Four

248 94 21
                                    

Tidak terasa, waktu ujian tes piano telah tiba. Juni menghela nafas berkali-kali karena gugup.

“Ibu, Nay, aku berangkat yah. Doakan aku!” Juni berpamitan sembari memakai sepatu lalu pergi.

“Apa kau lihat adikmu itu?! Minta doa tapi berpamitan dengan cara seperti itu,” keluh ibunya.

“Ibu seperti tidak mengenal anak sendiri,” ujar Naya sambil tersenyum melihat adiknya yang berangkat les pagi itu.

“Iya Naya, tapi sebenarnya ibu senang melihat dia kembali lagi seperti itu.” Mata ibunya tampak mulai berkaca-kaca.

“Sudah Bu, kita berdoa semoga Juni tidak mengalami kecemasan seperti dulu lagi,” ucap Naya menenangkan sang ibu.

07.20 am_ di kelas piano

Lelaki yang bernama Sam tidak kunjung tiba. Ara telah bersiap dengan jari-jemarinya yang ia olesi lotion sejak tadi.
Beda halnya dengan Juni yang sibuk membuka akun instagramnya untuk melihat berita terbaru seputar Kpop.

“Selamat pagi semua!” sapa lelaki yang diakui sebagai mentor kelas piano itu,

“Bagaimana belajarnya selama dua hari ini?” sambungnya.

“Luar biasa Kak mentor, aku sudah tidak sabar,” ucap Ara dengan semangat yang menggebu-gebu.

“Bagus Ara.” Sam mengacungkan jempol padanya

Heol. Junii,” bisiknya sambil mengcekram gemas lengan Juni yang duduk di sebelahnya.

“Aku menyesal tidak memakai hoodie, malangnya nasib lenganku ini. Mungkin aku harus pindah tempat duduk saja,” ucapnya dengan suara kecil dan melirik Ara sinis.

Sontak Ara melepaskan cengkramannya dan mengelus-elus tangan Juni.

“Jangan begitu dong Juni, kita kan Chingu.” Mengedipkan kedua matanya sambil tersenyum manis.

Saat tes awal dimulai, Ara dan teman-temannya yang lain menunjukkan kemampuan yang cukup baik. Kecuali, Juni Aleeya. Juni tak mengerti sama sekali dan bahkan terpaksa diberi kelas khusus dari si mentor.

“Oke, teman-teman kalian luar biasa yah. Minggu depan kalian harus memainkan tuts dengan lebih lancar lagi. Perlihatkan progres kepada saya,” jelasnya.

“Kecuali Juni,” sambungnya sambil menatap Juni yang sejak tadi hanya menatap langit-langit ruang kelasnya.

“Selain Juni, yang lainnya boleh pulang. Dan jangan lupa sapa saya di email agar bisa segera saya kirimi bahan latihan, ini alamatnya.” menulis alamat emailnya di whiteboard.

Semuanya telah kembali kecuali Juni. Ia hanya duduk diam dan sesekali melihat foto Boy grup yang dijadikannya sebagai wallpaper layar kunci ponselnya.

“Juni, kenapa tidak ada satu pun yang kamu mengerti? Kamu tidak membaca buku?” tanya Sam dengan serius.

“Mungkin memang tidak ada bakat disitu,” jawabnya lirih.

“Kau saya berikan kelas tambahan.”

“Loh, kenapa begitu? Itu juga karena kesalahanmu yang selalu menganggap kalau tes ini adalah utang. Tentu saya tertekan,” jelasnya sekaligus membuat pembelaan agar aman.

“Kenapa harus saya? Itu juga demi kebaikanmu Juni, kalau tidak mahir piano, kau akan terus-terusan ada disini. Kau suka bersama saya disini?” Entah marah atau sekedar merayu, tapi Sam terlihat kembali berwibawa.

“Iya, iyaaa. Apa kelas tambahannya?”

“Mengenal chord piano dengan latihan singkat, saya ingin melihat progresmu dalam sehari," jawab Sam.

I'm sorry [Complete ✓️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang