Chapter 31 🍁 Perdebatan

977 50 6
                                    

permainannya hari ini sangat kasar. entah sudah keberapa kali ia telah menenggor pemain lainnya. Yuta melempar bola kearah Alif dan Alif langsung mengeshootnya dengar keras hingga bola itu keluar dari lapangan.

"lo apa-apaan sih, kaya main ga ada aturannya aja," protes Yuta sambil melihat Alif yang berjalan mengambil bola yang terlempar jauh.

sialnya, bola oranya itu masuk ke sebuah pekarangan dengan ilalang setinggi lutut orang dewasa.

"Bangsat! ngapain juga bola nyampe sini," kesalnya memungut benda bulat tersebut. Namun saat ia ingin beranjak, ada sebuah suara yang sangat menarik pendengarannya untuk tetap disana.

...gue gimana? soal Rafka?"

"gue udah suruh Sarif buat ngurusin itu,"

"nih! duit yang lo minta,"

"lo masih punya hutang ke gue dengan bayaran segitu, dua barang lagi yang harus lo kirim,"

"SHITT!" umpat Alif membendung amarah.

🌻🌻🌻

Langkah kakinya semakin memelan seiring nafasnya yang semakin memburu. peluh keringat membasahi dahinya. Sudah hampir satu kilometer lebih ia berlari di area perumahan.

Rena menghentikan langkahnya saat dirinya benar-benar tak sanggup lagi untuk berlari. ditompang tubuhnya dengan kedua tangan yang memegang lutut. ia mengusap keringat disekitar pelipis.

sebenarnya pagi ini ia bisa saja berbaring ditempat tidurnya dan menikmati liburan dengan beristirahat namun rasa kesal dan terkejut membuat hatinya kacau. Hanya dengan berolahraga ia mampu mengubah itu semua menjadi lebih ringan.

ia kembali melangkahkan kakinya memasuki pekarangan rumah dan masuk kekamarnya kemudian membaringkan tubuhya diatas tempat tidur.

"Kak re," panggil Risa dari pintu kamar.

"Apa?" Ia menegakkan setengah tubuhnya yang berbalut jaket.

"Eemm, gimana ya gue ngomongnya." Terselip nada bingung disana. Risa menggaruk tengkuknya bimbang.

"Mama udah bicara sesuatu sama lo enggak?" Ucapnya sambil membuang pandangannya kesegala arah.

Rena mencoba berpikir. Percakapan diantara dirinya dan mamanya akhir akhir ini tidak ada sesuatu yang penting. Tidak pernah ada percakapan panjang disana.

"Enggak. kenapa emang?" ia mengangkat alisnya satu.

"Kita bakal pindah,"

"hah?! pindah? Pindah rumah maksud lo?" Lurus Rena mendapat anggukan Risa.

"Lo serius kan?! Kapan? Kok mama nggak bilang sama gue? mama bilang sama lo kapan?" Kali ini ia memposisikan duduknya dengan sempurna. Ia benar-benar terkejut dengan apa yang Risa katakan.

Menurutnya, tidak ada alasan untuk dirinya pindah. Ia sudah merasa nyaman di Bandung. Lagipula, jika ia pindah, ia akan kembali mencari teman baru dan memulai segalanya dari awal. Ia tidak suka dengan hal itu.

"Emm bukan bilang sih. Lebih tepatnya gue nguping tadi pagi." ucapnya sambil meringis.

"Setelah subuhan tadi, gue berniat kekamar mandi. Tapi waktu gue kembali, di ruang makan gue denger mama sama ayah bicarain soal pindah-pindah rumah gitu."

Rena mendengarkan serius ucapan adiknya dengan seksama.

"Dan gue denger, kita bakal pindah ke jakarta. Katanya biar ayah lebih dekat buat sampai ke tempat proyeknya gitu,"

RAFKA [LENGKAP] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang