E n a m b e l a s

2.8K 243 27
                                    

Pagi ini Alin terlihat tidak fokus bekerja, padahal pekerjaannya masih banyak dan harus dikirim ke Hardi sesegera mungkin. Pikirannya tak berpindah pada pekerjaan dan terus memikirkan tentang Rivaldo.

Entah kenapa nama itu selalu menempel di pikiran Alin, semenjak kejadian semalam saat ia menemani Nisa ke kelab malam.

Sengaja, Alin memasang airpod dan memutar lagu baru milik Justin Bieber featuring Quanvo berjudul Intentions. Itu lagu yang akhir-akhir ini ia dengar dan biasanya jika sudah mendengar lagu tersebut Alin akan fokus menikmati setiap bait dalam lagu tersebut. Namun, lagi-lagi karena pikirannya masih dipenuhi oleh wajah sialan Rivaldo yang mencium dua wanita sekaligus dalam satu malam, alhasil ia tidak bisa menikmati lagu tersebut.

"Lin, pulang nanti kita mampir ke restoran baru yang di belakang kantor yuk?" Ajak Nisa tiba-tiba.

Melirik sekilas pada wanita yang akhir-akhir ini semakin dekat dengan Fahmi, lantas lanjut menatap layar monitor. "Nggak bisa Mbak. Jam tiga aku mau meeting diluar sana Seesaw. Harus bahas cover buku barunya dia."

"Mau naik apa? Tadi pagi kan kita berangkat pake mobilku."

"Ojol dong."

Nisa menatap pakaian yang hari ini ia kenakan. "Terus baju kamu gimana?"

"Pake aja. Nanti kalo mau balikin jangan lupa dicuci."

"Iya, nanti di laundry deh!" Ketus Nisa lantas menatap layar monitornya dengan sendu, "pulang kantor aku mau main ke restoran kamu aja deh Lin. Males balik ke kost-an. Ibu kost nagih mulu, pusing akutuh!" Lanjutnya malah curhat.

Tak mau diam saja, Husni lantas menyahut, "Gegayaan ngajak makan di restoran baru padahal kost-an belum dibayar."

"Yaa kan disana banyak makanan gratis, karena baru buka, Mas." Balas Nisa membela diri lalu penglihatannya kembali ia arahkan pada teman sebelahnya, "gimana Lin, masih mau makan di restoran baru?" Bujuknya sekali lagi.

Melirik sinis pada Nisa adalah hal yang saat ini Alin lakukan. Tidak peduli Nisa lebih tua darinya, karena yang jelas ia tengah dilanda emosi karena Nisa selalu cerewet. Ditambah lagi beban pikirannya mengenai Rivaldo. Sial! Rivaldo akhir-akhir ini justru menjadi beban untuk pikirannya, padahal pria itu bukan apa-apanya.

Tanpa menjawab ajakan Nisa, Alin beranjak dari kursi kerja untuk menuju pantry kantor. Segelas kopi instan di pagi hari sepertinya bisa membuat otaknya kembali berfungsi sebagai mestinya. Ya, akan Alin coba.

Setelah menyeduh segelas kopi susu instan, sejenak Alin duduk di kursi bar untuk menikmati karyanya pagi ini.

Namun beberapa detik setelah kopi tersebut ia seruput, suara deheman asing terdengar, membuatnya tersedak minuman dan terbatuk-batuk. Sambil berusaha menghilangkan rasa tersedaknya, tubuh Alin berputar kebelakang melihat siapa yang mengagetinya sampai terbatuk-batuk.

Lagi dan lagi tubuhnya terkejut. Ternyata Rivaldo. Pria yang baru saja berdehem adalah Rivaldo. Bergegas Alin beranjak dari duduknya dan berdiri untuk menyapa pria itu. "Pagi Pak .."

Dengan stelan kaos oblong berwarna biru Dongker dipadukan celana jins pendek, Rivaldo menjawab sapaan Alin. "Pagi." Lantas memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana, membuat dirinya tambah semakin maskulin.

Tidak mau menyia-nyiakan kesempatan, kini mata Alin meneliti setiap lekuk tubuh pria keturunan Aussie didepannya ini. Lihatlah, Rivaldo dia terlihat sangat berwibawa padahal hanya berpakaian seadanya. Sangat berbeda dengan Rivaldo yang semalam Alin lihat di kelab malam.

"Kenapa? Kamu nafsu sama saya?" Tanpa sedikit memfilter, Rivaldo melontarkan pernyataannya dengan lantang dan menantang.

Tentu saja Alin terhenyak. Baru saja pria ini bilang apa? Nafsu? Ogah!

Your My LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang