Cang! Kacang!
Kamu itu menggiurkan, bikin ngiler,
Tapi...kenapa sih, kamu itu
Bikin aku sakit perut?!===
Terkapar aku di atas kasur lapuk ini. Berbalutkan selimut tebal yang melindungiku dari sakit kedinginan karena tubuhku terkena meriang. Ini semua gara-gara dia, mereka, gerombolan itu yang berubah menjadi cairan lembek berwarna cokelat keras berbutir seperti sereal."Jangan banyak-banyak, nanti sakit perut." tegasnya mewanti-wanti saat aku hendak menambah satu sendok sambal kacang itu di atas telor dadar yang hendak kumakan malam itu.
Akhirnya aku menyantap menu makan malam yang kutahu pasti konsekuensi terburuknya pasti akan mengalami...
Diare!
Tapi aku cuek, lezatnya telor dadar buatan Mama ini melupakan semuanya.
****Butiran-butiran kacang itu perlahan masuk melalui kerongkongan berjalan lurus sampai akhirnya belok menuju lambung.
Pyuung...(suara cairan sambal kacang itu jatuh ke dalam lautan asam lambung berwarna hijau.)
"Jahat kau, Kacang! Kita alergi sama kamu tauk!" umpat si Asam lambung mengaduk-aduk si Kacang agar mau keluar dari kerongkongan.
"Hahaha! Siapa suruh dia makan aku? Sudah tau alergi kok dimakan terus." kata si Kacang
"Uuhf sakit tau! Sakit, kalian membuat kami kewalahan. Awas kau ya!" sambung si Asam lambung kesakitan. Yang pada akhirnya membiarkan pintu menuju usus pun terbuka.
"Biarkan mereka keluar, buka pintunya lebih lebar agar tidak meracuni tubuh ini." kata si Asam lambung yang lain.
Pintu ruang usus pun terbuka dan mereka dibiarkan keluar tanpa mengalami proses penyaringan terlebih dahulu.
"Yihuyyy!" teriak si kacang keasyikan meluncur ke dalam usus.
****"Ufft, ufft, perutku sakit." keluhku meringis sambil meremas-remas perutku yang kesakitan. "Ini pasti karena sambal kacang tadi. Huhuhu..."
Malam hari itu aku tidak bisa tidur. Beberapa kali aku sampai harus bolak-balik ke kamar mandi sampai lemas. Minum obay diapet pun tak mempan.
Aku terkapar!
***
Satu hari kemudian...
"Mas, aku sakit perut. Nggak bisa antar Nindy ke sekolah sama jemput. Perutku sakit, mules terus." aku duduk di samping suami dan menyandarkan kepalaku di atas meja. "Lemes, besok kayaknya aku harus ke dokter."
***
Hari ini...
Aku sengaja tidak memberitahukan Mama kalau aku sedang sakit perut dan diare. Tapi sepertinya beliau mengerti kalau aku sedang sakit karena bolak-balik pergi ke kamar mandi. Agar tidak terkena omelan Mama, Mama itu kalau sudah ngomel panjang sepertu rel kereta api. Ujung-ujungnya pasti aku nangis karena menyesal gara-gara makan sambal kacang.
"Ma, aku mau ke puskesmas dulu."
"Loh, kenapa?"
"Hah, sakit telinga,"
"Sakit telinga?"
Aku menganggukkan kepala sambil masih menahan rasa sakit perut. Nanti saja aku bilang yang sebenarnya kalau sudah pulang dari dokter.
Semua salahku...salah Mama juga sih bikin sambal kacang. Sudah tahu anaknya alergi masih juga bikin. Kalau aku sakit perut, aku juga yang disalahin. Di mana-mana lalat tidak pernah mendatangi makanan jika tidak mencium bau masakan.
Sebel.
****Puskesmas
"Wah, tensinya turun banget, 90/60, Bu." kata susternya melihatku yang sudah lemas.
"Iya, kepala saya pusing,"
Singkat cerita, aku pulang ke rumah dan mendapatkan obat untuk sakitku. Aku tidak tahu sampai kapan perutku ini harus alergi pada kacang-kacangan. Padahal sebelumnya aku tidak mengalami apa-apa. Semenjak melahirkan anak pertama itulah aku mulai sakit perut kalau makan makanan yang dikelola dengan kacang. Kau tahu, batagor, semanggi Surabaya, rujak cingur, tahu tek, gado-gado adalah makanan kesukaanku seja dulu.
Dan sekarang aku harus menjauhinya. Uuh, perutku lapar, pun aku sudah minum obat. Selesai sudah masalahku tapi sepertinya...
Aku harus bertarung lagi saat tiba-tiba sore ini, suami datang menghampiriku dan bertanya,
"Ada gado-gado di luar, aku mau beli. Kamu mau?"
Mauuu....!!! (Dalam hatiku berteriak)
"Oh, gado-gado ya." jawabku pelan sambil melihat suamiky berdiri menanti jawabanku.
Kuelus-elus perutku yang baru saja bersantai dari sakit mulas yang tak berkesudahan. Dengan berat hati kukatakan padanya,
"Nggak, Mas. Mas aja yang makan." dan aku pun ngeloyor masuk ke dalam kamar. Sambil kutarik selimut tebalku. Kali ini aku tidak kedinginan dan meriang. Aku hanya tidak ingin keluar dan melihat suamiku menyantap gado-gado itu. Oh, tidak!
"Aku sayang kamu, Kacang!"
END