3. Sedih Tak Berujung

29 2 0
                                    

Sampailah disaat aku memberanikan diri untuk mengajak ranum pergi berdua.

"Num, mau nonton ke bioskop gak samaku?"

"Boleh dong" ujar ranum dengan nada senangnya.

Butuh waktu yang cukup lama untukku memberanikan diri mengajak ranum pergi. Yap betul aku memang tipe laki-laki yang teramat pemalu jadi butuh waktu untuk dapat melakukan hal seperti itu.

Tibalah aku dan Ranum pergi berdua ke bioskop, kita memilih untuk menonton film comedy saat itu. Kebetulan rumah Ranum jaraknya cukup jauh dari rumahku dan tempat bioskop, maka dari itu Ranum menyuruhku untuk langsung saja ke bioskop dan kita bertemu disana.

Sesaat sebelum aku berangkat ke bioskop, terbesit dalam pikiranku untuk memberanikan diri menyatakan perasaanku ke Ranum. Sebab mungkin ini saat yang tepat untuk mengatakan ini semua.

Sepanjang film diputar, aku sangat merasakan gugup dan sangat deg-degan sekali. Jantungku berdebar cukup kencang. Dikarenakan aku sudah tak sabar ingin mengatakan perasaanku kepada Ranum.

Jujur saat itu diriku tak fokus untuk menonton film. Diri ini sudah tercampur aduk gugup dan deg-degan. Yang terpikirkan olehku saat itu apakah Ranum akan menerima perasaanku atau justru menolaknya?

Film pun selesai sudah, diriku semakin tak karuan. Untung saja Ranum mengajakku untuk makan terlebih dahulu. Itu membuat gugupku berkurang sedikit setidaknya.

Sampailah kami ditempat makan. Kami memesan makanan. Sembari menunggu kami berdua berbincang dan menceritakan tentang pribadi kita satu sama lain. Dari situ jelas terpampang jelas wajah cantik dengan senyum manis di pipinya.

Jujur saat seperti inilah yang kusukai. Dapat melihat dengan jelas wajah cantik dan senyumannya dari dekat. Yang terlintas dalam benakku saat itu hanyalah aku mencintaimu Ranum!

Selesailah kami berdua makan, dan memutuskan untuk pulang. Sebab aku tak mau Ranum sampai di rumah larut malam. Aku takut orang tua Ranum khawatir padanya.

Saat kami berdua sedang berjalan menuju tempat parkir. Aku langsung memegang tangan Ranum. Saat itulah pertama kalinya aku menggenggam jari-jari Ranum.

"Aku mencintaimu Ranum!" sautku pada Ranum sambil menatap matanya.

Terlihat jelas raut wajahnya mendadak berubah terkejut. Ranum hanya bisa terdiam saat mendengar perkataanku. Sembari kutanyakan lagi pada dia

"Jadi pacarku ya Num?"

Dan Ranum pun membalasnya dengan tarikan nafas sembari senyum kepadaku

"Kenapa ini bisa terjadi? Aku udah nyaman dengan kita yang seperti ini bram" jawab Ranum.

"Aku sendiri gak tau num, rasa nyamanku yang membuatnya begini. Aku sayang kamu num"

Sekali lagi Ranum hanya bisa terdiam sejenak dan masih terheran-heran dengan perkataanku. Aku pun berusaha untuk terus meyakinkannya bahwa aku benar-benar mencintainya. Tetapi jawaban Ranum saat itu masih sama.

"Lebih baik kita berteman bram, aku sudah nyaman dengan seperti ini" ujarnya.

Sampailah kita berdua di parkiran, Ranum seketika meneteskan air matanya sembari memegang tanganku. Tangisannya sangat sedih sekali. Aku pun tak tega melihatnya.

Ranum memohon padaku untuk tidak membenci dirinya dan jangan menjauhi dirinya hanya karena dia menolakku. Jujur saat itu aku tak terpikirkan ke arah sana. Walau sebenarnya aku sangat sedih dan kecewa dengan jawaban dari Ranum.

Aku berusaha menenangkan Ranum agar dia tak menangis lagi. Tetapi Ranum tetap saja memintaku untuk jangan meninggalkan dia.

"Num, aku gak akan kemana-mana. Aku masih tetap samamu. Sudahlah, aku udah menerima semuanya. Mungkin benar, kita sebaiknya berteman. Aku janji tetap bersama kamu." ujarku untuk menenangkan Ranum.

Akhirnya Ranum pun berhenti menangis setelah kutenangkan. Aku usap airmatanya, dan kupeluk dia agar Ranum semakin tenang walau sesungguhnya dalam hatikulah saat ini yang menangis. Tetapi aku harus tegar untuk Ranum.

Setelah tenang akhirnya Ranum kubiarkan dia pulang ke rumahnya.

"Nanti aku kabarin kalau aku sudah sampai rumah. Ingat harus di balas!" saut Ranum kepadaku sebelum dia pergi.

***

Elegi RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang