12

9.2K 647 84
                                    

"Seminggu lagi aku akan datang ke rumahmu," pamit Keenan setelah diiizinkan pulang oleh pihak rumah sakit. Hanya tinggal luka ringan yang bisa disembuhkan dengan melakukan perawatan sendiri.

“Jangan kangen!” kataknya lagi dengan seulas senyum penuh percaya diri.

"Lebih baik simpan kata-kata itu untukmu sendiri.” Aku menukas kalem.

Keenan tertawa renyah. Tawa yang akhir-akhir ini sering menghias wajahnya walaupun dalam keadaan terluka.

"Iya, Kika.  Aku yang bakalan kangen sama kamu. Seminggu itu lama. Apa kamu nggak pernah sekalipun kangen sama aku?” Keenan melempar tanya yang kujawab dengan menggelengkan kepala.

“Masa, sih?” tanya Keenan tidak percaya.

“Udah sana cepat pulang!” Aku setengah mengusirnya. Mobil jemputan Keenan sudah datang.

“Harusnya kita nikah sekarang saja,” keluh Keenan. “Rasanya seminggu dua minggu itu sangat lama.”

"Restu Sekjen PBB belum turun," sahutku mengingatkan. "Kalau mau nikah sama aku, kamu harus berusaha agar Ayah setuju."

"Itulah kenapa aku harus pulang. Aku butuh persiapan untuk menghadap Ayahmu."

"Memangnya apa yang mau disiapkan?" tanyaku heran.

"Sun Tzu pernah bilang seni perang tertinggi adalah menaklukan musuh tanpa pertempuran. Aku akan melakukan itu."

"Kemarin bawa-bawa PBB, sekarang Sun Tzu." Aku mengernyitkan kening.

"Karena sesuatu yang berurusan dengan kamu itu selalu melebihi rumitnya ancaman perang dunia ketiga!"

Aku tergelak mendengar jawaban Keenan. Pria itu dijemput entah oleh siapa. Keenan masih belum bisa menyetir mobilnya sendiri.

"Salam buat Ayah dari mantan menantu," katanya lagi sebelum menutup kaca mobil.

Rasanya baru kemarin bertemu Keenan. Sekarang harus berpisah lagi. Kuketuk lagi kaca mobil.

"Ada apa?" Keenan membuka kaca jendela.

"Cepat kembali."

Keenan tersenyum. "Apa itu kata lain dari jangan lama-lama nanti aku kangen?"

“Mungkin,” sahutku dengan wajah yang tiba-tiba memanas.

“Aku akan membuatmu jadi istriku. Tunggu aku!”

Keenan tersenyum sambil melambaikan tangan. Aku melepas Keenan dengan mata basah sampai mobilnya menghilang. Untuk pertama kalinya aku berharap lelaki itu cepat kembali dan jangan menghilang lagi.

***

Malam ini hujan sepertinya masih tertahan di langit. Biasanya saat langit cerah, bintang akan terlihat berhamburan membentuk rasi. Kali ini awan tebal membuat langit terlihat pekat. Aku masih duduk gelisah di kursi teras, merasakan tiupan angin malam pegunungan menusuk kulit.

Kodok hujan terdengar melakukan konser kecil-kecilan, membentuk orkestra alam di kebun kosong samping rumah. Suaranya nyaring bersahutan. Beberapa kunang-kunang terbang melintas. Pemandangan indah yang tidak akan pernah kutemui di ibu kota. Aku sedang menunggu seseorang. Keenan.

Seumur hidup, baru dua kali kulihat Ayah meneteskan air mata. Saat aku wisuda dan setelah Keenan selesai mengucap akad nikah sepuluh tahun lalu. Harapan tentang masa depan yang dititipkan pada pendidikan dan ikatan pernikahan. Mengakhiri tanggung jawab sebagai seorang ayah terhadap anak perempuannya.

Perceraian itu telah memupus harapan Ayah. Hubungan ayah kami yang terjalin selama puluhan tahun hancur seketika. Ayah sangat kecewa dengan keluarga Keenan. Dianggap mempermalukan keluarga dengan pernikahan singkat yang kami lakukan.

Mantan TerbaikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang