KALA itu...

3.5K 290 35
                                    

-cerita ini asli fiksi belaka. Dipakein bumbu biar enak. Jangan keenakan ya :(

 Jangan keenakan ya :(

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Kala itu, senja hangat membelai kulit. Tawa bahagia bersahutan dari segala penjuru taman. Jaemin seperti melihat merah muda mengudara lewat angin. Semua bersenang-senang sekalipun hanya dengan hewan peliharaan. Mereka bisa bebas berbagi tanpa mencemaskan apapun.

Benaknya berbisik, apa yang salah?

Kala itu... Jaemin menyesali tindakan yang ia pilih demi menuntas ego.

Senyum bahagianya menggiring lelaki yatim piatu itu untuk ia bawa bersama, meniti kehidupan baru di negeri orang. Meninggalkan dua pasang tangan yang berjasa besar pada pertumbuhan dan hidupnya di tanah kelahiran. Jaemin menyadari keegoisan itu, namun tak mau berhenti ditengah perjalanan. Sudah menjadi keputusannya memilih jalan berseberangan.

Lelaki sehangat bulan sabit, terus mengusap relungnya. Menggenggam tangan untuk kembali. Nada permohonan mengalun, tapi Jaemin menutup telinga. Ego berteriak lantang pada lelaki yang ia kasihi sepenuh hati.

"Sekali lagi, tidak! Aku tidak akan kembali, Jeno. Mereka tak pernah mengerti aku."

Kala itu, Jaemin ingin menyesali putus yang ia jatuhkan. Bayang-bayang kesulitan dan kenangan manis siap ditoreh nyatanya terpercik bencana dengan latar nyanyian burung gagak di tengah jalan.

Semua sudah terlambat.



"Jaemin, ini kubawakan daging pesananmu."

Dari balik bilik kamar, Jaemin sedikit kesulitan berjalan menghampiri Jeno. Pria manis itu menghirup harum daging segar dalam kantong plastik. Senyumnya merekah kemudian.

"Mau balado?"

Jeno Lee. Lelaki yang Jaemin kasihi sepenuh hati. Lelaki yang selalu mendampingi dari segala situasi. Melimpahi kasih hangat tanpa henti. Jaemin beruntung, sangat beruntung memiliki seorang Jeno. Sekalipun hidup keduanya tak lebih baik sebelum meninggalkan tanah air.

"Masaklah apapun. Aku akan menyukainya," Jeno memberi kecupan singkat di pelipis. Hal yang menjadi kesukaan Jaemin setiap waktu.

Jaemin sedikit berfikir sembari memandang Jeno. Karena keputusannya, Jeno bekerja seadanya dan berpindah-pindah, mengingat Jeno tak pernah menyelesaikan pendidikannya dulu akibat keterbatasan biaya panti. Sementara Jaemin, pekerjaannya cukup menjamin hidup mereka berkat kemampuan dan kecerdasan yang ia miliki.

✓ KALA itu... Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang