4. Akhir (Dari) Sedih Tak Berujung

39 2 0
                                    

Setelah kejadian diriku mengatakan perasaan kepada Ranum. Kami berdua pun kembali seperti semula adanya. Walau berat bagiku sebenarnya untuk melakukan hal ini. Tetapi aku tak ingin membuat Ranum bersedih, maka itu aku mengikuti kemauan dia.

**

Bel berbunyi menandakan pulang sekolah. Aku bergegas mengemaskan barang-barangku dan menuju ruangan osis. Ya kebetulan memang diriku merupakan anggota osis dan seringkali setiap pulang sekolah aku berdiam diri sejenak di ruangan ini untuk bermain bersama teman-temanku.

Rani, teman sekelasku yang kebetulan teman dari Ranum juga. Aku dan Rani merupakan teman satu kelas dan kami sama-sama anggota osis. Aku sering sekali curhat ke dia tentang Ranum, dan dialah juga yang memberitahuku informasi tentang Ranum.

Kala itu aku berbincang dengan Rani tentang Ranum apa sebenarnya yang menjadi alasan Ranum menolakku. Saat itu Rani hanya menjawab tidak tahu. Tetapi aku yakin dia pasti tahu, sebab Rani adalah teman akrab dari Ranum.

Setelah aku paksa Rani untuk bercerita, terjawablah sudah rasa penasaranku. Rani mengatakan bahwa Ranum sebenarnya menolakku bukan karena dirinya sudah merasa nyaman berteman denganku akan tetapi karena dia sedang dekat juga dengan laki-laki lain. Selain itu Ranum tak diijinkan oleh orang tuanya untuk menjalin hubungan dengan berbeda keyakinan.

Mendengar jawaban tersebut, sontak diriku terdiam dan terkejut setelah mengetahuinya. Memang aku dan Ranum berbeda keyakinan dan jauh sebelum aku ingin mengatakan perasaanku kepadanya aku sudah memikirkan tentang hal ini.

Perbedaanlah ternyata yang menjadi alasan Ranum menolakku dan yang lebih menyakitkan bahwa dia sudah dekat dengan laki-laki lain disaat Ranum sedang dekat dengan diriku juga.

Sontak aku langsung beranggapan bahwa aku hanya dijadikan Ranum sebagai teman untuk menghiburnya saja. Dia lebih memilih untuk bersama dengan laki-laki lain.

"Maafin aku ya bram, aku gak bermaksut membuat kamu sedih. Tapi memang ini kenyataannya." ujar Rani.

Seketika aku saat itu tak membalas pesan dari Ranum lagi. Seharian aku berdiam diri dan Ranum mencariku sampai menelfonku karena sehari tak aku balas pesannya.

Di sekolah pun aku berusaha untuk menjauh darinya dan menghidari dia. Sampai pada puncaknya dia menelfonku terus-menerus, mengirimkan vn, serta memberi pesan agar aku mau menjawabnya.

Tiba dimana aku harus mengakhiri ini semua. Aku harus menerima keputusan ini. Mungkin memang benar Ranum bukan pemberhentianku.

Setelah berhari-hari akhirnya aku membuka pesan dari Ranum dan kutelfon dirinya. Ranum langsung saja dengan kebiasaannya memarahiku dan menanyakan kenapa pesannya tak dibalas berhari-hari.

"Num, maafkan aku. Aku sudah tahu semuanya, aku sudah iklas. Aku sadar bahwa bukan dengankulah memang kamu seharusnya, sudah ada dia yang lebih pantas bersamamu. Terima kasih num atas semuanya untukku, kamu berhak bahagia dengan pilihanmu" ujarku ditelfon dengan Ranum.

Benar saja, Ranum saat itu langsung menangis meminta maaf kepadaku. Dia menjelaskan semuanya persis apa yang sudah Rani ceritakan padaku. Dia menangis dan memohon maaf padaku terus-menerus. Tetapi tetap saja tidak merubah keputusanku untuk mengakhiri ini semua.

"Lebih baik seperti ini Num, daripada aku jauh lebih tersakiti. Aku tak apa Num, aku turut berbahagia asalkan kamu memang bahagia dengan pilihanmu ini." ujarku lagi pada Ranum.

"Aku minta maaf sama kamu bram, bukan maksudku untuk menyakitimu, tetapi memang begini adanya. Sekali lagi aku meminta maaf padamu bram." balas Ranum dengan nada tersengak-sengak sambil menangis.

Saat itu aku bersepakat padanya untuk kita tidak berhubungan lagi. Dan anggap saja kita hanya dua orang asing yang tak pernah tahu satu sama lain.

Saat itulah aku mulai mengiklaskan Ranum untuk memilih pilihannya.

*****

" Aku kira diriku adalah rumah. Ternyata hanya persinggahan egomu saja."

Elegi RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang