Kayanna mengusap air matanya perlahan,
" Gue mau ke toilet dulu."Chika pun segera mengambil tas di bangku tribun.
" Wait. Gue temenin."
" Gak usah, Chik. Gue pengin sendiri."
Chika berusaha mengerti posisi Kayanna saat ini. Namun, rasa cemas itu tidak bisa dihalau. Ia takut peristiwa yang tak diinginkan terjadi pada sahabatnya itu.
Chika mengangguk, " Hati-hati lo. Awas diculik."
" Gak ada yang mau nyulik cewek ingusan kayak gue. "
Chika tertawa. Lebih tepatnya tertawa dipaksakan.
" Makannya susut ingus lo. Kayak anak kecil aja. Udah sana ke toilet."
Untuk yang kedua kalinya Kayanna seperti ini. Pergi ke kamar mandi untuk menyusut ingus sendirian, juga karena pria yang sama yang membuatnya sengkarut.
Gadis yang sedang dikuncir kuda itu menghela napas panjang. Menatap cermin sebentar, lalu membasuh wajahnya yang merah sehabis menangis. Ia mengangkat wajah, menatap cermin lagi. Mata sembab Kayanna menangkap sosok yang dipantulkan oleh cermin. Sosok itu tidak asing bagi dirinya.
" Lo? Ngapain lo di sini?" Kayanna berbicara seolah kepada cermin. Bukan kepada pria yang sedang berdiri tepat di belakangnya.
***
Junior melipat kening ketika Kayanna berlari terburu-buru menuju tribun. Sandwich yang disodorkan oleh Dara pun tidak dimakannya lagi." Lo mau kemana Jun? Ini belum habis rotinya." Dara bertanya demi melihat Junior bangkit sambil menepuk-nepuk celananya yang sedikit kotor.
" Habisin aja sama Rio."
" Oke Bro, dengan senang hati. Sini rotinya, Ra." Rio menelentangkan tangan didepan Dara yang menganggapnya tak ada.
" Ta-tapi lo mau kemana?" Tanya Dara.
Junior tidak menjawab. Ia melambaikan sebelah tangannya kepada Digo di seberang yang memberitahu kalau pertandingan babak selanjutnya akan segera dimulai.
" Kalian bisa handle tanpa gue!" Teriakan itu entah terdengar atau tidak sampai ke telinga Digo. Suara Junior terlampau kecil bila disandingkan dengan suara riuh para penonton.
" Dara, sini rotinya gue makan ish."
" Ih, bawel banget sih lo. Tuh makan rotinya!" Dara menyumpalkan sandwich yang ia pegang kedalam mulut Rio.
" Duara! Duara lo tuega suama guuue!" Mulut Rio yang malang itu penuh dengan sandwich buatan Dara.
" Makan tuh sandwich keras plus hambar gue!" Dara beralih menatap Junior yang nyaris tidak kelihatan lagi.
" Lo bohong Junior. Lo bilang rotinya enak, nyatanya keras kek batu, njir." Rio mengumpat sendiri setelah susah payah menelan roti sandwich tersebut. Rio yang malang.
Junior berlari menjauhi lapangan. Keluar melalui pintu ruangan seraya mengedarkan pandangan ke sekitar. Mencari sosok yang sedang dikhawatirkannya saat itu.
Perasaan dan niat mencarinya itu tiba-tiba saja muncul ketika melihat Kayanna yang pergi terburu-buru dari lapangan. Kakinya tidak bisa dilarang lagi untuk tidak mengejar gadis itu. Bahkan, sepasang kaki pun tahu, bahwa lebih baik mengejar daripada menyesal kemudian.
***
" Lo? Ngapain lo di sini?"" Nyari lo." Jawab Junior singkat. Pria itu masih memakai kaus basket lengkap dengan celana pendek selutut. Rambutnya yang acak-acakan dan basah akibat terkena keringat tidak melunturkan ketampanan pria tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Verruckte Liebe
Teen FictionBermula dari seorang cewek yang tergila-gila kepada cowok dingin yang masuk ke sekolah barunya. Junior yang apapun kosakata yang ia keluarkan, nada bicara dan ekspresinya tetap sama. D A T A R.