Lydya POV
"Pagi Lyd" Sapa mas Doni yang menyusulku di jalan tanjakan depan kafe. Di belakangnya tampak Lilia separuh bersembunyi.
Aku mengacungkan telunjukku ke arah mas Doni sambil tertawa kecil.
"Wah kalian berdua cepat ya akrabnya?" tanyaku.
Mas Doni hanya tertawa.
"Kita barusan ketemu di pertigaan depan kok kak" jawab Lilia.
"Iya" ujarku. "Enggak apa kok"
"Udah, anak baru jangan diganggu Lyd" Ujar mas Bayu yang entah sejak kapan berdiri di belakangku.
"Mas, Pagi bener datangnya?" tanyaku separuh kaget.
"Aku tidur di sini kok" ujarnya.
"Yakin tidur di sini mas?" tanya mas Seno. Aku paham makna pertanyaan itu, apalagi kalau melihat raut wajah mas Seno yang tiba-tiba berubah agak pucat itu.
"Udah, yang kemarin anggap tak pernah terjadi" ujar mas Bayu sok bijak.
"Mana bisa pura-pura enggak ingat" ujar salah seorang pelayan kafeku yang baru saja datang.
"Masalahnya kalian masih kerja di sini kan?" tanya mas Bayu.
Semua orang mengangguk.
"Kalau begitu, itu satu-satunya solusi biar kalian enggak parno-an selama kerja" jelas mas Bayu.
"Heran, kok mas Bayu kayaknya pengalaman betul soal beginian?" ujar Lilia.
Ia hanya tersenyum. Sejenak ia melirik ke arahku. Memang rasanya, hanya kami berdua yang pernah merasakan beberapa lama tinggal serumah bersama hantu dan juga pembunuh. Jadi wajar saja kalau mas Bayu bisa setenang itu.
***
Ketakutanku semalam sedikit berkurang setelah tahu ternyata yang menghantui kami adalah Ratma. Meskipun masih tetap ada rasa takut yang tersisa, soal Pak Adri yang katanya kembali lagi. Ku pikir, hanya di film saja yang pembunuhnya terus-terusan kembali. Rupanya, di kehidupan nyata juga seperti ini.
Apa setiap hal harus dituntaskan hingga puas? Ku rasa tidak juga.
Aku masih tak mengerti apa motif pak Adri yang sebenarnya. Perihal obsesinya soal sosok sempurna seorang manusia, apakah karena itu ia melanjutkan pembunuhannya kembali?
Di satu sisi, ada rsa bersalah karena membuat banyak nyawa mati sia-sia. Harusnya kami bisa menangkap pak Adri malam itu, sehingga tak perlu ada orang lain lagi yang tewas.
"Lyd, kamu beneran enggak apa-apa?" tanya mas Bayu yang menangkap basah aku diam cukup lama di kursi kecil di pojok dapur kafe.
Aku menatapnya sambil mengangguk kecil. Tentang semalam, aku juga ingin meminta maaf karena membuatnya harus berkendara lewat tengah malam ke rumahku.
"Kamu cerita saja kalau ada apa-apa" ujarnya sambil menepuk bahuku.
Itu kalimat yang sering ia lontarkan sejak kami pindah dari kontrakan bu Nino. Kalimat yang selalu membuatku sedikit tenang. Tenang, seperti punya tempat pulang yang paling nyaman.
Aku masih teringat dengan ucapannya dulu,
Kamu itu satu-satunya anggota keluarga yang aku percaya selain bu Nino, Enggak ada lagi. Jadi tolong jaga diri kamu baik-baik.
Tapi aku tak bisa menceritakan soal Ratma untuk saat ini. Aku butuh bukti lebih kuat tentang keberadaan pak Adri. Lagi pula, untuk sekali saja, aku ingin yang menjadi penolong, bukan hanya Mas Bayu. Sekali saja, aku ingin menolongnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE STITCHES (Sibling 2nd season)
Mistério / Suspense"Kau tetap yang teristimewa, kepalamu tetap jadi koleksiku yang ke 100. Mari kita mengulang semuanya kembali dari awal" Senja Bayu, setelah akhirnya berhasil menyelamatkan dirinya dan pasiennya dari seorang psikopat yang ingin mengoleksi kepalanya...