Hujan, Masjid dan Rumah Sakit

59 4 1
                                    

Seorang anak laki-laki terbangun dari tidur siangnya sesaat setelah suara guntur bersahut-sahutan. Neneknya segera menutup jendela untuk mencegah masuknya air hujan.

“Shadi terbangun ya?” sang Nenek tertawa sambil mengacak-ngacak rambut anak tersebut, yang tak lain adalah Shadi. Shadi menguap dan mengangguk pelan. Rambut hitam tipisnya terlihat acak acakan dibawah peci putihnya. Matanya yang agak sipit bertambah sipit karena baru bangun tidur.

“Baru hujan ya? Aku gak bisa main dong?” Shadi menatap jendela yang perlahan dibasahi oleh air hujan. “padahal Aku sudah janji akan ikut ke masjid hari ini…”

“Hohoho! Memangnya aku ini ibumu yang selalu melarangmu main hujan? Nah! Ambil payung ini! Sekarang temuilah teman-temanmu! Nenek titip pesan ke Alida; makasih buburnya kemarin. Әже (Äje) yang satu ini langsung sembuh!” Nenek memberikan payung itu dan mengelus kepala Shadi.

Shadi tersenyum dan langsung pergi keluar meninggalkan tempat tinggalnya. Tentunya setelah memberi salam. Shadi berlari dibawah hujan gerimis yang mulai mengejarnya. Dia segera membuka payungnya dan terus berlari. Setiap genangan air dia loncati dengan mulus. Masjid Sulaimaniyah hanya berjarak beberapa meter lagi. Tepat saat akan melangkah masuk ke halaman masjid, Shadi terpeleset-

“Hup!” seseorang menangkap Shadi sebelum tubuhya menyentuh tanah. Seorang lagi menangkap payung Shadi yang terlempar.

“Kharif! Riyyad!” Shadi menyebut dua nama orang yang telah ‘menyelamatkannya’ dari basahnya air hujan.

“Hati-hati, Shadi,” orang yang menangkap Shadi membantunya berdiri. Separuh wajahnya tertutup oleh perban. Rambut hitamnya basah terguyur hujan. Dialah Kharif.

“Udah tau ujan, masih aja lari-lari,” orang itu mengembalikan payung milik Shadi. Lengan kirinya hanya berujung sampai siku, rambut ikalnya yang tebal melambai-lambai diterpa angin. Dia Riyyad. Shadi nyengir. “Yasudah, ayo masuk! Waktu Dzuhur tinggal sebentar lagi.  Nanti kita langsung ke rumah sakit setelah solat.” Riyyad berjalan mendahului kedua temannya. Kharif menyenggol pundak Shadi.

“Ada yang sudah gak sabar ketemu Alida tuh~” Kharif tertawa.

“Apa sih!?” Riyyad menyenggol Kharif. Mereka segera memasuki halaman Masjid Sulaimaniyah yang basah.

*

*

“Faiza~! Coba lihat apa yang aku buat!” seorang remaja perempuan membawa dua gelas berisi cairan berwarna kuning kunyit, di atasnya tertabur bubuk kayu manis yang menggiurkan. Kerudung panjangnya dia tahan dengan sikunya. Berjalan anggun menuju satu-satunya ranjang di ruangan tersebut.

Haldi Doodh! Kok Kak Alida bisa tau-?” anak perempuan yang tidak lain adalah Faiza itu mengulurkan tangannya, menginginkan segelas minuman favoritnya itu. Wajahnya yang tertutup perban menyisakan mata kanannya yang berbinar-binar dan bibirnya yang sudah penasaran ingin mengecap minuman susu kunyit itu.

Alida tersenyum hangat, memberikan segelas minuman hangat tersebut kepada Faiza. Mereka menikmati haldi Doodh tersebut, sambil sesekali mengobrol ringan dan bercanda.

Tok Tok! Pintu kamar rumah sakit itu diketuk oleh seseorang. Alida bangkit untuk membukakan pintu itu. Tak lama, Shadi masuk setengah berlari menuju Faiza, menanyakan kabar sahabat masa kecilnya. Kharif dan Riyyad ikut masuk setelah memberi salam. Ketiga lelaki tersebut baru saja pulang dari masjid.

Segeralah mereka berkumpul dan mengobrol tentang banyak hal. Tanpa menghiraukan hujan yang makin lama semakin deras. Mereka bercerita, tentang hari-hari mereka, rencana weekend mereka, dan juga masa lalu mereka, yang akan selalu mengikuti mereka sebagai mimpi terburuk bagi mereka…

✨NEW HOPE✨[their stories]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang