesan, satu menit aku melakukan pembayaran.
Tak pernah ada percakapan karena sebelum si pengantar mengucapkan basa basi tanganku telah berayun menutup pintu.
Terkadang aku merasa sedih atas keputusanku yang menutup aksesku dengan dunia luar, aku mengisolasi diriku di kamar berukuran 5 x 5 ini.
Aku memutuskan akses komunikasi kecuali internet, aku bahkan lupa kapan aku menggunakan fungsi telepon dan pesan dalam ponselku.
Ya, terkadang aku merasa sedih, namun aku tak pernah menyesal.
Traumatik yg menghantamku membuatku enggan berurusan dengan semesta.
Aku masih sangat tersiksa saat semua kenangan buruk itu bahkan menerorku dalam mimpi. Terkadang rasa putus asa dan depresi merayuku untuk menjatuhkan diriku dari lantai 10 tempat ini.
Namun secuil kewarasanku yg kupaksa untuk bertahan mampu menahanku.
Penolakan dari lingkunganku, tatapan merendahkan saudara-saudaraku, sikap otoriter ayahku dan pengabaian yg dilakukan ibuku sudah lebih dari cukup untuk membuatku muak dengan semesta.
Aku membenci semesta.
"Juni, 30" aku melingkari kalender yg kupajang disamping tempat tidur.
Tepat 6 tahun masa pelarian diriku dari semesta.
Aku sudah memperkirakan hari ini, dimana seluruh tabungan yang ku kuras sebelum melarikan diri telah habis kugunakan. Aku tak memiliki apapun lagi untuk menyokong hidupku.
Aku memandang selembar surat yang kutempel di pintu kulkas.
Meraih sepatu kets kesayanganku yg telah lama tak pernah kupakai.Ini adalah hari besar, dimana aku memutuskan untuk keluar dan menyapa semesta untuk pertama kalinya setelah 6 tahun.
"Aku siap, aku siap!" bisikan yang menguatkanku akan rasa takut yang kembali menggelitik.
Pintu telah terbuka, udara disore hari yang menyejukan menyapaku.
Setiap langkah terasa mendebarkan. Ini persis seperti saat pertama kali aku berdiri di hadapan teman-teman sekolahku.
Bedanya, hari ini akan menjadi hari dimana aku akan menghadap tuhan.
Udara terasa lembut membelaiku ketika tubuhku melayang bebas. Aku masih bisa mendengar teriakan panik orang-orang ketika melihat ketidakberdayaanku dalam genangan cairan merah pekat.
Semesta ini memang kejam.
Keluarga, teman.
Semua hanya ilusi yg semesta ciptakan untuk memberi harapan omong kosong.
Air mataku merembes bersama hembusan napas terakhirku yang terasa berat dan sesak.
_tahun-tahun menyakitkanku telah berakhir. Penantian panjangku telah sampai dipenghujung.
Kesedihan adalah melodi terindah yang tak pernah meninggalkanku barang sejenak. Menggeser ilusi kehadiran keluarga dan teman yang telah lama musnah dari hidupku.
Teruntuk mata yang memandang sinis kepergianku, penderitaanku adalah lelucon untukmu, kesakitanku adalah komedi hambar yang semesta pentaskan untuk menghibur normalitas yang kau junjung tinggi. Kepergianku mungkin tak membekas selain suka cita untukmu yang terbebani oleh eksistensi tak berartiku.
Namun lebih dari itu, ini adalah sebuah fakta menyakitkan yag harus kuakhiri dari idealis semesta yg selalu menuntut kesempurnaan dari manusia yang tak akan pernah sempurna_
KAMU SEDANG MEMBACA
creepy pasta
Horrorvery short story This is not-so-creepy story, but only a piece of breadcrumb story with a little bit horror touch. Bahasa