17.1| Jiwa yang Terkoyak

1.1K 54 2
                                    

"Hatiku bagaikan lilin:

jika dipotong sumbunya, maka akan semakin terang nyalanya!...

mengapa aku tidak merengkuh kematian dengan ikhlas?...

dan biarkan aku beristirahat dengan ketenangan abadi di kakimu.”

Majnun bergegas melangkah maju, kakinya hampir tak menyentuh tanah. Seolah secara mendadak ia memiliki sayap yang membuatnya bisa terbang; ia bagaikan seekor ngengat yang menari-nari mendekati cahaya lilin dan berharap-harap dapat memiliki nyala lilin itu untuk dirinya
sendiri. Namun Majnun justru terbakar bahkan sebelum ia tiba di dekat lilin
yang didambakannya; perpisahannya dengan Layla adalah kepedihan yang
tak dapat ia tahan lagi; hal itu bagaikan nyala api yang membakar habis
dirinya.

Semakin dekat ia ke tujuannya, semakin mabuk jiwanya akan aroma Layla, semakin jelas telinganya dapat mendengar suaranya, semakin jelas matanya dapat melihat bayang-bayangnya pada apapun yang dilihatnya – di pegunungan, lembah, bebatuan dan pasir yang bergerak.

Tak lama kemudian, ia merasa begitu lelah sehingga ia memaksa dirinya untuk berhenti. Dalam beberapa menit, ia merasa bagaikan mayat yang telah dibangkitkan kembali: dengan setiap helaan napas, ia merasa kekuatan dihembuskan kembali ke dalam tubuhnya yang lelah.

Belum lama ia berisitirahat ketika ia melihat dua sosok manusia mendekatinya. Seorang pria yang terikat oleh rantai, tubuhnya kurus hanya berbalutkan kain compang-camping dan rambut serta jenggotnya kusut, sedang diseret oleh seorang wanita. Tampak jelas bahwa si tawanan yang malang itu telah kehilangan akalnya; setiap beberapa menit sekali si wanita menyentakkan rantainya dan menghajarnya dengan kayu, menyuruh
pria itu agar bergerak dengan cepat. Hal itu membuat si pria berteriak-teriak dengan menderita.

Majnun benar-benar terpana melihat pemandangan itu dan segera berlari menuju sepasang pria dan wanita itu, lalu merampas kayu yang ada di tangan wanita itu. “Demi Allah,” jeritnya, “jangan ganggu
pria malang itu! Apa salahnya hingga ia harus menerima perlakuan yang tidak manusiawi seperti ini? Ia mungkin gila, mungkin juga seorang kriminal, tapi apapun dirinya, ia adalah seorang manusia dan kau tak punya hak untuk menghukumnya dengan cara seperti ini.”

Bersambung...

Layla & Majnun | Kisah Cinta Klasik dari Negeri TimurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang