Fifth Story: Annyeong (haseyo)

275 27 20
                                    

Hallo, balik lagi dengan cerita kelima. Akhirnya bisa nulis lagi, dan ini agak panjang sih ya. Jadi bacanya kalau senggang aja.

Mencoba hal baru nih, pake nama lokal buat tokohnya. Semoga suka ya. Happy reading!!

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Wooseok Reinaldi Bhuana

Atau biasa dipanggil Reino oleh kerabat dekatnya. Matanya indah dan jernih, layaknya tetes hujan yang terkena sinar lembut sang mentari saat senja menyapa. Anak laki-laki berbadan mungil yang 6 tahun lalu terlahir ke dunia, tepatnya saat musim hujan melanda di bulan Februari.

Tapi meskipun lahir di musim yang identik dengan suasana sendu; dan bahkan ketika dalam namanya tersemat sinonim kata hujan, Reino membenci sekumpulan tetes air yang kadang turun tanpa aba-aba itu. Ia tidak suka saat sepatu favoritnya basah, atau saat ia harus repot-repot menggunakan jas hujan berwarna kuning yang selalu terselip di dalam ranselnya.

Lalu, ada lagi yang tidak disukai oleh Reino selain hujan, yaitu menunggu terlalu lama. Karena itulah, saat ini sosok mungil yang sudah siap dengan seragam TK yang tenggelam dalam jas hujan berwarna kuning itu tampak sedang merenggut kesal. Sepatu berwarna biru muda dengan garis hitam yang ia pakai diketuk-ketukan dengan cukup keras di lantai. Tangannya terlipat di depan dada, matanya sesekali melirik jam tangan yang melingkar di tangan kirinya.

"Tante, Abas tadi bangun jam berapa sih? Kok jam segini belum selesai sarapan. Ini kan sudah jam 7, Reino bisa terlambat ke sekolah lagi," Reino bertanya dengan nada yang terdengar sangat tidak sabaran. Wanita paruh baya yang dipanggil tante oleh Reino- yang tidak lain adalah bunda Abas- berjalan mendekat ke arah Reino, lalu mengusap surainya sambil terkekeh pelan.

"Aduh maaf ya Reino, tadi Abasnya susah dibangunkan. Tunggu 5 menit lagi ya, setelah ini kalian berangkat," senyuman lembut tantenya dibalas rengekan pelan oleh Reino. Tatapannya kemudian beralih pada sosok yang tingginya hampir sama dengannya, yang sedang duduk di depan TV sambil mengunyah nasi putih dan nugget ayam dengan santai. Sesekali ia tertawa seirama dengan suara yang dihasilkan dari layar kotak tersebut. Reino pun mendecak sebal, lalu berjalan ke arahnya.

"Abas, cepet dong makannya, nanti kita terlambat!" suara Reino melengking, khas anak-anak yang sedang marah. Membuat sosok bernama Abas itu menoleh kearahnya, lalu mencebikkan bibirnya seolah menunjukkan protes.

"Iya-iya, ini sudah selesai kok. Kamu kenapa sih marah-marah terus, kan kata bu guru kita nggak boleh marah-marah," Abas berujar santai sambil beranjak untuk meletakkan piringnya di wastafel dapur. Gerakannya yang terlampau santai di suasana yang cukup genting ini membuat Reino merasa gemas.

"Aduh, nanti pasti dimarah sama bu guru. Cepetan dong pake jas hujannya, sudah terlambat ini!" Reino membantu Abas memakai jas hujan berwarna biru muda yang modelnya sama persis dengan miliknya, tanpa lupa untuk memasukkan kotak bekal milik Abas dengan terburu-buru ke dalam ransel.

Time Lapse || Yocat FF - One shootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang